Powered By Blogger

Selasa, 28 Desember 2010

skripsi bhs indo

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL
MENGEJAR MATAHARI KARYA TITIEN
WATTIMENA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan
Pendidikan Bahasa Sastra, Indonesia, dan daerah
Disusun Oleh:
OCVIYANTI AHADAH
A. 310 040 007
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
A-PDF Merger DEMO : Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermark
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Waluyo (2002: 68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud
nyata imajinasi kreatif dari seorang sastrawan dengan proses yang berbeda
antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam
penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang
digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi
beberapa hal, di antaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara
mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa
penyampaian yang digunakan.
Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah
lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan
manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering
bermula dari persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan
lingkungannya, kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang
pengarang tinggal menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya
menjadi sebuah karya sastra.
Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini
adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim
dengan novel (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 4).
2
Prosa dalam pengertian karya sastra juga disebut fiksi (faction), teks
naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi
dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu
disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada
kebenaran sejarah. Karya fiksi dengan demikian, menyaran pada suatu karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak
ada dan menjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya
pada dunia nyata. Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya
dengan realitas sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga
kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya, atau
dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya sastra dibuktikan
secara empiris inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan
nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah
tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya
nonfiksi bersifat faktual (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 2).
Sebagai karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati
berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian
diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Oleh karena itu fiksi, menurut (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro,
2000: 2) dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, tetapi
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan antarmanusia.
3
Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya yaitu novel. Novel
dapat dikaji dari beberapa aspek, misalnya penokohan, isi, cerita, setting, alur,
dan makna. Semua kajian itu dilakukan hanya untuk mengetahui sejauh mana
karya sastra dinikmati oleh pembaca. Tanggapan pembaca terhadap satu novel
yang sama tentu akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan
daya imajinasi mereka, misal pada novel karya Titien Wattimena yang
berjudul Mengejar Matahari. Novel Mengejar Matahari karya Titien
Wattimena menggambarkan secara gamblang warna-warni kehidupan remaja.
Novel ini bercerita tentang arti persahabatan yang diwarnai dengan aksi
perkelahian antarremaja. Novel ini menarik untuk dianalisis karena di dalam
novel ini diceritakan realita kehidupan anak remaja di rumah susun, dan novel
ini mudah dipahami baik bahasanya maupun jalan ceritanya.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta
mengena pada sasaran yang diinginkan. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang
lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas, agar penelitian ini
terfokus. Pembatasan penelitian dalam penelitian ini adalah analisis novel
Mengejar Matahari yang meliputi tema, penokohan, alur, dan latar. Nilai-nilai
edukatif yang dianalisis adalah (1) nilai cinta dan kasih sayang yang meliputi
(a) kasih sayang terhadap sesama, (b) kasih sayang terhadap keluarga, (2) nilai
toleransi, (3) nilai kesabaran (mampu mengendalikan diri), (4) nilai tanggung
jawab dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dan karakter tokoh
4
dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena secara fisiologis,
sosiologis, dan psikologis.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, penelitian ini mengkaji masalah
yang ada dalam novel Mengejar Matahari yang di rumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur yang membangun novel Mengejar Matahari karya
Titien Wattimena ?
2. Bagaimanakah nilai-nilai edukatif yang ada dalam novel Mengejer
Matahari karya Titien Wattimena dengan tinjauan sosiologi sastra?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. mendeskripsikan struktur yang membangun novel Mengejar Matahari
karya Titien Wattimena yang meliputi tema, plot, penokohan, dan latar;
2. mendeskripsikan nilai-nilai edukatif yang ada dalam novel Mengejar
Matahari karya Titien Wattimena dangan tinjauan sosiologi sastra.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para
pembaca, baik bersifat teoritis maupun praktis.
5
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
perkembangan ilmu sastra, khususnya dalam kajian sosiologi sastra
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya penggunaan
teori-teori sastra secara teknik analisis terhadap karya sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pengarang penelitian ini dapat memberikan masukan untuk dapat
menciptakan karya sastra yang lebih baik
b. Bagi pembaca penelitian ini dapat menambah minat baca dalam
mengapresiasikan karya sastra
c. Bagi pembaca penelitian ini dengan pemahaman kajian sosiologi sastra
dari tokoh-tokoh tersebut dapat meningkatkan pengetahuan diri
khususnya dalam menghadapi persoalan hidup
d. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan
menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat
bagi perkembangan sastra Indonesia.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan terhadap hasil
penelitian sebelumnya ini hanya akan dipaparkan beberapa penelitian sejenis
yang berkaitan dengan permasalahan nilai edukatif.
6
Di antaranya skripsi Titiek Purwaningsih (2006) dengan judul
“Perbandingan Nilai edukatif dan Karakteristik Tokoh Wanita dalam Novel
La Barka Karya NH. Dini dengan Larung Karya Ayu Utami: Tinjauan
Intertekstualitas”. Penelitian tersebut berkesimpulan berdasarkan analisis
struktur, unsur-unsur kedua novel tersebut, menunjukan paduan dan hubungan
yang harmonis dalam mendukung totalitas makna. Struktur yang membangun
kedua novel tersebut antara lain, tema, penokohan, alur, dan latar. Adapun
berdasarkan perbandingan nilai edukatif dan karakter tokoh wanita melalui
tinjauan intertekstual dapat dikemukakan kesimpulan bahwa nilai edukatif
dalam novel La Barka dan Larung dapat dilihat dari nilai pendidikan agama,
social, moral, dan estetika. Persamaan nilai edukatif dalam novel La Barka
dan Larung adalah nilai pendidikan agama dan sosial. Nilai pendidikan yang
disampaikan oleh pengarang kedua novel tersebut adalah kita harus
mempercayai adanya Tuhan dan hari akhir atau kiamat. Nilai sosial
mengajarkan kepada manusia untuk saling tolong-menolong. Perbedaan nilai
pendidikan dalam novel La Barka dengan Larung adalah pada nilai
pendidikan moral dan estetika. Nilai pendidikan moral novel La Barka adalah
mengajarkan untuk bijaksana dalm mengajarkan manusia untuk saling
menyayangi dan mengupayakan keadilan.
Hagarime (2005) dengan judul skripsi“Novel Sejarah Lusi Lindri dan
Roro Mendut (Kajian Intertekstualitas dan Nilai Edukatif)“. Berdasarkan hasil
analisis struktur dan nilai edukatif novel Lusi Lindri dan Roro Mendut
disimpulkan bahwa penokohan kedua novel digambarkan secara fisik,
7
psikologis, dan sosiologis. Tokoh Lusi Lindri berdasarkan aspek fisik adalah
gadis yang cantik, rambut yang indah, kulit kuning, bentuk tubuh gagah
perkasa bak seorang lelaki. Aspek psikologis, lincah, pemberani, bertanggung
jawab , peka perasaan, jujur, pemaaf. Aspek sosiologis, berasal dari keturunan
rakyat biasa yang sejak kecil hidup di lingkungan bangsawan. Tokoh Roro
Mendut berdasarkan aspek fisik digambarkan sebagai gadis cantik, hitam
manis, bermata tajam, mempunyai bentuk tubuh yang bagus. Aspek
psikologis, berpendirian tegas, pandai menari, mudah menarik perhatian,
cerdas, terampil, ulet serta setia. Aspek sosiologis, berasal dari keturunan
rakyat biasa, yang terbiasa dengan kehidupan pantai yang keras.
Nilai edukatif yang terkandung antara lain nilai pendidikan agama,
sosial, estetis, dan moral. Dilihat dari struktur dan nilai edukatifnya, kedua
novel memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan terletak pada aspek (1)
penokohan , dari segi fisik, psikologis dan sosiologis; (2) tema; (3) alur; (4)
amanat; (5) nilai pendidikan agama. Perbedaan kedua novel terletak pada : (1)
sikap hidup tokoh; (2) latar atau setting; (3) nilai pendidikan: sosial, estetis,
dan moral.
Dudung Adriyono (2005) dengan judul “Cerita Rakyat Kabupaten
Sukoharjo (Suatu Kajian Struktur dan Nilai Edukatif)”. Penelitian tersebut
berkesimpulan bahwa di daerah Sukoharjo terdapat banyak sastra lisan atau
cerita rakyat. Beberapa cerita rakyat yang terkumpul antara lain (1) cerita
rakyat “Ki Ageng Banyubiru”, (2) cerita rakyat “Ageng Banjar Sari”, (3)
cerita rakyat “Ki Ageng Sutawijaya”, (4) cerita rakyat “Ki Ageng Balak”, (5)
8
cerita rakyat “Pesanggrahan Langen Harjo”. Penelitian ini juga melakukan
analisis struktur dan nilai budaya yang terdapat dalam lima cerita rakyat
Kabupaten Sukoharjo. Analisis struktur cerita meliputi tema, tokoh, alur, dan
latar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui juga bahwa di dalam
cerita rakyat Kabupaten Sukoharjo terkandung nilai pendidikan yang meliputi
pendidikan moral, nilai pendidikan adat (tradisi), nilai pendidikan agama
(religi), nilai pendidikan sejarah (histori), dan nilai pendidikan kepahlawanan.
Dari ketiga acuan tersebut maka diharapkan akan dapat membantu
penulis dalam melakukan penelitian dengan judul “Nilai-nilai Edukatif dalam
Novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena (tinjauan sosiologi
sastra)”.
Penelitian ini berusaha untuk mengungkap nilai-nilai edukatif dalam
novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena. Penelitian ini mengkaji
nilai-nilai edukatif yang mencakup yaitu, (1) nilai cinta dan kasih sayang yang
meliputi (a) kasih sayang terhadap sesama, (b) kasih sayang terhadap
keluarga, (2) nilai toleransi, (3) nilai kesabaran (mampu mengendalikan diri),
dan (4) nilai tanggung jawab dalam novel Mengejar Matahari melalui
tinjauan sosiologi sastra.
G. Landasan Teori
Landasan teoritik digunakan sebagai kerangka kerja konseptual dan
teoritis. Pada bagian ini peneliti memaparkan teori-teori ilmiah yang sudah
ada yang relevan dengan masalah penelitian.
9
Jabrohim (2001: 9) mengatakan bahwa istilah sastra dipakai untuk
menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat
meskipun secara sosial ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak
merupakan keharusan. Hal ini berarti karya sastra merupakan gejala yang
universal. Akan tetapi, suatu fenomena pula bahwa gejala yang universal itu
bukan merupakan konsep yang universal pula. Kreteria kesastraan yang ada
dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan kreteria kesastraan yang
ada pada masyarakat lain.
Fiksi diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal ini
berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan
(Nurgiyantoro, 2000: 5).
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori yang saling berkaitan
untuk dijadikan landasan dalam analisis dan pembahasan. Teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain teori struktural, teori sosiologi, dan
nilai-nilai edukatif.
1. Hakikat Novel
Nurgiyantoro (2000: 4) mengungkapkan bahwa novel sebagai suatu
karya fiksi menawarkan suatu dunia yaitu dunia yang berisi suatu model yang
diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai sistem
intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh (penokohan), latar, sudut pandang,
dan nilai-nilai yang semuanya tentu saja bersifat imajiner.
10
Menurut Stanton (2007: 90) novel mampu menghadirkan perkembangan
satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak
atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun
silam secara mendetail. Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk
menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Ini berarti bahwa
novel lebih mudah sekaligus lebih sulit di baca jika di bandingkan dengan
cerpen. Dikatakan lebih mudah karena novel tidak dibebani tanggung jawab
untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan di
katakan lebih sulit karena novel dituliskan dalam skala besar sehingga
mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas.
Berdasarkan pendapat di atas dalam ilmu sastra terdapat dua pendekatan
dalam penelitian sastra, yaitu sebagai berikut. Unsur sistem intrinsik (intrinsic)
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sistem yang di
maksud misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut
pandang cerita, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik
(extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra (Nurgiyantoro, 2000: 23).
2. Nilai-nilai Edukatif dalam Karya Sastra
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Suharso dan Ana,
2005: 690) kata nilai mempunyai arti harga, banyak sedikitnya isi, kadar,
mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Sementara itu juga dalam Kamus Besar Bahasa Indinesia (Suharso dan Ana,
11
2005: 127) kata edukatif mempunyai arti bersifat mendidik atau berkenaan
dengan pendidikan.
Menurut Waluyo (2002: 27) makna nilai yang diacu dalam sastra adalah
kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseoarang. Hal
ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam
karya sastra, khususnya novel, akan mengandung berbagai macam nilai
kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi pembaca.
Berdasarkan kesimpulan di atas disimpulkan bahwa nilai pendidikan
adalah segala sesuatu yang baik maupun yang buruk yang bermanfaat dalam
kehidupan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku dalam upaya
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai sastra merupakan suatu hal
yang positif berguna bagi kehidupan manusia. Nilai tersebut berhubungan
dengan etika, logika, dan estetika.
3. Pendekatan Struktural
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000: 36) sebuah karya sastra
menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara
koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya
sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan
dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk
kebulatan yang indah.
Pradopo (dalam Jarohim 2001: 55) menyatakan bahwa satu konsep dasar
yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di
12
dalam dirinya sendiri karya sastra meupakan suatu struktur yang otonom yang
dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur
pembangunnya yang saling berjalinan.
Menurut Nurgiyantoro (2000: 37) analisis struktural dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan
hubungan antaraunsur intrinsik yang bersangkutan, misalnya bagaimana
keadaan tema, tokoh, plot (alur), dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan
demikian, analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekadar mendata
unsur tertentu sebuah karya sastra, misalnya plot, penokohan, latar, atau yang
lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana
hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan
estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.
Pembahasan struktur novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena
mencangkup tema, plot, penokohan, dan latar. Karena keempat unsur tersebut
terlihat jelas dan menunjang cerita dalam novel Mengejar Matahari.
a. Tema
Setiap karya sastra fiksi pasti mengandung atau menawarkan suatu
tema. Namun, mengetahui tema suatu cerita, bukanlah hal yang mudah.
Tema harus dipahami atau ditafsirkan, melalui cerita-cerita atau unsurunsur
lain yang membangun cerita.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 70) mengartikan tema sebagai
makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar
unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema, kurang lebih dapat
13
bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central
purpose).
Fanani (2000: 84) berpendapat bahwa tema adalah ide, gagasan,
pandangan hidup yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena
karya sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang
diungkap dalam karya sastra biasanya sangat beragam. Tema bisa berupa
persoalan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi yang
terkait erat dengan masalah kehidupan, tetapi tema bisa berupa pandangan
pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi
pembaca harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya
berdasarkan bagian-bagian tertentu saja.
b. Penokohan
Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2000: 165) Penokohan adalah
pelukisan yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Untuk membuat tokoh-tokoh karya sastra berkualitas, pengarang
harus melakukan observasi secara cermat terhadap kehidupan tokoh-tokoh
yang diceritakannya itu. Pengarang harus melengkapi diri dengan
pengetahuan yang luas dan dalam tentang sifat, tabiat manusia serta
kebiasaan bertindak dan berujar dalam lingkungan masyarakat yang
hendak digunakannya sebagai latar.
Menurut Nurgiyantoro (2000 : 166) istilah penokohan lebih luas
pengertiaanya dari tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup
14
masalah sikap tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana
penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus
menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah
cerita.
c. Plot atau Alur
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa
plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu
hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
Peristiwa terjadi karena adanya aksi atau aktivitas yang dilakukan
oleh tokoh cerita, baik yang bersifat fisik maupun batin. Alur merupakan
cerminan bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam
tindakan, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan. Namun, tidak dengan sendirinya semua tingkah laku
kehidupan manusia boleh disebut plot (Nurgiyantoro, 2000: 114).
Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2000: 149-150) membedakan tahapan
plot menjadi lima bagian. Kelima bagian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap Penyituasian (Tahap Situasion)
Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan
latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,
pemberian informasi awal dan lain-lain.
15
2. Tahap Pemunculan Konflik (Tahap Generating Circumstances)
Tahap pemunculan konflik yaitu suatu tahap di mana masalah-masalah
dan peristiwa yang menyangkut terjadinya konflik itu akan berkembang
dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
3. Tahap Peningkatan Konflik (Tahap Rising Action)
Tahap peningkatan konflik adalah tahap konflik yang telah dimunculkan
pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita makin
mencekam dan menegangkan. Konflik terjadi secara internal, eksternal,
ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antara
kepentingannya masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin
tidak dapat dihindari.
4. Tahap Klimaks (Tahap Climax)
Tahap klimaks yaitu suatu tahap konflik dan atau pertentanganpertentangan
yang terjadi, yang dijalankan dan atau ditampilkan para
tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan
penderita menjadi konflik utama.
5. Tahap Penyelesaian (Tahap Denouement)
Tahap penyelesaian yaitu tahap konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Koflik-konflik lain, sub
konflik, atau konflik-konflik tambahan jika ada, juga diberi jalan keluar,
cerita diakhiri.
16
d. Latar
Stanton (2007: 35) mengatakan bahwa latar adalah lingkungan yang
melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Latar menurut Nurgiyantoro (2000: 227-230) ada tiga macam, yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah latar yang
menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah
“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual,
waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar
sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi.
4. Sosiologi Sastra
Pendekatan yang utama dalam penelitian novel Mengejar Matahari
adalah sosiologi sastra. Beranjak dari segi sosiologi, adalah berasal dari kata
“sosio” atau society yang bermakna masyarakat dan “logi” atau logos yang
artinya ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau ilmu tentang
kehidupan masyarakat (Ekarini, 2003: 2). Masyarakat itu sendiri sebenarnya
merupakan suatu lembaga yang di dalamnya melibatkan unsur manusia yang
saling berinteraksi. Manusia memiliki keunikan tersendiri yang masing17
masing individu memiliki penampilan fisik, karakter juga keinginan yang
berbeda.
Wellek dan Warren (dalam Ekarini, 2003: 4) mengatakan bahwa
biasanya masalah seputar “sastra dan masyarakat” bersifat sempit dan
eksternal. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu atau dengan sistem
ekonomi, politik, dan sosial tertentu. Penelitian di lakukan untuk menjabarkan
pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat.
Pendekatan sosiologis ini terutama dipakai untuk pendukung filsafat tertentu.
Menurut Sapardi Djoko Damono (dalam Jabrohim, 2001: 169),
pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemsyarakatan
oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada dasarnya tidak
berbeda pengertian dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau
pendekatan sosio-kultural terhadap sastra. Pendekatan sosiologis ini
pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan
pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu
menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra
sebagai institusi sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa sosiologi sastra
adalah pandangan yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan gambaran
atau potret fenomena sosial. Dalam karya sastra fenomena tersebut diangkat
menjadi wacana dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi,
refleksi, imajinasi, evaluasi dan sebagainya).
18
Jabrohim (2001: 169) mengatakan bahwa tujuan penelitian sosiologi
sastra adalah untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan
menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan
masyarakat. Gambaran tersebut sangat penting artinya bagi peningkatan
pemahaman dan penghargaan kita terhadap sastra itu sendiri.
Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis sosiologi
sastra bertujuan untuk memaparkan fungsi dan kreteria unsur-unsur yang
membangun sebuah karya sastra yang dilihat dari gejala sosial masyarakat
tempat karya sastra itu tercipta, khususnya tentang nilai-nilai edukatif yaitu,
(1) nilai cinta dan kasih sayang yang meliputi (a) kasih sayang terhadap
sesama, (b) kasih sayang terhadap keluarga, (2) nilai toleransi, (3) nilai
kesabaran (mampu mengendalikan diri), dan (4) nilai tanggung jawab dalam
novel Mengejar Matahari melalui tinjauan sosiologi sastra.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai edukatif dalam
novel Mengejar matahari karya Titien Wattimena. Bentuk penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif. Moeleong (dalam Jabrohim, 2001: 42)
mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penelitian sangat erat
kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dan metode penelitian nilai-nilai
edukatif ini akan digunakan untuk menganalisis naskah novel Mengejar
Matahari karya Titien Wattimena (tinjauan sosiologi sastra).
19
Metode sampling berdasarkan probabilitas yang bisanya digunakan
dalam penelitian kuantitatif itu mengenai beberapa metode pemilihan seperti
random sampling sederhana, sampling berstatifikasi, sampling sistematis,
sampling berkelompok, dan beberapa metode kombinasi. Metode sampling
yang tidak berdasarkan probabilitas dipilih dengan tujuan tertentu (purposive
sampling). Metode yang ini pada umumnya dipakai untuk tujuan tertentu
sehingga lazim digunakan dalam penelitian sastra yang bersifat kualitatif
(Jabrohim, 2001: 42).
A. Objek Penelitian
Objek penelitian sastra adalah pokok atau topik sastra (Sangidu,
2004: 61). Setiap penelitian mempunyai objek yang akan diteliti. Adapun
objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah nilai-nilai edukatif
dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena dengan tinjauan
sosiologi sastra.
B. Data dan Sumber Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam yang
harus dicari dan dikumpulkan oleh penelitiuntuk memberikan jawaban
terhadap masalah yang dikaji Subroto (dalam Imron, 2003: 112). Data
dalam penelitian ini berupa kalimat, dan paragraf serta peristiwa yang ada
dalam novel Mengejar Matahari yang di dalamnya terkandung gagasan
mengenai unsur-unsur cerita. Dalam novel Mengejar Matahari data yang
dideskripsikan adalah unsur strukural cerita (tema, plot, penokohan, dan
20
latar) dan nilai-nilai edukatif dalam novel Mengejar Matahari karya Titien
Wattimen tinjauan sosiologi sastra.
Sumber data adalah merupakan bagian yang sangat penting bagi
peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan
menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh
(Sutopo, 2002: 49). Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,
yaitu sumber data primer dan sumber data skunder.
a) Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diperoleh
langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara (Siswantoro, 2005:
54). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Mengejar
Matahari karya Titien Wattimena yang diterbitkan oleh Gagas Media
tahun 2005 setebal 113 halaman.
b) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung atau lewat perantara tetapi masih berdasarkan pada kategori
konsep (Siswantoro, 2005: 54). Data skunder dalam penelitian ini
berupa artikel di internet dan data-data yang bersumber dari buku
acuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan teknik pustaka
yaitu dengan menganalisis isi atau content analysis. Pada analisis ini
peneliti menyimak kemudian mencatat dokumen-dokumen yang diambil
21
dari data primer yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Datanya berupa novel, maka peneliti mencoba menelaah isi novel.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel Mengejar
Matahari yaitu (1) membaca secara cermat novel Mengejar Matahari
karya Titien Wattimena; (2) mencatat kalimat yang berkaitan dengan
struktur novel, dan kalimat yang menggambarkan adanya nilai-nilai
edukatif dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena; (3)
menganalisis nilai edukati dalam novel Mengejar Matahari.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data
menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar
(Moeleong, 2001: 103). Kegiatan analisis data itu dilakukan dalam suatu
proses. Proses berarti pelaksaannya sudah mulai sejak pengumpulan data
dilakukan dan dikerjakan secara intensif.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
pembacaan heuristik dan hermeneutik. Metode pembacaan heuristik
merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan
menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda
linguistik. Pembaca heuristik juga dapat dilakukan secara struktural
(Pradopo dalam Sangidu, 2004: 19). Kerja heuristik menghasilkan
pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat, actual meaning
(Nurgiyantoro, 2000: 33).
22
Langkah selanjutnya adalah metode pembacaan hermeneutik.
Palmer (2003: 14-16) menyebutkan bahwa akar kata hermeneutika berasal
dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein, yang berarti
“menafsirkan”, dan kata benda hermeneia, “interpretasi”. Terdapat tiga
bentuk makna hermeneutika apabila diambil bentuk verb dari
hermeneuein, yaitu (1) mengungkapkan kata-kata, misalnya “to say”; (2)
menjelaskan, seperti menjelaskan situasi; (3) menerjemahkan, seperti di
dalam transliterasi bahasa asing. Ketiga makna itu bisa diwakilkan dengan
bentuk kata kerja bahasa inggris “to interpret”. Dengan demikian,
interpretasi dapat mengacu kepada tiga persoalan yang berbeda:
pengucapan lisan, penjelasan yang masuk akal, dan transliterasi bahasa
lain. Sastra merepresentasikan sesuatu yang harus “dipahami”. Tugas
interpretasi harus membuat sesuatu yang kabur, jauh, dan gelap maknanya
menjadi sesuatu yang jelas, dekat, dan dapat dipahami.
Pengertian lain disampaikan oleh Riffaterre (dalam Sangidu, 2004:
14) yang memaparkan bahwa pembacaan hermeneutik atau retroaktif
merupakan kelanjutan dari pembacaan heuristik untuk mencari makna
(meaning of meaning atau sifnificance). Hubungan antara heuristik dengan
hermeneutik dapat dipandang sebagai hubungan yang bersifat gradasi
sebab kegiatan pembaca atau kerja hermeneutik haruslah didahului oleh
pembacaan heuristik. Kerja hermeneutik yang oleh Riffaterre disebut juga
sebagai pembaca retroaktif, memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis
(Nurgiyantoro, 2000: 33).
23
Tahap pertama analisis data dalam penelitian ini adalah pembacaan
heuristik yaitu penulis menginterpretasikan teks novel Mengejar Matahari
melalui tanda-tanda linguistik dan menemukan arti secara linguistik.
Caranya yaitu membaca dengan membaca cermat dan teliti tiap kata,
kalimat, ataupun paragraf dalam novel. Hal itu digunakan untuk
menemukan struktur yang terdapat dalam novel guna analisis struktur.
Selain itu, pembaca heuristik digunakan juga untuk menemukan nilai-nilai
edukatif dalam novel Mengejar Matahari. Tahap kedua penulis
melakukan pembacaan hermeneutik yakni dengan menafsirkan makna
peristiwa atau kejadian-kejadian yang terdapat dalam teks novel Mengejar
Matahari hingga dapat menemukan nilai-nilai edukatif dalam cerita
tersebut.
I. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika dalam penulisan sangat penting artinya karena dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah penelitian
sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian. Sistematika
dalam penulisan sebagai berikut.
Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistimatika penulisan.
Bab II, berisikan biografi pengarang hasil karya-karyanya, latar
belakang pengarang dan ciri-ciri kesusastraannya.
24
Bab III, berisikan tentang stuktur novel Mengejar Matahari yang
meliputi tema, penokohan, latar dan alur.
Bab IV, berisikan hasil dan pembahasan tentang analisis nilai-nilai
edukatif dalam novel Mengejar Matahari adalah (1) nilai cinta dan kasih
sayang yang meliputi (a) kasih sayang terhadap sesama, (b) kasih sayang
terhadap keluarga, (2) nilai toleransi, (3) nilai kesabaran (mampu
mengendalikan diri), (4) nilai tanggung jawab.
Bab V, berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran. Kemudian
lembar-lembar berikutnya adalah daftar pustaka dan sinopsis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar