Powered By Blogger

Selasa, 28 Desember 2010

skripsi bhs indo

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL
MENGEJAR MATAHARI KARYA TITIEN
WATTIMENA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan
Pendidikan Bahasa Sastra, Indonesia, dan daerah
Disusun Oleh:
OCVIYANTI AHADAH
A. 310 040 007
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
A-PDF Merger DEMO : Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermark
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Waluyo (2002: 68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud
nyata imajinasi kreatif dari seorang sastrawan dengan proses yang berbeda
antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam
penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang
digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi
beberapa hal, di antaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara
mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa
penyampaian yang digunakan.
Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah
lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan
manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering
bermula dari persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan
lingkungannya, kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang
pengarang tinggal menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya
menjadi sebuah karya sastra.
Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini
adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim
dengan novel (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 4).
2
Prosa dalam pengertian karya sastra juga disebut fiksi (faction), teks
naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi
dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu
disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada
kebenaran sejarah. Karya fiksi dengan demikian, menyaran pada suatu karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak
ada dan menjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya
pada dunia nyata. Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya
dengan realitas sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga
kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya, atau
dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya sastra dibuktikan
secara empiris inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan
nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah
tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya
nonfiksi bersifat faktual (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 2).
Sebagai karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati
berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian
diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Oleh karena itu fiksi, menurut (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro,
2000: 2) dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, tetapi
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan antarmanusia.
3
Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya yaitu novel. Novel
dapat dikaji dari beberapa aspek, misalnya penokohan, isi, cerita, setting, alur,
dan makna. Semua kajian itu dilakukan hanya untuk mengetahui sejauh mana
karya sastra dinikmati oleh pembaca. Tanggapan pembaca terhadap satu novel
yang sama tentu akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan
daya imajinasi mereka, misal pada novel karya Titien Wattimena yang
berjudul Mengejar Matahari. Novel Mengejar Matahari karya Titien
Wattimena menggambarkan secara gamblang warna-warni kehidupan remaja.
Novel ini bercerita tentang arti persahabatan yang diwarnai dengan aksi
perkelahian antarremaja. Novel ini menarik untuk dianalisis karena di dalam
novel ini diceritakan realita kehidupan anak remaja di rumah susun, dan novel
ini mudah dipahami baik bahasanya maupun jalan ceritanya.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta
mengena pada sasaran yang diinginkan. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang
lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas, agar penelitian ini
terfokus. Pembatasan penelitian dalam penelitian ini adalah analisis novel
Mengejar Matahari yang meliputi tema, penokohan, alur, dan latar. Nilai-nilai
edukatif yang dianalisis adalah (1) nilai cinta dan kasih sayang yang meliputi
(a) kasih sayang terhadap sesama, (b) kasih sayang terhadap keluarga, (2) nilai
toleransi, (3) nilai kesabaran (mampu mengendalikan diri), (4) nilai tanggung
jawab dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dan karakter tokoh
4
dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena secara fisiologis,
sosiologis, dan psikologis.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, penelitian ini mengkaji masalah
yang ada dalam novel Mengejar Matahari yang di rumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur yang membangun novel Mengejar Matahari karya
Titien Wattimena ?
2. Bagaimanakah nilai-nilai edukatif yang ada dalam novel Mengejer
Matahari karya Titien Wattimena dengan tinjauan sosiologi sastra?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. mendeskripsikan struktur yang membangun novel Mengejar Matahari
karya Titien Wattimena yang meliputi tema, plot, penokohan, dan latar;
2. mendeskripsikan nilai-nilai edukatif yang ada dalam novel Mengejar
Matahari karya Titien Wattimena dangan tinjauan sosiologi sastra.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para
pembaca, baik bersifat teoritis maupun praktis.
5
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
perkembangan ilmu sastra, khususnya dalam kajian sosiologi sastra
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya penggunaan
teori-teori sastra secara teknik analisis terhadap karya sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pengarang penelitian ini dapat memberikan masukan untuk dapat
menciptakan karya sastra yang lebih baik
b. Bagi pembaca penelitian ini dapat menambah minat baca dalam
mengapresiasikan karya sastra
c. Bagi pembaca penelitian ini dengan pemahaman kajian sosiologi sastra
dari tokoh-tokoh tersebut dapat meningkatkan pengetahuan diri
khususnya dalam menghadapi persoalan hidup
d. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan
menambah khasanah penelitian sastra Indonesia sehingga bermanfaat
bagi perkembangan sastra Indonesia.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan terhadap hasil
penelitian sebelumnya ini hanya akan dipaparkan beberapa penelitian sejenis
yang berkaitan dengan permasalahan nilai edukatif.
6
Di antaranya skripsi Titiek Purwaningsih (2006) dengan judul
“Perbandingan Nilai edukatif dan Karakteristik Tokoh Wanita dalam Novel
La Barka Karya NH. Dini dengan Larung Karya Ayu Utami: Tinjauan
Intertekstualitas”. Penelitian tersebut berkesimpulan berdasarkan analisis
struktur, unsur-unsur kedua novel tersebut, menunjukan paduan dan hubungan
yang harmonis dalam mendukung totalitas makna. Struktur yang membangun
kedua novel tersebut antara lain, tema, penokohan, alur, dan latar. Adapun
berdasarkan perbandingan nilai edukatif dan karakter tokoh wanita melalui
tinjauan intertekstual dapat dikemukakan kesimpulan bahwa nilai edukatif
dalam novel La Barka dan Larung dapat dilihat dari nilai pendidikan agama,
social, moral, dan estetika. Persamaan nilai edukatif dalam novel La Barka
dan Larung adalah nilai pendidikan agama dan sosial. Nilai pendidikan yang
disampaikan oleh pengarang kedua novel tersebut adalah kita harus
mempercayai adanya Tuhan dan hari akhir atau kiamat. Nilai sosial
mengajarkan kepada manusia untuk saling tolong-menolong. Perbedaan nilai
pendidikan dalam novel La Barka dengan Larung adalah pada nilai
pendidikan moral dan estetika. Nilai pendidikan moral novel La Barka adalah
mengajarkan untuk bijaksana dalm mengajarkan manusia untuk saling
menyayangi dan mengupayakan keadilan.
Hagarime (2005) dengan judul skripsi“Novel Sejarah Lusi Lindri dan
Roro Mendut (Kajian Intertekstualitas dan Nilai Edukatif)“. Berdasarkan hasil
analisis struktur dan nilai edukatif novel Lusi Lindri dan Roro Mendut
disimpulkan bahwa penokohan kedua novel digambarkan secara fisik,
7
psikologis, dan sosiologis. Tokoh Lusi Lindri berdasarkan aspek fisik adalah
gadis yang cantik, rambut yang indah, kulit kuning, bentuk tubuh gagah
perkasa bak seorang lelaki. Aspek psikologis, lincah, pemberani, bertanggung
jawab , peka perasaan, jujur, pemaaf. Aspek sosiologis, berasal dari keturunan
rakyat biasa yang sejak kecil hidup di lingkungan bangsawan. Tokoh Roro
Mendut berdasarkan aspek fisik digambarkan sebagai gadis cantik, hitam
manis, bermata tajam, mempunyai bentuk tubuh yang bagus. Aspek
psikologis, berpendirian tegas, pandai menari, mudah menarik perhatian,
cerdas, terampil, ulet serta setia. Aspek sosiologis, berasal dari keturunan
rakyat biasa, yang terbiasa dengan kehidupan pantai yang keras.
Nilai edukatif yang terkandung antara lain nilai pendidikan agama,
sosial, estetis, dan moral. Dilihat dari struktur dan nilai edukatifnya, kedua
novel memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan terletak pada aspek (1)
penokohan , dari segi fisik, psikologis dan sosiologis; (2) tema; (3) alur; (4)
amanat; (5) nilai pendidikan agama. Perbedaan kedua novel terletak pada : (1)
sikap hidup tokoh; (2) latar atau setting; (3) nilai pendidikan: sosial, estetis,
dan moral.
Dudung Adriyono (2005) dengan judul “Cerita Rakyat Kabupaten
Sukoharjo (Suatu Kajian Struktur dan Nilai Edukatif)”. Penelitian tersebut
berkesimpulan bahwa di daerah Sukoharjo terdapat banyak sastra lisan atau
cerita rakyat. Beberapa cerita rakyat yang terkumpul antara lain (1) cerita
rakyat “Ki Ageng Banyubiru”, (2) cerita rakyat “Ageng Banjar Sari”, (3)
cerita rakyat “Ki Ageng Sutawijaya”, (4) cerita rakyat “Ki Ageng Balak”, (5)
8
cerita rakyat “Pesanggrahan Langen Harjo”. Penelitian ini juga melakukan
analisis struktur dan nilai budaya yang terdapat dalam lima cerita rakyat
Kabupaten Sukoharjo. Analisis struktur cerita meliputi tema, tokoh, alur, dan
latar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui juga bahwa di dalam
cerita rakyat Kabupaten Sukoharjo terkandung nilai pendidikan yang meliputi
pendidikan moral, nilai pendidikan adat (tradisi), nilai pendidikan agama
(religi), nilai pendidikan sejarah (histori), dan nilai pendidikan kepahlawanan.
Dari ketiga acuan tersebut maka diharapkan akan dapat membantu
penulis dalam melakukan penelitian dengan judul “Nilai-nilai Edukatif dalam
Novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena (tinjauan sosiologi
sastra)”.
Penelitian ini berusaha untuk mengungkap nilai-nilai edukatif dalam
novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena. Penelitian ini mengkaji
nilai-nilai edukatif yang mencakup yaitu, (1) nilai cinta dan kasih sayang yang
meliputi (a) kasih sayang terhadap sesama, (b) kasih sayang terhadap
keluarga, (2) nilai toleransi, (3) nilai kesabaran (mampu mengendalikan diri),
dan (4) nilai tanggung jawab dalam novel Mengejar Matahari melalui
tinjauan sosiologi sastra.
G. Landasan Teori
Landasan teoritik digunakan sebagai kerangka kerja konseptual dan
teoritis. Pada bagian ini peneliti memaparkan teori-teori ilmiah yang sudah
ada yang relevan dengan masalah penelitian.
9
Jabrohim (2001: 9) mengatakan bahwa istilah sastra dipakai untuk
menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat
meskipun secara sosial ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak
merupakan keharusan. Hal ini berarti karya sastra merupakan gejala yang
universal. Akan tetapi, suatu fenomena pula bahwa gejala yang universal itu
bukan merupakan konsep yang universal pula. Kreteria kesastraan yang ada
dalam suatu masyarakat tidak selalu cocok dengan kreteria kesastraan yang
ada pada masyarakat lain.
Fiksi diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, tetapi
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal ini
berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan
(Nurgiyantoro, 2000: 5).
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori yang saling berkaitan
untuk dijadikan landasan dalam analisis dan pembahasan. Teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain teori struktural, teori sosiologi, dan
nilai-nilai edukatif.
1. Hakikat Novel
Nurgiyantoro (2000: 4) mengungkapkan bahwa novel sebagai suatu
karya fiksi menawarkan suatu dunia yaitu dunia yang berisi suatu model yang
diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai sistem
intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh (penokohan), latar, sudut pandang,
dan nilai-nilai yang semuanya tentu saja bersifat imajiner.
10
Menurut Stanton (2007: 90) novel mampu menghadirkan perkembangan
satu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak
atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun
silam secara mendetail. Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk
menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Ini berarti bahwa
novel lebih mudah sekaligus lebih sulit di baca jika di bandingkan dengan
cerpen. Dikatakan lebih mudah karena novel tidak dibebani tanggung jawab
untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan di
katakan lebih sulit karena novel dituliskan dalam skala besar sehingga
mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas.
Berdasarkan pendapat di atas dalam ilmu sastra terdapat dua pendekatan
dalam penelitian sastra, yaitu sebagai berikut. Unsur sistem intrinsik (intrinsic)
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sistem yang di
maksud misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut
pandang cerita, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik
(extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya
sastra (Nurgiyantoro, 2000: 23).
2. Nilai-nilai Edukatif dalam Karya Sastra
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Suharso dan Ana,
2005: 690) kata nilai mempunyai arti harga, banyak sedikitnya isi, kadar,
mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Sementara itu juga dalam Kamus Besar Bahasa Indinesia (Suharso dan Ana,
11
2005: 127) kata edukatif mempunyai arti bersifat mendidik atau berkenaan
dengan pendidikan.
Menurut Waluyo (2002: 27) makna nilai yang diacu dalam sastra adalah
kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseoarang. Hal
ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam
karya sastra, khususnya novel, akan mengandung berbagai macam nilai
kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi pembaca.
Berdasarkan kesimpulan di atas disimpulkan bahwa nilai pendidikan
adalah segala sesuatu yang baik maupun yang buruk yang bermanfaat dalam
kehidupan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku dalam upaya
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai sastra merupakan suatu hal
yang positif berguna bagi kehidupan manusia. Nilai tersebut berhubungan
dengan etika, logika, dan estetika.
3. Pendekatan Struktural
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000: 36) sebuah karya sastra
menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara
koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya
sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan
dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk
kebulatan yang indah.
Pradopo (dalam Jarohim 2001: 55) menyatakan bahwa satu konsep dasar
yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di
12
dalam dirinya sendiri karya sastra meupakan suatu struktur yang otonom yang
dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur
pembangunnya yang saling berjalinan.
Menurut Nurgiyantoro (2000: 37) analisis struktural dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan
hubungan antaraunsur intrinsik yang bersangkutan, misalnya bagaimana
keadaan tema, tokoh, plot (alur), dan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dengan
demikian, analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekadar mendata
unsur tertentu sebuah karya sastra, misalnya plot, penokohan, latar, atau yang
lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana
hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan
estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.
Pembahasan struktur novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena
mencangkup tema, plot, penokohan, dan latar. Karena keempat unsur tersebut
terlihat jelas dan menunjang cerita dalam novel Mengejar Matahari.
a. Tema
Setiap karya sastra fiksi pasti mengandung atau menawarkan suatu
tema. Namun, mengetahui tema suatu cerita, bukanlah hal yang mudah.
Tema harus dipahami atau ditafsirkan, melalui cerita-cerita atau unsurunsur
lain yang membangun cerita.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 70) mengartikan tema sebagai
makna sebuah cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar
unsurnya dengan cara yang sederhana. Tema, kurang lebih dapat
13
bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central
purpose).
Fanani (2000: 84) berpendapat bahwa tema adalah ide, gagasan,
pandangan hidup yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena
karya sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang
diungkap dalam karya sastra biasanya sangat beragam. Tema bisa berupa
persoalan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi yang
terkait erat dengan masalah kehidupan, tetapi tema bisa berupa pandangan
pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi
pembaca harus menyimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya
berdasarkan bagian-bagian tertentu saja.
b. Penokohan
Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2000: 165) Penokohan adalah
pelukisan yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Untuk membuat tokoh-tokoh karya sastra berkualitas, pengarang
harus melakukan observasi secara cermat terhadap kehidupan tokoh-tokoh
yang diceritakannya itu. Pengarang harus melengkapi diri dengan
pengetahuan yang luas dan dalam tentang sifat, tabiat manusia serta
kebiasaan bertindak dan berujar dalam lingkungan masyarakat yang
hendak digunakannya sebagai latar.
Menurut Nurgiyantoro (2000 : 166) istilah penokohan lebih luas
pengertiaanya dari tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup
14
masalah sikap tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana
penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus
menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah
cerita.
c. Plot atau Alur
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa
plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi tiap kejadian itu
hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain.
Peristiwa terjadi karena adanya aksi atau aktivitas yang dilakukan
oleh tokoh cerita, baik yang bersifat fisik maupun batin. Alur merupakan
cerminan bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam
tindakan, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan. Namun, tidak dengan sendirinya semua tingkah laku
kehidupan manusia boleh disebut plot (Nurgiyantoro, 2000: 114).
Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2000: 149-150) membedakan tahapan
plot menjadi lima bagian. Kelima bagian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap Penyituasian (Tahap Situasion)
Tahap penyituasian adalah tahap yang berisi pelukisan dan pengenalan
latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita,
pemberian informasi awal dan lain-lain.
15
2. Tahap Pemunculan Konflik (Tahap Generating Circumstances)
Tahap pemunculan konflik yaitu suatu tahap di mana masalah-masalah
dan peristiwa yang menyangkut terjadinya konflik itu akan berkembang
dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
3. Tahap Peningkatan Konflik (Tahap Rising Action)
Tahap peningkatan konflik adalah tahap konflik yang telah dimunculkan
pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita makin
mencekam dan menegangkan. Konflik terjadi secara internal, eksternal,
ataupun keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antara
kepentingannya masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin
tidak dapat dihindari.
4. Tahap Klimaks (Tahap Climax)
Tahap klimaks yaitu suatu tahap konflik dan atau pertentanganpertentangan
yang terjadi, yang dijalankan dan atau ditampilkan para
tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan
dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan
penderita menjadi konflik utama.
5. Tahap Penyelesaian (Tahap Denouement)
Tahap penyelesaian yaitu tahap konflik yang telah mencapai klimaks
diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Koflik-konflik lain, sub
konflik, atau konflik-konflik tambahan jika ada, juga diberi jalan keluar,
cerita diakhiri.
16
d. Latar
Stanton (2007: 35) mengatakan bahwa latar adalah lingkungan yang
melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Latar menurut Nurgiyantoro (2000: 227-230) ada tiga macam, yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah latar yang
menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah
“kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual,
waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar
sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
fiksi.
4. Sosiologi Sastra
Pendekatan yang utama dalam penelitian novel Mengejar Matahari
adalah sosiologi sastra. Beranjak dari segi sosiologi, adalah berasal dari kata
“sosio” atau society yang bermakna masyarakat dan “logi” atau logos yang
artinya ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau ilmu tentang
kehidupan masyarakat (Ekarini, 2003: 2). Masyarakat itu sendiri sebenarnya
merupakan suatu lembaga yang di dalamnya melibatkan unsur manusia yang
saling berinteraksi. Manusia memiliki keunikan tersendiri yang masing17
masing individu memiliki penampilan fisik, karakter juga keinginan yang
berbeda.
Wellek dan Warren (dalam Ekarini, 2003: 4) mengatakan bahwa
biasanya masalah seputar “sastra dan masyarakat” bersifat sempit dan
eksternal. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu atau dengan sistem
ekonomi, politik, dan sosial tertentu. Penelitian di lakukan untuk menjabarkan
pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat.
Pendekatan sosiologis ini terutama dipakai untuk pendukung filsafat tertentu.
Menurut Sapardi Djoko Damono (dalam Jabrohim, 2001: 169),
pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemsyarakatan
oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Istilah ini pada dasarnya tidak
berbeda pengertian dengan sosiosastra, pendekatan sosiologis, atau
pendekatan sosio-kultural terhadap sastra. Pendekatan sosiologis ini
pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan
pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, tetapi semua pendekatan itu
menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra
sebagai institusi sosial, yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota
masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa sosiologi sastra
adalah pandangan yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan gambaran
atau potret fenomena sosial. Dalam karya sastra fenomena tersebut diangkat
menjadi wacana dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi,
refleksi, imajinasi, evaluasi dan sebagainya).
18
Jabrohim (2001: 169) mengatakan bahwa tujuan penelitian sosiologi
sastra adalah untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan
menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan
masyarakat. Gambaran tersebut sangat penting artinya bagi peningkatan
pemahaman dan penghargaan kita terhadap sastra itu sendiri.
Dari pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis sosiologi
sastra bertujuan untuk memaparkan fungsi dan kreteria unsur-unsur yang
membangun sebuah karya sastra yang dilihat dari gejala sosial masyarakat
tempat karya sastra itu tercipta, khususnya tentang nilai-nilai edukatif yaitu,
(1) nilai cinta dan kasih sayang yang meliputi (a) kasih sayang terhadap
sesama, (b) kasih sayang terhadap keluarga, (2) nilai toleransi, (3) nilai
kesabaran (mampu mengendalikan diri), dan (4) nilai tanggung jawab dalam
novel Mengejar Matahari melalui tinjauan sosiologi sastra.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai edukatif dalam
novel Mengejar matahari karya Titien Wattimena. Bentuk penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif. Moeleong (dalam Jabrohim, 2001: 42)
mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, penelitian sangat erat
kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dan metode penelitian nilai-nilai
edukatif ini akan digunakan untuk menganalisis naskah novel Mengejar
Matahari karya Titien Wattimena (tinjauan sosiologi sastra).
19
Metode sampling berdasarkan probabilitas yang bisanya digunakan
dalam penelitian kuantitatif itu mengenai beberapa metode pemilihan seperti
random sampling sederhana, sampling berstatifikasi, sampling sistematis,
sampling berkelompok, dan beberapa metode kombinasi. Metode sampling
yang tidak berdasarkan probabilitas dipilih dengan tujuan tertentu (purposive
sampling). Metode yang ini pada umumnya dipakai untuk tujuan tertentu
sehingga lazim digunakan dalam penelitian sastra yang bersifat kualitatif
(Jabrohim, 2001: 42).
A. Objek Penelitian
Objek penelitian sastra adalah pokok atau topik sastra (Sangidu,
2004: 61). Setiap penelitian mempunyai objek yang akan diteliti. Adapun
objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah nilai-nilai edukatif
dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena dengan tinjauan
sosiologi sastra.
B. Data dan Sumber Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan alam yang
harus dicari dan dikumpulkan oleh penelitiuntuk memberikan jawaban
terhadap masalah yang dikaji Subroto (dalam Imron, 2003: 112). Data
dalam penelitian ini berupa kalimat, dan paragraf serta peristiwa yang ada
dalam novel Mengejar Matahari yang di dalamnya terkandung gagasan
mengenai unsur-unsur cerita. Dalam novel Mengejar Matahari data yang
dideskripsikan adalah unsur strukural cerita (tema, plot, penokohan, dan
20
latar) dan nilai-nilai edukatif dalam novel Mengejar Matahari karya Titien
Wattimen tinjauan sosiologi sastra.
Sumber data adalah merupakan bagian yang sangat penting bagi
peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan
menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh
(Sutopo, 2002: 49). Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,
yaitu sumber data primer dan sumber data skunder.
a) Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diperoleh
langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara (Siswantoro, 2005:
54). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Mengejar
Matahari karya Titien Wattimena yang diterbitkan oleh Gagas Media
tahun 2005 setebal 113 halaman.
b) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung atau lewat perantara tetapi masih berdasarkan pada kategori
konsep (Siswantoro, 2005: 54). Data skunder dalam penelitian ini
berupa artikel di internet dan data-data yang bersumber dari buku
acuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penulis menggunakan teknik pustaka
yaitu dengan menganalisis isi atau content analysis. Pada analisis ini
peneliti menyimak kemudian mencatat dokumen-dokumen yang diambil
21
dari data primer yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian.
Datanya berupa novel, maka peneliti mencoba menelaah isi novel.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel Mengejar
Matahari yaitu (1) membaca secara cermat novel Mengejar Matahari
karya Titien Wattimena; (2) mencatat kalimat yang berkaitan dengan
struktur novel, dan kalimat yang menggambarkan adanya nilai-nilai
edukatif dalam novel Mengejar Matahari karya Titien Wattimena; (3)
menganalisis nilai edukati dalam novel Mengejar Matahari.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data
menggolongkannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar
(Moeleong, 2001: 103). Kegiatan analisis data itu dilakukan dalam suatu
proses. Proses berarti pelaksaannya sudah mulai sejak pengumpulan data
dilakukan dan dikerjakan secara intensif.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
pembacaan heuristik dan hermeneutik. Metode pembacaan heuristik
merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan
menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda
linguistik. Pembaca heuristik juga dapat dilakukan secara struktural
(Pradopo dalam Sangidu, 2004: 19). Kerja heuristik menghasilkan
pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat, actual meaning
(Nurgiyantoro, 2000: 33).
22
Langkah selanjutnya adalah metode pembacaan hermeneutik.
Palmer (2003: 14-16) menyebutkan bahwa akar kata hermeneutika berasal
dari istilah Yunani dari kata kerja hermeneuein, yang berarti
“menafsirkan”, dan kata benda hermeneia, “interpretasi”. Terdapat tiga
bentuk makna hermeneutika apabila diambil bentuk verb dari
hermeneuein, yaitu (1) mengungkapkan kata-kata, misalnya “to say”; (2)
menjelaskan, seperti menjelaskan situasi; (3) menerjemahkan, seperti di
dalam transliterasi bahasa asing. Ketiga makna itu bisa diwakilkan dengan
bentuk kata kerja bahasa inggris “to interpret”. Dengan demikian,
interpretasi dapat mengacu kepada tiga persoalan yang berbeda:
pengucapan lisan, penjelasan yang masuk akal, dan transliterasi bahasa
lain. Sastra merepresentasikan sesuatu yang harus “dipahami”. Tugas
interpretasi harus membuat sesuatu yang kabur, jauh, dan gelap maknanya
menjadi sesuatu yang jelas, dekat, dan dapat dipahami.
Pengertian lain disampaikan oleh Riffaterre (dalam Sangidu, 2004:
14) yang memaparkan bahwa pembacaan hermeneutik atau retroaktif
merupakan kelanjutan dari pembacaan heuristik untuk mencari makna
(meaning of meaning atau sifnificance). Hubungan antara heuristik dengan
hermeneutik dapat dipandang sebagai hubungan yang bersifat gradasi
sebab kegiatan pembaca atau kerja hermeneutik haruslah didahului oleh
pembacaan heuristik. Kerja hermeneutik yang oleh Riffaterre disebut juga
sebagai pembaca retroaktif, memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis
(Nurgiyantoro, 2000: 33).
23
Tahap pertama analisis data dalam penelitian ini adalah pembacaan
heuristik yaitu penulis menginterpretasikan teks novel Mengejar Matahari
melalui tanda-tanda linguistik dan menemukan arti secara linguistik.
Caranya yaitu membaca dengan membaca cermat dan teliti tiap kata,
kalimat, ataupun paragraf dalam novel. Hal itu digunakan untuk
menemukan struktur yang terdapat dalam novel guna analisis struktur.
Selain itu, pembaca heuristik digunakan juga untuk menemukan nilai-nilai
edukatif dalam novel Mengejar Matahari. Tahap kedua penulis
melakukan pembacaan hermeneutik yakni dengan menafsirkan makna
peristiwa atau kejadian-kejadian yang terdapat dalam teks novel Mengejar
Matahari hingga dapat menemukan nilai-nilai edukatif dalam cerita
tersebut.
I. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika dalam penulisan sangat penting artinya karena dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai langkah-langkah penelitian
sekaligus permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian. Sistematika
dalam penulisan sebagai berikut.
Bab I, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistimatika penulisan.
Bab II, berisikan biografi pengarang hasil karya-karyanya, latar
belakang pengarang dan ciri-ciri kesusastraannya.
24
Bab III, berisikan tentang stuktur novel Mengejar Matahari yang
meliputi tema, penokohan, latar dan alur.
Bab IV, berisikan hasil dan pembahasan tentang analisis nilai-nilai
edukatif dalam novel Mengejar Matahari adalah (1) nilai cinta dan kasih
sayang yang meliputi (a) kasih sayang terhadap sesama, (b) kasih sayang
terhadap keluarga, (2) nilai toleransi, (3) nilai kesabaran (mampu
mengendalikan diri), (4) nilai tanggung jawab.
Bab V, berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran. Kemudian
lembar-lembar berikutnya adalah daftar pustaka dan sinopsis.

Senin, 27 Desember 2010

proposal skripsi

PENERAPAN TEKNIK PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DI KELAS V
SDN JATISURA I KECAMATAN JATIWANGI
KABUPATEN MAJALENGKA
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
DIAN AJENG TRIANI
0709248
PROGRAM SI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSTAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
1
PROPOSAL SKRIPSI
A. Judul penelitian
PENERAPAN TEKNIK PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DI KELAS V SDN JATISURA I KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA
B. Bidang Kajian
Bidang kajian yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai desain pembelajaran, dengan fokus yang berkaitan dengan Penerapan Teknik Permainan Bahasa Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi di Kelas V Sekolah Dasar.
C. Pendahuluan
Pengajaran Bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Pada hakekatnya pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Guru dituntut mampu memotivasi siswa agar mereka dapat meningkatkan minat baca terhadap karya sastra, karena dengan mempelajari sastra siswa diharapkan dapat menarik berbagai manfaat dari kehidupannya. Maka dari itu seorang guru harus dapat mengarahkan siswa memiliki karya sastra yang sesuai dengan minat dan kematangan jiwa mereka. Berbagai upaya dapat dilakukan salah satunya dengan memberikan tugas untuk membuat karya sastra yaitu menulis puisi.
Keterampilan menulis puisi perlu ditanamkan kepada siswa di sekolah dasar, sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk mengapresiasikan puisi dengan baik. Mengapresiasikan sebuah puisi bukan hanya ditujukan untuk penghayatan dan pemahaman puisi, melainkan berpengaruh mempertajam terhadap kepekaan perasaan, penalaran, serta kepekaan anak terhadap masalah
2
kemanusiaan. Kemampuan tersebut ditentukan oleh beberapa faktor penting dalam proses pembelajaran menulis puisi. Selain penerapan model, metode dan strategi yang tepat, juga yang sangat menentukan adalah peranan guru dalam proses pembelajaran terhadap siswa. Dalam pembelajaran menulis puisi di Sekolah Dasar masih ditemukan berbagai kendala dan hambatan, hal ini yang berkaitan dengan ketepatan penggunaan model atau teknik dalam pembelajaran sastra dalam hal menulis puisi. Demikian pula dengan permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran menulis puisi di kelas V Sekolah Dasar Negeri Jatisura I, selama ini kurang menggembirakan. Penulis menemukan beberapa permasalahan yang timbul dari guru maupun murid. Hal ini diperoleh dari hasil penelitian, pengamatan dan wawancara dengan guru kelas V dan siswa kelas V SDN Jatisura I pada hari Jum’at tanggal 30 Januari 2009 dalam pembelajaran menulis puisi. Dalam pembelajaran menulis puisi ini guru hanya membacakan salah satu puisi dalam buku paket dan menyuruh siswa untuk menuliskan puisi tersebut lalu guru menyuruhnya untuk membacakannya di depan kelas. Sedangkan siswa tidak diberi kesempatan untuk menulis puisi dengan bahasa atau kata-katanya sendiri dan kemampuannya sendiri. Pastinya pembelajaran tersebut sangat kurang tepat, di sini terkesan tidak adanya aktivitas dan kreatifitas siswa dalam menulis puisi. Ketika penulis memberikan tugas pada siswa untuk menulis puisi dengan kata-kata atau bahasanya sendiri, siswa terlihat kesulitan dalam menyusun kata-kata dengan bahasanya sendiri, hal itu disebabkan karena selama pembelajaran Bahasa Indonesia dengan guru kelas V mereka tidak pernah diberi kesempatan untuk menuliskan puisi dengan kata-kata atau bahasanya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut Wellek dan Waren menyatakan: Dalam menulis puisi, anak harus diperhatikan bahasa yang sesuai dengan unsur-unsur yang ada dalam puisi: (2004: 13-15).
Melihat dari kondisi tersebut, akhirnya penulis mempunyai ide untuk memperbaiki pembelajaran tersebut dengan menerapkan teknik Permainan Bahasa dalam pembelajaran menulis puisi di kelas V, karena bernain bagi anak-anak tak ubahnya seperti beerja bagi orang dewasa. Bermain merupakan kegiatan
3
yang menimbulkan kenikmatan yang akan menjadi rangsang bagi perilaku lainnya. Waktu untuk anak-anak bermain tidak jauh berbeda dengan waktu untuk bekerjanya orang dewasa. Usia siswa SD merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia. Anak-anak merupakan makhluk yang unik sehingga dalam pembelajaran mereka tidak harus merasa terpenjara. Bermain merupakan pemicu kreativitas. Anak yang banyak bermain akan meningkat kreativitasnya (Charlotte Buhler, dalam Sugianto, 1997), bermain merupakan sarana untuk mengubah potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Maka dari itu penulis mengambil Teknik Permainan Bahasa dalam pembelajaran menulis puisi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas V.
D. Perumusan dan Pemecahan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan pada tanggal 30 Januari 2009, penulis menemukan beberapa permasalahan mendasar yang menyebabkan rendahnya tingkat kemampuan menulis puisi di kelas V SDN Jatisura I. Permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Permasalahan ynag pertama adalah hampir sebagian besar siswa kelas V SDN Jatisura I kesulitan untuk menulis puisi dengan bahasanya sendir, kata-katanya sendiri atau pun gagasannya sendiri, karena guru langsung memberikan contoh puisi dan menyuruh siswa untuk menuliskan contoh puisi tersebut tanpa memberikan kesempatan pada siswa untuk menulis puisi dengan kemampuannya sendiri atau dengan kata-katanya sendiri, bahasanya sendiri, atau pun dengan gagasannya sendiri. Padahal puisi akan lebih indah apabila ditulis dengan kata-kata sendiri, kemampuannya sendiri, atau pun dengan gagasannya sendiri. Permasalahan yang kedua, siswa kesulitan menentukan tema sebuah puisi. Permasalahan yang ketiga adalah siswa kelas V SDN Jatisura I mendapat kesulitan menggunakan kata-kata (kosakata) untuk dituangkan ke dalam sebuah puisi yang ingin mereka tulis. Masalah umum penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
4
1. Bagaimana meningkatkan desain pembelajaran menulis puisi dengan teknik Permainan Bahasa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Jatisura I?
2. Apakah pelaksanaan pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik Permainan Bahasa dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN Jatisura I?
2. Pemecahan Masalah Untuk mengatasi permasalahan yang dirumuskan di atas, maka suatu model dituntut untuk dapat mengakibatkan siswa agar lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran menulis puisi. Alternatif yang akan dikembangkan adalah dengan menggunakan teknik Permainan Bahasa. Menurut Soeparno (1998:60) pada hakikatnya permainan bahasa merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Dengan teknik Permainan Bahasa siswa akan aktif dalam membuat kalimat hingga mampu mengembangkan menjadi sebuah puisi.
Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam teknik Permainan Bahasa yaitu sebagai berikut; perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam perencanaan guru mengkondisikan siswa pada situasi belajar yang menyenangkan, guru mengecek kehadiran siswa dan guru mengadakan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang pengalaman yang menarik dan menyenangkan yang pernah mereka alami. Pada proses pelaksanaan guru memberikan penjelasan tentang puisi dan cara-cara membuat puisi yang menyenangkan dengan kemampuan mereka sendiri, guru menuliskan sebagian puisi secara langsung dengan kata-kata sendiri guna untuk merangsang kemampuan berbahasa mereka lalu guru bersama siswa melengkapi puisi tersebut dengan kata-kata yang mereka kuasai sesuai dengan teknik Permainan Bahasa yang telah dijelaskan, setelah itu guru memberikan kesempatan pada siswa dengan berkelompok untuk membuat puisi dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan teknik yang telah diberikan oleh guru. Sedangkan pada proses evaluasi guru menilai ketepatan penentuan tema dengan puisi yang
5
telah dibuat, guru menilai penggunaan kata-kata, sesuai atau saling berkaitan atau tidaknya kata-kata tersebut dengan tema yang ingin disampaikan oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “ jika pembelajaran menulis puisi dilaksanakan dengan teknik permainan bahasa, maka kemampuan menulis puisi pada kelas V SDN Jatisura I akan meningkat”
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui desain pembelajaran puisi dengan menggunakan teknik permainan bahasa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN Jatisura I.
2. Untuk mengetahui meningkatnya kemampuan menulis puisi dengan menerapkan Teknik Permainan Bahasa di Kelas V SDN Jatisura I Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dalam menerapkan teknik Bermain Kata atau Bahasa daam kegiatan pembelajaran menulis puisi serta dapat mengatahui tingkat keberhasilan penerapan teknik ini.
2. Bagi Guru
Dapat membantu dalam meningkatkan pembelajaran menulis puisi pada siswa di masa yang akan datang, dapat membantu guru untuk menentukan suatu teknik yang kreatif yang dapat menunjang keberhasilan pembelajara, mampu menarik perhatian dan minat bakat siswa.
3. Bagi Siswa
6
Dari hasil penelitian ini siswa diharpkan memiliki kemampuan menulis puisi dengan baik dan terampil dalam menciptakan karya sastra khususya puisi.
G. Batasan Istilah
1. Teknik Permainan Bahasa adalah suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara menggembirakan. (Soeparno: 1998:60)
2. Meningkatkan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperbaiki yang sudah ada.
3. Kemampuan adalah kesanggupan, kekuatan, kecakapan.
4. Menulis puisi adalah mengekspresikan pengalaman batin mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa tulis yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya.
H. Kajian Pustaka
1. Pengajaran Bahasa dan Sastra di SD
a. Pengajaran Puisi di SD
b. Tujuan Pembelajaran Puisi di SD
c. Ruang Lingkup Pengajaran Apresiasi Puisi
d. Teknik-teknik Mengajarkan Puisi
e. Memilih dan Menyusun Bahan Pengajaran Puisi
f. Urutan Kegiatan Mengajarkan Puisi
g. Evaluasi Pembelajaran Puisi
2. Hakikat Menulis di SD
a. Pengertian Menulis
b. Tujuan Menulis
c. Manfaat Menulis
d. Macam-macam Menulis di SD
e. Proses Menulis
3. Sastra
a. Pengertian sastra
7
b. Jenis jenis sastra
c. Teknik pembelajaran sastra
4. Puisi
a. Pengertian Puisi
b. Hakekat Puisi
c. Metode Puisi
d. Ragam Puisi
e. Unsur-unsur Puisi
5. Puisi Anak
a. Pengertian Puisi Anak
b. Jenis-jenis Puisi Anak
6. Bermain Kata
a. Hakikat Permainan Bahasa
b. Tujuan Permainan Bahasa
c. Kekurangan dan Kelebihan Teknik Permainan Bahasa
d. Cara-cara teknik Permainan Bahasa
I. Rencana dan Prosedur Penelitian
1. Rencana Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Jatisura I Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN Jatisura I yang berjumlah 26 siswa, yang terdiri dari 14 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki.
c. Lamanya Penelitian
Lamanya penelitian diperkirakan selama kurang lebih 4 Bulan.
2. Desain dan Metode Penelitian
a. Desain Penelitian
8
Sebagai upaya mencari pembuktian dan solusi dari masalah yang diangkat dalam penelitian ini, peneliti telah menentukan dan merancang desain penelitian dengan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Ebbut dalam Wiriatmadja mengatakan: Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah sajian sistimatika dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut (2005: 12). Beberapa alasan pemilihan metode penelitian dengan menggunakan PTK adalah hal pertama dikernakan TPK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Kedua, PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi professional dalam kegiatan proses KBM. Ketiga, dengan melaksanakan tahap-tahap dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Keempat, pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang pengajar (guru), karena tidak perlu meninggalkan kelas pada saat KBM berlangsung. Kelima, dengan melaksanakan PTK pengajar menjadi lebih kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan taknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipahaminya. Rancangan penelitian yang akan digunakan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart, yaitu model Spiral.
9
Alur Penelitian Tindakan Kelas:
Refleksi Perencanaan
Observasi
Tindakan
Refleksi Perencanaan Observasi
Tindakan
10
b. Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa Metode adalah cara yang teratur dan terarah baik-baik untuk mencapai tujuan. Metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk mnciptakan situasi pembelajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran Proses Belajar Mengajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Selanjutnya Surakhmad mengatakan, “Metode adalah suatu cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan” (1985: 31). Oleh karena itu, metode ang relevan dengan suatu kegiatan akan menunjang keberhasilan suatu penelitian. Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari data secara merata dari peserta didik secara komprehensif tentang pembelajaran menulis puisi.
3. Prosedur Penelitian
a. Perencanaan tindakan Guru dan peneliti secara kolaboratif merencanakan tindakan, langkah-langkah perencanaan tindakan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Permohonan ijin kepada Kepala Sekolah dan guru kelas V, serta guru-guru kelas lainnya sebagai mitra peneliti.
2) Mengadakan penelitian awal untuk memperoleh data.
3) Memperkenalkan model pembelajaran yang dianggap lebih efektif untuk pencapaian indicator.
4) Menyusun rencana pembelajaran dengan model Bermain Kata atau Bahasa.
5) Menyiapkan instrumen pengumpul data untuk digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru kelas V SDN Jatisura I. Guru kelas V bersama peneliti
11
melaksanakan pembelajaran menulis puisi dengan menerapkan teknik bermain kata. Apabila tujuan pembelajaran belum tercapai pada tahap atau siklus pertama maka dilanjutkan pada tahap atau siklus berikutnya. c. Analisis dan Refleksi Dalam tahap ini penulis akan menganalisa dan menginterpretasikan data dari hasil observasi, apakah tindakan yang dilakukan telah mencapai target yang telah ditentukan atau belum, sehingga dapat ditentukan rencana pembelajaran berikutnya. d. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan dengan teliti san sistematis untuk tujuan tertentu.
2) Wawancara
Wawancara marupakan teknik pengeumpulan informasi melalui komunikasi secara langsung dengan responden. Teknik wawancara dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data tentang pendapat siswa mengenai proses belajar yang dialami oleh mereka.
3) Tes
Tes adalah sebuah alat atau prosedur sistematik bagi pengukuran sebuah contoh perilaku.
4) Catatan Lapangan
Catatan Lapangan digunakan sebagai pengumpul data dalam penilaian kualitatif untuk mencatat kejadian-kejadian selama proses berlangsung. 4. Teknik Pengolahan dan Anlisis Data
a. Teknik Pengolahan
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, tes dan catatan lapangan. Data yang diperoleh
12
dengan teknik-teknik tersebut dikumpulkan secara bertahap pada setiap pelaksanaan pembelajaran.
b. Analisis Data
Penulis menggunakan beberapa teknik pengumpul data untuk memperoleh data yang sama. Data yang diperoleh dengan teknik wawancara dicek keabsahannya dengan teknik observasi dan begitu pula sebaliknya atau dengan pengecekkan silang dengan teman sejawat. 5. Validasi Data Untuk menguji kebenaran penelitian PTK, maka setiap data yang diperoleh keabsahannya. Pengecekkan keabsahan data pada penelitian ini adalah dengan cara Triangulasi, Member Cek, Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi dan Audit Trial. J. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
1
Penyusunan Proposal
Minggu pertama bulan Januari sampai minggu pertama bulan Februari 2009
2
Seminar Proposal
Minggu kedua bulan Februari 2009
3
Penyempurnaan Proposal
Minggu ketiga bulan Februari sampai minggu pertama bulan Maret 2009
4
Pelaksanaan Penelitian a. Pengumpulan data b. Tindakan siklus I c. Tindakan siklus II d. Tindakan siklus III
Minggu kedua bulan Maret 2009 Minggu ketiga bulan Maret 2009 Minggu keempat bulan Maret 2009 Minggu kelima bulan Maret 2009
5
Pengolahan data dan analisis data
Minggu pertama sampai minggu kelima bulan April 2009
13
6
Penyusunan dan revisi laporan
Bulan Mei sampai Bulan Juni 2009
K. Daftar Pustaka Resmini, Novi dkk. 2006. Membaca dan Menulis di SD: Teori dan Pengajarannya. Bandung: UPI PRESS Hatimah, Ihat dkk. 2006. Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI PRESS Hermawan Ruswandi dkk. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cahyani, Isah dan Hodijah. 2008. Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS Wiriatmadja, R. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosda Karya Mudhofir Muhammad dan Atisah. 2004. Tangkas Berbahasa Indonesia Kelas 5. Bandung: Rosda Djuanda, Dadan. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Pembelajaran. Bandung: UPI PRESS L. Lampiran Format penilaian Menulis Puisi dengan Teknik Bermain Kata atau Bahasa
No
Nama Siswa
Aspek yang Dinilai
Jml Skor
Nilai
Tafsiran
Relevansi Isi dengan gagasan
Menentukan Tema
Pemilihan Kata-kata
3
2
1
3
2
1
3
2
1
L
TL
1.
2.
3.
14
4.
5.
6.
7.
Jumlah
Presentase
Deskripsi Penilaian A. Relevansi Isi Puisi dengan Gagasan
3 Relevansi isi puuisi sesuai dengan gagasan
2 Relevansi isi puisi kurang sesuai dengan gagasan
1 Relevansi isi puisi tidak sesuai dengan gagasan B. Penentuan Tema
3 Penentuan tema sesuai dengan puisi yang dibuat
2 Penentuan tema cukup sesuai dengan puisi tang dibuat
1 Penentuan tema tidak sesuai dengan puisi yang dibuat. C. Penggunaan Kata-kata
3 Susunan kata-kata yang ditulis sudah padu dan utuh
2 Susunan kata-kata yang ditulis kurang padu dan utuh
1 Susunan kata-kata yang ditulis tidak padu dan utuh. Kriteria Penilaian NA (Nilai Akhir) = Skor yang diperoleh x 10 Skor Maksimal
15
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas : V (Lima) Materi Pokok : Puisi Waktu : 2 x 35 menit
I. Standar Kompetensi
Mampu mengapresiasikan ragam sastra anak melalui kegiatan mendengarkan dan menanggapi cerita rakyat, mendengarkan dan menanggapi cerita pendek, menulis prosa sederhana, memerankan drama anak tanpa teks, menulis puisi.
II. Kompetensi Dasar
Menulis Puisi dengan pilihan kata yang tepat
III. Indikator
A. Menjelaskan makna puisi (unsur-unsur puisi, bentuk/cirri puisi dan cara menulis puisi)
B. Membuat puisi dengan kata-kata sendiri
C. Menentukan gagasan pokok
IV. Materi, Media, Metode danSumber
A. Materi
Contoh Puisi:
16
Matahari Matahari… Engkau sinari bumiku Engkau hangatkan bumiku Menjadikan kami tak kedinginan Matahari… Tuhan menciptakan mu Hanya untuk kami Penghuni bumi yang abadi.
B. Media
Guru menggunakan media dan alat peraga alam sekitar dan gambar, untuk membuat puisi.
C. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Inkuiri
4. Diskusi
D. Sumber
Buku paket Gemar Berbahasa Indonesia Kelas V dan buku paket Tangkas Berbahasa Indonesia, KTSP. V. Langkah-langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal (5 Menit)
1. Guru mengucap salam dan bersama-sama siswa berdoa untuk memulai pembelajaran
2. Guru mengecek kehadiran siswa
3. Guru melakukan apersepsi tentang alam dan puisi.
17
B. Kegiatan Inti (60 menit)
1. Guru menjelaskan tentang makna puisi
2. Sisiwa memperhatikan pembelajaran yang guru sampaikan
3. Guru memberikan contoh puisi pada anak / siswa dengan langsung membuat puisi dengan kata-kata sehari-hari
4. Siswa mencoba dan ikut membantu dalam pembuatan puisi yang guru lakukan
5. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok
6. Guru memberikan tugas pada siswa untuk membuat puisi sederhana dengan menggunakan kata-kata sendiri, dengan media alam sekitar dan gambar dengan menyuruh seluruh siswa untuk keluar kelas lalu membacakan hasil karyanya
7. Siswa dengan berkelompok membuat puisi dengan kata-katanya sendiri lalu salah satu dari mereka membacakannya.
8. Guru mengevaluasi hasil karya siswa.
C. Kegiatan Akhir (5 menit)
1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran
2. Guru mengucap salam untuk menutup pembelajaran.
VI. Evaluasi A. Prosedur Tes : Proses B. Jenis Tes : Produk C. Alat Penilaian : Format Penilaian
18
LEMBAR WAWANCARA UNTUK SISWA Wawancara Ke : Waktu Wawancara : Masalah : Responden :
No
Pertanyaan
Jawaban
1.
Bagaimana perasaanmu ketika mempelajari tentang puisi?
2.
Apa yang membuat kamu merasa kesulitan dalam membuat puisi?
3.
Apa yang dapat membuatmu merasa mudah untuk membuat sebuah puisi?
4.
Apakah kamu senang dengan pembelajran membuat puisi?
5.
Apakah dengan melakukan pembelajaran di luar kelas dapat membantu menemukan kata-kata yang bagus untuk dituangkan ke dalam puisi?
Pewawancara,
19
CATATAN LAPANGAN
Pelaksanaan Tindakan : Pertemuan Ke : Hari/Tanggal : Waktu :
No
Fokus
Deskripsi Proses Belajar
1.
Tahap Perencanaan Mempersiapkan metode pembelajaran Mempersiapkan media dan alat pembelajaran
2.
Tahap latihan
3.
Tahap evaluasi
Jatiwangi, ……………….2008 Observer, Peneliti,
20
LEMBAR OBSERVASI KINERJA GURU
Nama Guru : Tanggal Observasi : Kegiatan :
Pertanyaan
Ya
Tidak
A. Perencanaan Penggunaan Metode Inkuiri
 Menyiapkan tujuan pembelajaran
 Menyiapkan materi
 Menyiapkan media dan alat peraga
B. Pelaksanaan Penggunaan Metode Inkuiri dan diskusi
 Mengembangkan materi sesuai dengan apa yang dipelajari
 Mengelompokkan siswa
 Memusatkan perhatian siswa pada pembelajaran
 Membimbing siswa pada saat membuat puisi dengan kata-kata sendiri
C. Evaluasi Penggunaan Metode Inkuiri
 Melaksanakan tes individu
 Menganalisis hasil karya siswa
 Memperoleh kesimpulan berdasarkan hasil analisis di atas.
Jatiwangi, ………………. 2008 Observer,
21
DATA AWAL HASIL PENILAIAN MENULIS PUISI KELAS V SDN JATISURA I KECAMATAN JATIWANGI
No
Nama Siswa
Aspek yang Dinilai
Jumlah Skor
Tafsiran
Relevansi isi puisi dengan gagasan
Menentukan Tema
Pemilihan Kata-kata
L
TL
3
2
1
3
2
1
3
2
1
1
Ajeng Novi Dwi L
.
.
.
4
2
Awaludin Amin
.
.
.
5
3
Amira Nabila
.
.
.
7
4
Cucu Kurniasih
.
.
.
4
5
Cicih Carsih
.
.
.
3
6
Dina Rosita
.
.
.
5
7
Dede Amidah
.
.
.
6
8
Dede Fathur
.
.
.
4
9
Diki Rahayu
.
.
.
4
10
Eldi Nugraha
.
.
.
4
11
Eva Legiawati
.
.
.
4
12
Faozi A. R
.
.
.
5
13
Iyang Siti Hardiyanti
.
.
.
4
14
Imanudin Azzamki
.
.
.
4
15
Maulana Budiman
.
.
.
3
16
M. Salman Ramadhan
.
.
.
6
17
Naiki Intuisina
.
.
.
4
18
Ovi Generous
.
.
.
7
19
Rahmad Junuardi
.
.
.
5
20
Siti Salamah
.
.
.
6
21
Sri Anisyah
.
.
.
5
22
Sunandar
.
.
.
4
22
23
Teti Hidayati
.
.
.
4
24
Tiarawan
.
.
.
6
25
Yuli Juliana
.
.
.
7
26
Yulia Nuraini
.
.
.
7
Jumlah
4
7
15
22
4
12
14
131
8
18
Persentase
15
27
58
84
15
46
54
30
70
Kriteria Penilaian: NA (Nilai Akhir) = Skor yang diperoleh x 10 Skor Maksimal

Senin, 01 November 2010

analisis kesalahan berbahasa

Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa dan Analisis Kontrastif



Kesalahan yang dibuat oleh siswa pada saat mempelajari atau menggunakan B2 menarik perhatian para ahli, terutama para ahli yang bergerak dalam bidang pengajaran bahasa. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak buku yang ditulis untuk memperkenalkan pendekatan baru dalam pengajaran bahasa. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan analisis sesalahan berbahasa dan analisis kontrastif.

Tujuan yang hendak dicapai dengan penyajian kegiatan belajar dua dalam modul ini adalah harapan agar Anda dapat membedakan sekaligus memahami hubungan antara analisis kesalahan berbahasa dengan analisis kontrastif. Untuk tujuan tersebut, marilah kita cermati sajian berikut ini.

Permasalahan

Baik analisis kesalahan berbahasa maupun analisis kontrastif, masing-masing mempunyai permasalahan sendiri-sendiri. Permasalahan-permasalahan yang dimaksud dapat dilihat pada uraian di bawah ini.



Permasalahan dalam Analisis Kesalahan Berbahasa

Sebagai seorang guru atau calon guru yang sedang berpraktik mengajarkan bahasa Indonesia, apabila diperhatikan dengan saksama, Anda akan menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa. Kesalahan-kesalahan itu ternyata dapat Anda pilah dalam dua kategori, yaitu kategori kesalahan dalam bidang keterampilan dan kesalahan dalam bidang linguistik. Kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan terjadi pada saat siswa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Sedangkan kesalahan dalam bidang linguistik meliputi tata bunyi, tata bentuk kata, dan tata kalimat.

Temuan-temuan Anda ini sangat menarik dan segera diatasi agar proses belajar-mengajar berhasil dengan baik. Dengan demikian permasalahan yang ditangani analisis kesalahan berbahasa itu berkisar pada kesalahan dalam keterampilan berbahasa dan kesalahan dalam kebahasaan (linguistik).

Permasalahan dalam Analisis Kontrastif

Berdasarkan kenyataan menunjukkan bahwa orang Indonesia umumnya dan para siswa khususnya tergolong dwibahasawan. Bahasa Indonesia dianggap sebagai B2 bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Pengajaran bahasa Indonesia dimulai sejak taman kanak-kanak. Ini berarti bahwa pembinaan bahasa telah dimulai sejak dini. Namun ternyata masih terdapat banyak kesalahan dan persoalan dalam berbahasa Indonesia. Persoalan kebahasaan yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Indonesia ialah adanya pengaruh Bl (bahasa daerah atau bahasa ibu) terhadap B2 (bahasa Indonesia atau bahasa yang dipelajari). Pengaruh itu ada yang berkaitan dengan tata bunyi, tata bentuk kata, dan ada pula yang berhubungan dengan tata kalimat. Persoalan yang muncul bagaimana seorang guru bahasa dapat memberantas atau mengurangai pengaruh Bl terhadap bahasa yang sedang dipelajari para siswa? Salah satu cara yang diajukan melalui analisis kontrastif.

Batasan

Batasan dalam uraian ini diartikan sama dengan pengertian. Untuk jelasnya batasan antara analisis kesalahan dengan analisis kontrastif dapat Anda simak

uraian di bawah ini.

Analisis Kesalahan

Batasan atau pengertian analisis kesalahan sudah Anda pelajari pada kegiatan belajar satu modul ini. Namun tidak ada jeleknya jika dalam kegiatan belajar dua ini kita ulas kembali.

Jika kita perhatikan, maka salah satu pekerjaan guru (yang paling tidak disukai?) ialah mengoreksi pekerjaan siswa. Kegiatan mengoreksi ini tidak lain menilai kompetensi bahasa siswa yang muncul dalam performansinya. Pada saat guru menilai (mengoreksi) pasti menemui kesalahan. Kesalahan tersebut dianalisis dengan cara mengategorikan, menentukan sifat, jenis, dan daerah kesalahannya. Kegiatan guru semacam inilah yang sebenarnya disebut analisis kesalahan (Pateda. 1989-32)

Coba Anda bandingkan apa yang dikemukakan Pateda di atas dengan yang dikemukakan Ellis (daiam Tarigan, 1990:68) tenfang analisis kesalahan ini. EIUs memberi batasan bahwa yang dimaksud dengan analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, me! pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam data, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan pen\e-babnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu.



Kesalahan dibedakan dengan kekeliruan dan keseleo. Kesalahan mengacu pada kompetensi, kekeliruan mengacu pada performansi, sedangkan keseleo mengacu pada situasi pengucapan yang keliru, misalnya karena lupa atau adanya tekanan kejiwaan.

Analisis Kontrastif

Guru sering menghadapi kesulitan dalam mengajarkan B2 kepada para siswanya. Untuk itu guru harus mengenal analisis kontrastif. Analisis ini dapat membantu guru bahasa menolong dan sekaligus memperbaiki kesalahan siswa. Dengan demikian para siswa dapat segera menguasai bahasa sasaran (B2) yang dipelajari. Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan pengajaran bahasa mengasumsikan bahwa Bl mempengaruhi siswa ketika mempelajari B2. Pengaruh Bl sering kita dengar atau bahkan kita alami sendiri ketika belajar atau menggunakan B2. Kadang-kadang kata-kata tertentu atau konstruksi Bl mempengaruhi secara tidak disadari. Bahkan dengan mendengarkan pembicaraan orang, kita dapat menebak daerah asal si pembicara. Pengaruh yang dimaksud dapat terjadi pada ujaran bahasa, pilihan kata atau struktur kalimat.

Analisis kontrastif sebagai suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa menggunakan metode perbandingan, yaitu membandingkan antara unsur yang berbeda dengan unsur yang sama. Meskipun demikian titik berat analisis kontrastif ditekankan pada unsur-unsur kebahasaan yang berbeda.

Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa sasaran, yaitu bahasa yang dipeljari) sehingga guru dapat meramalkan kesalahan siswa dan si siswa segera menguasai bahasa yang dipelajari (Pateda, 1989:18).

Agar pengertian analisis kontrastif itu lebih jelas, Tarigan (1990:59) dengan nafas yang sama tetapi dengan kata-kata yang sedikit berbeda mengatakan bahwa analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan struktur Bl dengan B2 dengan langkah-langkah membandingkan struktur Bl dengan B2, memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.

Psikologi behavioris mendominasi analisis kontrastif. Teori ini menyatakan bahwa kesalahan berbahasa dalam menggunakan B2 disebabkan oleh adanya transfer negatif atau interferensi Bl siswa terhadap B2 yang sedang dipelajari siswa. Inti teori belajar psikologi behavioris adalah kebiasaan dan kesalahan. Analisis kontrastif dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan kesulitan siswa yang sedang belajar B2.



Ruang Lingkup Analisis



Setiap permasalahan mempunyai ruang lingkup atau cakupan sendiri-sendiri. Demikian juga persoalan analisis kesalahan dan analisis kontrastif. Untuk mengetahui ruang lingkup masing-masing, ikutilah penjelasan di bawah ini.

Ruang Lingkup Analisis Kesalahan

Anda pasti tahu bahwa setiap orang apakah dia orang tua, remaja, ataupun anak-anak, dalam kegiatan berkomunikasi lisan maupun tulis (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) setiap hari menggunakan bahasa. Dalam berkomunikasi dengan bahasa itu pasti membuat kesalahan. Kesalahan itu ada yang sistematis dan ada yang tidak sistematis. Dalam kaitannya dengan analisis kesalahan, yang disoroti adalah kesalahan yang bersifat sistematis. Kesalahan sistematis berarti kesalahan yang berhubungan dengan kompetensi. Kompetensi dalam pembicaraan ini adalah kemampuan pembicara atau penulis untuk melahirkan pikiran dan perasaannya melalui bahasa sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna yang mendukungnya. Kata dan kalimat berunsurkan bunyi-bunyi yang membedakan yang disebut fonem.

Memperhatikan penjelasan di atas, kesalahan yang perlu dianalisis mencakup tataran tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi) tata kalimat (sintaksis), dan tataran tata makna (semantik). Analisis kesalahan bidang tata bunyi berhubungan dengan kesalahan ujaran atau pelafalan, grafemik, pungtuasi, dan silabisasi. Analisis kesalahan dalam tata bentuk tentu saja kesalahan dalam membentuk kata terutarna pada afiksasi. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Dan yang berikutnya analisis kesalahan bidang semantik berkaitan dengan ketepatan penggunaan kata, frase atau kalimat yang didukung oleh makna baik makna gramatikal maupun makna leksikal.



Ruang Lingkup Analisis Kontrastif

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa analisis kontrastif muncul karena adanya kenyataan yang dialami siswa ketika mempelajari B2. Analisis kontrastif mencoba ingin menolong guru bahasa sekaligus menolong siswa yang sedang mempela­jari B2 agar segera menguasai bahasa sasaran tersebut. Analisis kontrastif terbatas hanya menganalisis dua bahasa dengan jalan membandingkannya, yakni membandingkan B2 dengan Bl atau antara bahasa yang dipelajari dengan bahasa ibu. Hasilnya terutarna perbandingan unsur kebahasaan yang berbeda akan membantu guru bahasa untuk meramalkan kesalahan yang kemungkinan dilakukan siswa dan sekaligus menolong siswa agar segera menguasai bahasa sasaran (B2).



Analisis Kesalahan Bertahasa

Materi yang dibandingkan berhubungan dengan tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), dan tata kalimat (sintaksis). Bidang tata bunyi berhubungan dengan bunyi (fonem) dan pelafalannya. Bidang tata bentuk berhubungan dengan imbuhan, kata dan pembentukannya. Bidang tata kalimat menyangkut urutan kata dan frase dikaitkan dengan hukum-hukumnya (DM, MD). Untuk keperluan itu semua perlu adanya deskripsi yang jelas antara bahasa Bl dan B2.

Objek merupakan sasaran yang digarap suatu kegiatan. Apa dan bagaimana objek analisis kesalahan dan analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian berikut.

Objek analisis kesalahan adalah bahasa. Oleh sebab itu analisis kesalahan

dalam pembicaraan ini identik dengan analisis kesalahan berbahasa. Analisis kesalahan menitikberatkan analisisnya pada bahasa ragam formal. Seperti kita ketahui dilihat dari ragam pemakaiannya bahasa itu dibedakan atas bahasa ragam santai dan bahasa ragam formal. Bahasa ragam formal digunakan orang pada situasi formal seperti berpidato, berceramah, khotbah, berdiskusi, berseminar, berkongres, berkonferensi, bermusyawarah, dosen memberikan kuliah, guru mengajar di depan kelas, dan sebagainya yang jelas bahasa yang digunakan dalam situasi resmi.

Analisis kesalahan ditekankan pada proses belajar B2 (termasuk bahasa asing). Dengan demikian objek analisis kesalahan adalah bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna.

Objek Analisis Kontrastif

Objek analisis kontrastif adalah bahasa. Meskipun yang menjadi objek adalah bahasa, tetapi hasil analisisnya bukan untuk kepentingan bahasa itu sendiri melainkan untuk kepentingan pengajaran bahasa. Dengan begitu, bahasa sebagai objek dapat dilihat dari bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran. Sebagai bahan pengajaran berkaitan erat dengan guru dan siswa, sebab guru yang bertindak sebagai pelaksana pengajaran bahasa dan siswa sebagai sasaran yang mempelajari bahasa.

Dilihat dari sudut bahasa, bahasalah yang dibandingkan. Dilihat dari guru, guru sebagai pelaksana perbandingan. Dan dilihat dari siswa diharapkan siswa segera menguasai bahasa yang dipelajarinya, sebab kesalahan-kesalahan yangmungkin akan dibuatnya segera dapat diramalkan berdasarkan perbandingan bahasa sebelumnya.

Tujuan

Akhirnya sampailah kita pada pembicaraan tujuan. Oleh karena analisis itu merupakan suatu kegiatan, maka ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan analisis kesalahan maupun analisis kontrastif dapat dibaca pada uraian di bawah ini.



Telah dikatakan di atas bahwa analisis kesalahan dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat, daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-ke-salahan, guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri. Dengan demikian jelas bahwa antara analisis kesalahan dengan bidang kajian yang lain, misalnya pengelolaan kelas, interaksi belajar-mengajar, perencanaan pengajaran, pengajaran remedial, penyusunan ujian bahasa, dan bahkan pemberian pekerjaan rumah ada hubungan timbal balik.

Khusus untuk guru, analisis kesalahan dapat digunakan untuk (1) menentukan urutan sajian, (2) menentukan penekanan-penekanan dalam penjelasan dan latihan, (3) memperbaiki pengajaran remedial, (4) memilih butir-butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa siswa (Pateda, 1989:36).

Corder (dalam Baraja, 1981:12) mengatakan bahwa analisis kesalahan itu mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan yang bersifat praktis tidak berbeda dengan tujuan analisis tradisional, sedangkan tujuan yang bersifat teoretis ialah adanya usaha untuk memahami proses belajar bahasa kedua. Bagi seorang guru, yang penting menemukan kesalahan itu kemudian menganalisisnya. Hasil analisis sangat berguna untuk tindak lanjut proses belajar-mengajar yang dilakukan.

Dengan memperhatikan tujuan di atas, seorang guru yang akan menerapkan analisis kesalahan tentu hams memiliki pengetahuan kebahasaan yang memadai. Dia harus paham benar tata bahasa yang baku dan berlaku. Misalnya tentang kebakuan pelafalari, tulisan (ejaan), bentukan kata, dan tata kalimatnya. Dalam hal ini guru dihadapkan pada dua persoalan, yaitu apa yang salah dan bagaimana memperbaikinya.

Pengetahuan yang cukup memadai sangat diperlukan oleh seorang guru. Lebih-lebih pengetahuan dan pemahaman tata bahasa. Sebagai ilustrasi perhatikanlah contoh kalimat di bawah ini.



Pohon itu syarat dengan buah.

la tidak memenuhi sarat menjadi ABRI.

Salatnya tetap syah meskipun tidak memakai peci.

Sah Iran yang terakhir adalah Mohammed Reza Pahlevi.



Jika sekiranya guru tidak memahami perbedaan antara “syarat” dan “sarat”, “syah” dan “sah” tentu guru tidak dapat menjelaskan kepada siswanya bahwa penggunaan keempat kata tersebut salah.

Senada dengan yang diucapkan Corder, Tarigan (1990:77) mengatakan bahwa tujuan analisis kesalahan itu bersifat aplikatif dan teoretis. Aplikatif mengurangi dan memperbaiki kesalahan berbahasa siswa. Teoretis mengharapkan pemeroleh-an bahasa siswa pada gilirannya dapat memberikan pemahaman ke arah proses pemerolehan bahasa secara umum.

Tujuan Analisis Kontrastif

Seperti halnya analisis kesalahan memiliki tujuan, demikian pula analisis kontrastif. Pateda (1989:20) menjelaskan bahwa analisis kontrastif bertujuan:

1. menganalisis perbedaan antara Bl (bahasa ibu) dengan B2 (bahasa yang sedang
dipelajari) agar pengajaran bahasa berhasil baik;

2. menganalisis perbedaan antara Bl dengan B2 agar kesalahan berbahasa siswa
dapat diramalkan dan pengaruh Bl itu dapat diperbaiki;

3. hasil analisis digunakan untuk memmtaskan keterampilan berbahasa siswa;

4. membantu siswa untuk menyadari kesalahannya Jalam berbahasa sehingga
siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajarinya dalam waktu yang
tidak terlalu lama.

Berdasarkan uraian di atas ternyata analisis kesalahan dengan analisis kontrastif itu sangat erat hubungannya. Analisis kontrastif merupakan salah satu bagian dari analisis kesalahan. Jika analisis kesalahan melihat kesalahan itu secara umum, analisis kontrastif melihat kesalahan itu secara khusus. Dikatakan demikian sebab analisis kontrastif melihat kesalahan dengan cara membandingkan antara Bl dengan B2. Hasil membandingkan itu dapat diketahui adanya pengaruh (in-terferensi) Bl ke dalam B2 yang sedang dipelajari siswa.

penelitian

Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya memperkenalkan dan memasyarakatkan isi Alquran adalah
kegiatan memahaminya lewat bahasa Indonesia terjemahan bagi masyarakat luas yang
belum atau kurang memahami bahasa Arab/Alquran. Bahasa terjemahan Alquran bagi
penerjemah merupakan salah satu wujud pemakaian bahasa ragam terjemahan yang
tertuang dalam bentuk tulisan. Pemakaian bahasa ragam terjemahan meliputi bahasa
sebagai sarana komunikasi sehari-hari dan bahasa sebagai sarana komunikasi budaya.
Untuk sarana komunikasi budaya pemakai bahasa sering kali harus menggunakan dua
bahasa dalam situasi yang bersamaan, misalnya bahasa Arab/Alquran dan bahasa
Indonesia sebagai terjemahannya.
Bahasa Indonesia terjemahan merupakan salah satu ragam pemakaian bahasa
yang ditentukan oleh ragam terjemahannya itu sendiri. Sementara itu, pemakaian bahasa
terjemahan dapat ditentukan fungsinya oleh tataran bahasa baku dan takbaku atau gramatikal
dan takgramatikal(Syafei, 1993:18).
Dalam kenyataannya, para pemakai bahasa, khususnya para penerjemah bukubuku
keagamaan, terutama penerjemah Alquran tidak dapat menghindari pemakaian
bahasa yang takbaku, baik pemakaian struktur sintaktis maupun struktur morfologis.
Dengan kata lain, para pemakai bahasa baku dalam situasi resmi sering menggunakan
bentuk-bentuk bahasa yang takbaku. Sebaliknya, para pemakai bahasa takbaku sering
juga memasukkan unsur-unsur bahasa baku. Jadi, bahasa baku dan bahasa takbaku sering
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 2
dipakai secara bersamaan, terutama dalam bahasa terjemahan. Akibat pemakaian bahasa
takbaku itulah, pemakaian bahasa terjemahan sering mengalami penyimpangan dalam
pemakaian kaidah baku bahasa Indonesia, seperti halnya dalam bahasa terjemahan
Alquran.
Selain itu, berdasarkan pengamatan yang seksama diperoleh gambaran tentang
kenyataan yang menunjukkan masih rendahnya mutu bahasa terjemahan; masih banyak
penyimpangan dalam pemakaian kaidah baku bahasa Indonesia, baik dalam buku-buku
pelajaran, buku-buku bacaan umum maupun buku-buku keagamaan. Untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas bahasa Indonesia terjemahan tersebut, perlu diupayakan
perolehan informasi mengenai hal itu. Informasi tersebut diharapkan dapat dijadikan
masukan dalam rangka peningkatan dan pengembangan serta pemasyarakatan kaidah
bahasa Indonesia dalam berbagai ragam bahasa Indonesia, khususnya ragam bahasa
terjemahan. Di samping itu hasil penelitian ini sangat diperlukan oleh para pemakai
bahasa Indonesia, terutama para pembaca dan penerjemah. Lagi pula hasil penelitian ini
dapat memperkaya khazanah kepustakaan linguistik terapan mengenai variasi bahasa
dilihat dari segi pemakaiannya.
Adapun pertimbangan lain perlunya penelitian bahasa Indonesia terjemahan
Alquran adalah karena bahasa Indonesia terjemahan Alquran merupakan bahasa
Indonesia yang paling sering dan banyak dibaca oleh masyarakat umum dan terpelajar di
kalangan kaum muslimin. Dengan kebiasaan melihat dan memperhatikan pemakaian
bahasa Indonesia terjemahan Alquran, para pembaca umum, pengutip terjemahan,
mubalig/penceramah, dan ilmuwan akan terbiasa memakai bahasa Indonesia terjemahan
tersebut. Hal ini akan ikut serta membantu upaya pemasyarakatan bahasa Indonesia
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 3
ragam terjemahan, terutama ragam bahasa Indonesia baku. Secara rinci alasan pemilihan
masalah pemakaian bahasa Indonesia terjemahan Alquran adalah sebagai berikut.
1. Terjemahan Alquran sering dikutip langsung oleh para penyusun buku peljaran
agama, SD, SMP, SMA, PT, dan para penyusun buku agama untuk masyarakat
umum.
2. Terjemahan Alquran telah dijadikan pedoman pengajaran dalam program terjemah
sistem 40 jam oleh MUI Jabar mulai tahun 2001 sampai sekarang.
3. Terjemahan Alquran banyak dibaca oleh kaum muslimin, khususnya orang-orang
yang belum atau kurang memahami bahasa Arab/Alquran.
4. Terjemahan Alquran yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia
(terbitan Kerajaan Arab Saudi tahun 1995) telah dijadikan bahan acuan dalam
program Alquran sebagai salah satu model komputerisasi Alquran.
5. Terjemahan Alquran yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia
(terbitan Kerajaan Arab Saudi tahun 1995) - dengan merujuk pada sekitar 60 buku
rujukan - sering dijadikan salah satu rujukan oleh para penerjemah Alquran pada
tahun 2000-an sehingga banyak terjemahan Alquran versi baru.
6. Terjemahan Alquran yang diterbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia
(terbitan Kerajaan Arab Saudi tahun 1995) dipandang berkualitas karena beberapa
alasan, antara lain: (1) terjemahan itu dibaca dan dijadikan rujukan oleh berjuta-juta
umat Islam dari berbagai kalangan dan (2) penerjemahan dikerjakan selama 8 tahun
(Syihabuddin, 2001:3).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 4
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, dapat dimunculkan seperangkat
permasalahan penelitian, antara lain yang berkaitan dengan pemakaian struktur dalam
bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Dalam penelitian ini dipermasalahkan ihwal derajat pemakaian partikel dalam
bahasa Indonesia terjemahan Alquran dengan pokok masalah penelitian yang dibatasi
pada sejumlah partikel (12 partikel tunggal) yang terletak di belakang/di depan verba,
nomina/adjektiva/numeralia yang tercantum dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran
terbitan Kerajaan Arab Saudi tahun 1995.
Pokok masalah penelitian tersebut dapat dirinci ke dalam beberapa pertanyaan
sebagai berikut.
1. Sejauhmanakah frekuensi pemakaian partikel yang mengikuti verba/adjektiva/nomina/
meralia dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran?
2. Bagaimanakah variasi pemakaian partikel yang mengikuti verba/adjektiva/nomina/numeralia
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran?
3. Bagaimana gambaran satuan gramatikal yang menyebabkan munculnya pemakaian
partikel dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran?
4. Sejauhmanakah derajat kebakuan pemakaian partikel dalam bahasa Indonesia terjemah
an Alquran?
5. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan gramatikal dan atau
ketidakbakuan dalam pemakaian partikel dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran?
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 5
D. Asumsi Penelitian
Penelitian ini mengacu pada evidensi yang menunjukkan bahwa pemakaian
bahasa Indonesia terjemahan sebagai bahasa sasaran dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain (1) karakter struktur bahasa sumber yang berbeda dengan bahasa sasaran
sehingga hal itu dapat menimbulkan ragam terjemahan baku dan terjemahan takbaku, (2)
latar belakang para pemakai bahasa itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan
pengalamannya, dan (3) sikap penutur atau pemakai bahasa sasaran.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian di sini mencakup 5 (lima) aspek, yaitu (1) metode, (2) sumber
data dan objek masalah, (3) operasionalisasi konsep, (4) instrumen penelitian, dan (5)
teknik analisis data. Secara singkat, masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut.
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah metode deskriptifevaluatlif
dengan model analisis isi. Adapun sumber datanya diambil dari dokumen
korpus bahasa Indonesia dalam terjemahan mushaf Alquran Terbitan Departemen Urusan
Agama Islam, Waqaf dan Irsyad Kerajaan Arab Saudi Arabia Tahun 1415 H (1995 M).
Objek masalahnya terfokus pada pemakaian 12 partikel bahasa Indonesia yang ditentukan
secara quota-purposif. Kemudian setiap konsep partikel dari keduabelas partikel itu akan
dioperasionalkan maknanya pada bagian lain. Selanjutnya data penelitian akan dijaring
melalui teknik dokumentasi dengan format pencatatan data. Setelah itu, data penelitian
yang telah terkumpul akan dianalisis secara kualitatif melalui verfikasi, deskripsi,
interpretasi, koreksi, evaluasi, remidi, dan konklusi dan secara kuantitatif dengan
menggunakan perhitungan-perhitungan statistik sederhana.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 6
Secara operasional, penggunaan metode penelitian ini mengacu pada alur atau
kerangka penelitian sebagai bereikut.
Masalah
Penelitian:
Sejauhmana
frekuensi,
variasi,
derajat
kebakuan
pemakaian
partikel BI
dan apa
faktor-faktor
pengaruhnya?
Operasionalisasi
Konsep
Partikel Baku
dan Partikel
TakBaku BI
Kesimpulan
- Frekuensi
- Variasi
- Derajat
Kebakuan
- Faktor-fakfor
Pengaruh
Instrumen
- Dokumen
- Format
Kerangka
Konseptual
- Konsep
Partikel BI
- Temuan
Terdahulu
Analisis Data
- Verifikasi
- Deskripsi
- Interpretasi/
- Komparasi
- Koreksi
- Konklusi
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahasa Baku
1. Pengertian dan Ciri-ciri Bahasa Baku
Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang mempunyai nilai
komunikatif yang paling tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam
situasi resmi atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan
baku, ejaan baku, kosakata baku, tata bahasa baku, serta lafal baku (Husain, 1993:13).
Adapun bahasa takbaku adalah bahasa yang dipakai dalam situasi atau lingkungan tidak
resmi, seperti dalam surat-menyurat, percakapan dengan teman atau orang sudah saling
mengenal lebih akrab, tawar-menawar di pasar, percakapan di tempat-tempat yang agak
santai, seperti di warung kopi, rumah makan, dan terminat bus. Biasanya kita tidak
terlalu terikat oleh kaidah-kaidah atau norma-norma bahasa yang telah kita sepakati
bersama (Husain, 1993:98).
Selanjutnya Arifin, E.Z. dan S. Amran, T (1995:18) mengemukakan bahwa
ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga
masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma
bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan
dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
Adanya ragam bahasa Indonesia baku dan takbaku disebabkan oleh 2 (dua) faktor,
yaitu sifat masyarakat yang diglosik dan (2) kebinekaan penduduknya (Supardo,
1988:43) sehingga masyarakat pemakai bahasa Indonesia adalah masyarakat yang
dwibahasawan, terutama masyarakat terpelajar.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 8
Sekaitan dengan itu, Syamsudin A.R. (2003) mengemukakan bahwa ciri bahasa
Indonesia baku dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu (1) segi ucapan, (2) segi fungsi
pemakaian, dan (3) segi struktur unsur kebahasaan. Ciri yang terakhir mencakup 9
(sembilan) aspek; salah satunya adalah menggunakan preposisi yang tepat. Pada bagian
lain fungsi dan makna aspek ini akan dijelaskan secara rinci. Selanjutnya akan digunakan
konsep partikel sebagai ganti dari preposisi sesuai dengan konsep yang terdapat dalam
tesis ini dengan mengacu pada pendapat salah seorang pakar bahasa, Anton M. Moeliono
(1976).
2. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Analisis Bahasa Baku
Bahasa baku berfungsi sebagai pemersatu, pemberi kekhasan, pembawa
kewibawaaan, dan kerangka acuan. Fungsi yang terakhir adalah sebagai kerangka acuan
bagi pemakaian bahasa dengan adanya norma dan kaidah yang jelas. Norma dan kaidah
kaidah itu menjadi menjadi tolok ukur bagi betul tidaknya pemakaian bahasa orang
seorang atau golongan. Dengan demikian, penyimpangan dari norma dan kaidah dapat
dinilai (TBBBI, 1992: 14-15).
Berdasarkan fungsi bahasa baku di atas, dapat dikemukakan bahwa tujuan analisis
bahasa baku adalah untuk mengetahui aspek-aspek penyimpangan dan derajat kebakuan
pemakaian suatu bahasa, dalam hal ini pemakaian bahasa Indonesia terjemahan Alquran
serta mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan ketidakbakuan pemakaian bahasa, ba-
-ik faktor interlingual maupun faktor intralingual. Adapun manfaatnya adalah untuk mem
berikan gambaran kepada para pemakai bahasa tentang bahasa baku dan bahasa takbaku
dalam komunikasi resmi dan kegiatan komunikasi sehari-hari yang tidak resmi.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 9
3. Analisis Sintaksis Bahasa Indonesia Baku
Yang dimaksud dengan analisis sintaksis ini ialah pemakaian alat-alat sintaksis
atau hubungan sintaksis, yaitu hubungan antarkata dalam kalimat. Sehubungan dengan
pemaiakan istilah ini, Azhar Umar, A (1991) dalam penelitiannya telah mempergunakan
istilah alat-alat kalimat yang sama maknanya dengan alat-alat sintaktis atau sarana
sintaksis atau wasail nahwiyyah (Hasanain, S.S, 1984:171) atau hubungan gramtaikal
KBBI, 1997: 1111). Selanjutnya dalam penelitian ini dipilih pemakaian istilah analisis
sintaksis atau hubungan sintaksis yang mengacu pada 3 (tiga) aspek, yaitu (1) kolokasi,
(2) urutan, dan (3) substitusi/kelaziman berdasarkan pendapat Salehuddin Saleh H
(1984) dan Kamal Badri (tt).
Istilah kolokasi (sanding kata) sepadan dengan tadhammun atau ‘alaqatu idmaj
sebagai lawan dari ‘alaqatu taqathu’ dalam bahasa Arab, yaitu asosiasi tetap kata dengan
kata lain dalam lingkungan yang sama (KBBI, 1997: 513). Firth yang pendapatnya dikutip
oleh Falmer (1981), lalu diterjemahkan oleh Ibrahim S.S. (1991) menganggap
tadhammun (kolokasi) sebagai salah satu tataran makna atau rumusan-rumusannya. Para
linguis lain berupaya menggabungkannya ke dalam tataran-tataran analisis bahasa lain.
Kemudian mereka beranggapan bahwa kolokasi itu dapat diperoleh – misalnya – dalam
tataran pola-pola fungsional (leksis) yang berkaitan betul – dari segi teori – dengan
sintaksis. Sebagian linguis beranggapan bahwa semua kata yang berkolokasi ditentukan
oleh makna kata-kata itu. Misalnya, berbicara tentang , berdiskusi tentang, dan berdebat
tentang (tepat/baku). Akan tetapi membicarakan tentang, mendiskusikan tentang, dan
memperdebatkan tentang (tidak tepat/takbaku atau keliru) karena ketiga verba itu
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 10
merupakan verba transitif yang dapat langsung berhubungan dengan objek tanpa memerlukan
bantuan kata yang berupa partikel tentang.
Urutan sepadan dengan rutbah atau tarkib atau tauzi’imauqi’i (distribusi letak)
dalam bahasa Arab. Menurut ilmu bahasa dalam KBBI (1997), urutan adalah kumpulan
unsur-unsur bahasa berstruktur yang secara teoretis terletak berderetan dalam suatu
hubungan formal. Falk (1979) yang pendapatnya dikutip oleh Umar, A (1991)
mengatakan bahwa struktur satuan bahasa merupakan alat gramatika untuk membentuk
suatu konstruksi termasuk di dalam kalimat. Struktur satuan bahasa ini dapat
mempengaruhi makna gramatikal, bahkan dapat mengakibatkan suatu kontruksi menjadi
tidak gramatikal. Misalnya: ini mobil baru dan ini baru mobil. Setiap urutan kata itu
menampilkan makna gramatikal yang berbeda. Perbedaan itu terjadi karena perubahan
urutan (struktur) kata. Dalam bahasa Arab, contoh tadi sepadan dengan: haadzihi
sayyaatun jadiidah dan haadzihi jadiidah sayyaarah. Dalam bahasa Arab terdapat urutan
kata yang bebas yang tidak mempengaruhi makna gramatikal dan ada urutan kata yang
wajib (mesti).
Istilah Kelaziman atau substitusi sepadan dengan luzum atau mulazamah, iltizam,
talazum atau istibdal dalam bahasa Arab. Dari segi makna ada perbedaan antara
kelaziman dalam bahasa Indonesia dan talazum dalam bahasa Arab. Yang dimaksud
dengan kelaziman dalam bahasa Indonesia ialah pemakaian kata sebagaimana lazimnya
atau pada umumnya atau kebiasaannya menurut para pemakai bahasa sebagaimana arti
kelaziman dalam KBBI (1997), yaitu kebiasaan (yang sudah umum). Adapun yang
dimaksud dengan kelaziman sebagai terjemahan dari kata luzum atau talazum dalam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 11
bahasa Arab, artinya ialah kemungkinan terpisah tidaknya antara satu kata dan kata
lainnya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Bahasa
Istilah pemakaian bahasa dalam penelitian ini mengacu pada konsep performansi
yang dikemukakan oleh Chomsky (1957) dalam kitabnya Syntactic Structure yang diterjemahkan
oleh Hasanain, S.S. (1984) ke dalam bahasa Arab, yaitu at-Tarkib al-Nahwy.
Istilah performansi ini sepadan dengan istilah al-ada dalam bahasa Arab. Performansi
pemakaian bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor linguistik dan faktor-faktor nonlinguistik.
Faktor-faktor linguistik yang mempengaruhi performansi atau pemakaian bahasa
seseorang dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu (1) faktor interlingual dan (2)
faktor intralingual. Faktor interlingual adalah faktor bahasa ibu pemakai bahasa, sedangkan
faktor intralingual ialah faktor kesulitan atau ketidaktahuan pemakai bahasa akan
kaidah-kaidah bahasa yang dipakai atau dipelajarinya. Kedua faktor ini dapat mengakibatkan
lahirnya bentuk-bentuk lingual yang salah atau tidak gramatikal pada produksi
bahasa seseorang.
Pemakaian bentuk bahasa yang berupa partikel (sebagai batasan masalah penelitian
ini) yang tidak tepat atau tidak gramatikal yang dapat digolongkan ke dalam pemakaian
takbaku (non-standar) merupakan akibat pengaruh faktor interlingual dan faktor
intralingual.
Berkaitan dengan hal di atas, Marsaban (1962) mengemukakan beberapa penyebab
sering terjadinya kesalahan dalam pemakaian bahasa Indonesia, yaitu antara lain:
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 12
(1) salah yang terjadi karena pengaruh bahasa daerah, misalnya:
- maka itu, makanya (salah, tidak baku) – karena itu, sebab itu (tepat, baku);
- kesemuanya (kurang tepat, tidak baku) – semuanya (tanpa awalan ke) (Dari bahasa Jawa
sakabehe?);
(2) salah karena pengaruh bahasa asing, misalnya:
- kamu dibolehkan untuk bertanya (kurang tepat, tidak baku) – kamu dibolehkan bertanya
- mempelajari tentang bahasa (kurang tepat, tidak baku) – mempelajari bahasa (tepat,
baku);
(3) Karena kurang tahu akan tatabahasa Indonesia:
- menanyakan tentang soal (kurang tepat, tidak baku) – menanyakan soal (tepat, baku)
- disebabkan karena (kurang tepat, tidak baku) – disebabkan oleh (tepat, baku).
Faktor-faktor penyebab seperti itulah yang dijadikan acuan atau patokan
konseptual dalam penelitian ini dalam mengungkap, memerikan, dan menganalisis
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sering terjadinya penyimpangan (ketidakbakuan)
dalam pemakaian partikel dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
B. Bahasa Terjemahan
1. Makna Terjemahan
Secara bahasa, kata terjemahan berasal dari bahasa Arab, yaitu tarjamah sebagai
bentuk masdar (gerund) dari fi’il madhi tarjama: tarjama al-kalaam yang semakna
dengan fassarahu bi lisaanin aakhar; artinya: ia menafsirkannya dengan bahasa lain
(Munjid, 1986:60). Berdasarkan makna dalam kamus ini, terjemahan adalah identik
dengan tafsir (interpretasi).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 13
2. Ragam Terjemahan
Az-Zarqani (tt) dalam kitab Manahilul ‘Irfan fii ‘Uluumil Qur’an yang pendapatnya
dikutip Mudzakkir AS (1996) membagi terjemah ke dalam dua macam, yaitu (1)
terjemah harfiyah dan (2) terjemah tafsiriyah.
Terjemah harfiyah adalah terjemah yang memperhatikan kesamaannya dengan yang asli
dalam hal susunan dan urutannya. Terjemah semacam ini dinamakan juga terjemah
lafdhiyah dan terjemah musawiyah.
Terjemah tafsiriyah adalah terjemah yang tidak memperhatikan kesamaannya
dengan yang asli dalam hal susunannya dan urutannya, tetapi yang dipentingkan adalah
penggambaran makna dan tujuan dengan baik dan sempurna.
Berdasarkan ragam terjemahan tersebut dapat dikatakan bahwa terjemahan
Alquran yang dijadikan sumber data penelitian ini mengacu pada perpaduan dua ragam
terjemahan, yaitu ragam terjemahan harfiah dan ragam terjemahan bebas. Ragam pertama
lebih berorientasi pada bentuk dan struktur, sedangkan ragam kedua lebih berorientasi
pada bahasa sasaran.
3. Tujuan dan Manfaat Penerjemahan
Penerjemahan bertujuan memindahkan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran. Para ahli terjemahan lainnya merumuskan bahwasanya dalam proses
penerjemahan, suatu teks dalam bahasa sumber diganti dengan teks dalam bahasa sasaran
(Basalamah, 1997:2). Adapun manfaat penerjemahan adalah antara lain sebagai (1) upaya
penyebaran dan pengembangan gagasan dalam bahasa sumber kepada masyarakat yang
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 14
belum atau kurang memahaminya dan (2) sebagai salah satu upaya solusi terhadap
kesulitan dalam memahami, meyakini, dan mengamalkan gagasan yang terdapat bahasa
sumber.
4. Langkah-langkah Menerjemahkan:
Najib, M (tt) dalam Nur M. (2007) memerinci langkah-langkah menerjemahkan
sebagai berikut.
Pertama, membaca teks secara sekilas untuk menangkap ide, tema, dan gagasan umum
dari teks yang akan diterjemahkan.
Kedua, jika diperlukan, penerjemah membaca ulang teks yang akan diterjemahkan. Ini
dilakukan untuk menangkap seluruh isi teks sampai detil-detilnya.
Ketiga, penerjemah membaca teks paragraf demi paragraf. Ia juga harus mengetahui
istilah-istilah yang digunakan.
Keempat, membaca kalimat demi kalimat, kemudian menerjemahkannya.
Kelima, melakukan revisi-revisi untuk menyesuaikan hasil terjemahan dengan gaya
bahasa target, juga melakukan koreksi-koreksi teknis atau kesalahan-kesalahan tanda
baca.
Keenam, membaca kembali hasil terjemahan untuk menemukan diksi, kata penghubung,
dan istilah-istilah yang paling tepat dan sesuai dengan bahasa sasaran.
Ketujuh, pembacaan terakhir untuk memastikan bahwa sudah tidak ada lagi kesalahankesalahan
gramatikal, gaya bahasa maupun pemakaian istilah-istilah.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 15
5. Alat Ukur untuk Mengevaluasi Hasil Terjemahan
Nida dan Taber (1982) dalam Syihabudin (2001:168) menyatakan bahwa kualitas
terjemahan dapat diukur dengan (a) menggunakan teknik rumpang, (b) meminta
tanggapan pembaca terhadap nas terjemahan, (c) mengetahui reaksi para penyimak
terhadap pembacaan nas terjemahan, dan (d membaca terjemahan dengan nyaring,
sehingga dapat diketahui apakah pembacaannya itu lancar atau tersendat-sendat.
Terjemahan Alquran ke dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen
Agama Republik Indonesia, yang kemudian diterbitkan oleh Kerajaan Arab Saudi
tahun 1995, itu mengacu pada 2 (dua) ragam terjemahan, yaitu (1) terjemahan harfiyah
atau terjemahan leksikal-gramatikal dan (2) terjemahan maknawiyah atau terjemahan
tekstual-kontekstual . Terjemahan harfiyah adalah penerjemahan yang mengutamakan
kesetiaan kata demi kata dalam teks aslinya (Suryawin, Z,1989:3). Terjemahan ini tetap
dipertahankan oleh tim penerjemah untuk menjaga keaslian terjemahan manakala hasil
terjemahan itu dikembalikan kepada bahasa teks aslinya. Akan tetapi hasil terjemahan ini
sering menimbulkan bahasa sasaran (bahasa Indonesia) yang tidak berterima secara
gramatikal atau tidak baku atau menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia.
Demikian juga dengan hasil terjemahan partikel bahasa Indonesia yang merupakan
terjemahan harfiyah dari bahasa naskah Alquran. Adapun terjemahan maknawiyah
adalah penerjemahan yang mengutamakan makna teks secara keseluruhan (Suryawin, Z,
1989:4).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 16
C. Partikel Bahasa Indonesia
1. Pengertian Partikel
Istilah partikel berasal dari kata particle (bahasa Inggris). Kata partikel sepadan
dengan kata harf atau adat dalam bahasa Arab, yang termasuk salah satu jenis kata dari
tiga jenis kata, yaitu (1) fi’il (verba), (2) isim (nomina), dan (3) harf (partikel). Dalam
ilmu bahasa, partikel adalah suatu kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau
diinfleksikan, yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna
leksikal, termasuk di dalamnya kata sandang, preposisi, konjungsi, dan interjeksi (KBBI,
1997: 732). Definisi lain menyatakan bahwa partikel (harf) adalah setiap kata yang tidak
mempunyai makna kecuali disertai dengan kata lainnya (Nikmah, F, tt: 19). Selain itu,
partikel (harf) adalah kata yang bermakna apabila beriringan dengan kata yang lainnya
(Ghalayaini, M, 1973: 9). Selanjutnya kata pertikel di sini semakna dengan preposisi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Moeliono(1976: 104-108) dalam Effendi, S dan
Buda A (1993). Oleh karena itu pemakaian kedua istilah tersebut di sini dianggap sama
dan dapat dipertukarkan..
2. Jenis Partikel
Jadi, partikel dapat dikelompokkan ke dalam (1) partikel tunggal
(monomorfemis) dan (2) partikel majemuk (polimorfemis).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 17
Partikel tunggal (monomorfemis) adalah partikel yang hanya terdiri atas satu
morfem dan tidak dapat diperkecil bentuknya, seperti dari, untuk, dan ke (Periksa TTBBI,
1992: 230 - 234).
Partikel majemuk (polimorfemis) adalah partikel yang terdiri atas 2 (dua)
morfem lebih, yang dibentuk dengan (1) memakai afiks dan (2) menggabungkan dua kata
atau lebih, seperti sekitar, daripada, dan di atas (Periksa TTBBI, 1992, 35).
Sesuai dengan batasan masalah penelitian ini, kajian konsep partikel akan
terfokus pada pemakaian partikel tunggal.
3. Makna dan Fungsi Partikel
Pada bagian ini akan dikemukakan makna dan fungsi setiap partikel sesuai
dengan batasan masalahnya berikut contoh pemakaiannya masing-masing berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1991), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(Depdikbud, 1988), dan Pelik-pelik bahasa Indonesia (Badudu, J.S, 1985). Kemudian
makna dan fungsi setiap partikel dari sejumlah partikel (12 partikel) tunggal
(monomorfemis) yang dikaji dalam penelitian ini akan dikontraskan dengan makna
setiap partikel (preposisi) atau harf jarr dalam bahasa Arab.
3.1 Partikel akan
Partikel akan merupakan partikel tunggal yang bermakna dan berfungsi untuk:
(1) menghubungkan verba dengan pelengkapnya yang berarti kepada: ia lupa
akan orang tuanya;
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 18
(2) menyatakan makna mengenai, tentang, terhadap: akan harta peninggalan
orang tuanya itu tiada dipikirkannya lagi;
Dalam bahasa Indonesia, partikel akan merupakan varian pemakaian partikel
yang dapat dipertukarkan pemakaiannya dengan partikel terhadap dan kepada
yang bersangan dengan verba-verba intransitif, seperti benci kepada, benci
terhadap, dan benci akan.
Akan tetapi dalam pemakaian bahasa Indonesia, ditemukan bentuk-bentuk
penyimpangan atau ketidaktepatan pemakaian partikel akan di belakang verba
aktif transitif. Misalnya:
- mereka mengingkari akan rahmat Allah (QS 30:34)
- mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka (QS 50:6)
- kamu melupakan akan pertemuan ini (QS 32:14)
3.2 Partikel tentang
Partikel tentang merupakan partikel tunggal yang berfungsi , antara lain untuk:
(1) menyatakan makna hal, perihal: ia tidak tahu apa-apa tentang perkara itu;
(2) menyatakan makna mengenai: pendapatnya tentang masalah itu belum diumumkan.
(3) sebagai pengantar objek: saya tahu tentang masalah ini
Akan tetapi dalam pemakaian bahasa Indonesia, ditemukan bentuk-bentuk
penyimpangan atau ketidaktepatan pemakaian partikel tentang di belakang verba
transitifif. Misalnya:
- Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu (QS 18:22)
- Di antara manusia ada orang yang membantah tenang Allah agama Allah .... (QS
22:3)
- mereka menanyakan kepada kamu tentang kiamat (QS 7:187)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 19
3.3 Partikel ke
Partikel ke mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu untuk:
(1) menyatakan keterangan tempat tujuan, baik tentu maupun tak tentu: ke kantor,
ke sekolah, ke suatu tempat;
(2) bersama-sama kata mana, yang membentuk kata bantu tanya, misalnya:
Ke mana mereka akan pergi?
Bentuk penyimpangan yang kita sering jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia,
ialah partikel ke ditulis bersambung dengan kata yang mengikutinya, seperti halnya
awalan. Misalnya, saya pergi ke luar kota ditulis saya pergi keluar kota. Selain itu, ada
pemakaian partikel ke di depan kata ganti orang seperti: ke saya, ke ibu, dan ke bapak. Ini
bahasa Indonesia dialek Sunda yang dipengaruhi oleh struktur bahasa Sunda (Badudu,
J.S, 1985:152).
Bentuk penyimpangan lain ialah dipakainya partikel ke untuk menyatakan tempat
terjadinya atau tempat beradanya sesuatu. Misalnya:
- guru meletakkan tas ke atas meja
- kepala sekolah menempelkan pengumuman ke dinding
Semua kata yang mengikuti partikel ke dalam ketiga contoh di atas lebih menunjukkan
lokatif, bukan tempat tujuan. Karena itu pemakaian partikel ke di atas lebih tepat
diganti dengan partikel di.
3.4 Partikel dengan
Partikel dengan memiliki beberapa fungsi dan arti, antara lain dipakai untuk:
(1) menyatakan keterangan alat: Ibu memotong kain dengan gunting;
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 20
(2) menyatakan keterangan kualitatif/menyataan keadaan: anak-anak itu memperhatikan
pelajaran dengan sungguh-sungguh;
(3) menyatakan keselarasan dari dua hal atau lebih: harga barang itu sesuai dengan
kemampuanku;
(4) menyatakan batas waktu tertentu: peraturan itu masih berlaku sampai dengan hari ini
Adapun bentuk penyimpangan atau kekeliruan yang sering terjadi dalam pemakai
an partikel dengan, antara lain:
(1) bersifat redundansi, karena tidak mempunyai fungsi tertentu, bahkan akan merusak
sifat hubungan sifat hubungan antarkata yang diselanya: bersama dengan surat ini saya
mengirimkan foto;
(2) dipakai sebagai akibat pengaruh bahasa Jawa (karo): dia sangat baik dengan tetangganya.
Contoh kalimat (1) kurang tepat, karena antara kata bersama dan surat ini, sudah
demikian eratnya dan pasangan tersebut sudah dapat berhubungan langsung. Karena itu
partikel dengan dalam kalimat di atas perlu dihilangkan. Demikian pula dengan pemakaian
partikel dengan dalam contoh kalimat (2), lebih tepat diganti dengan partikel
kepada. Sebab kata atau kelompok kata yang mengikuti partikel dengan di atas berfungsi
sebagai objek berpartikel yang predikatnya berupa adjektiva atau kata sifat (sangat baik).
Untuk kata yang berobjek partikel atau berobjek kata depan, yang predikatnya berupa
adjektiva, objek tersebut diantar partikel kepada.
3.5 Partikel dari
Fungsi yang dimiliki kata perangkai (partikel) dari, antara lain:
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 21
(1) untuk menyatakan keterangan tempat asal sesuatu:
- Paman baru datang dari Bandung
(2) untuk menyatakan asal sesuatu dibuat:
- baju itu terbuat dari kulit
(3) untuk menyatakan keterangan sebab:
- Orang itu di-PHK dari ulahnya sendiri
Dalam pemakaian bahasa Indonesia, ditemukan bentuk-bentuk penyimpangan
atau ketidaktepatan pemakaian partikel dari di belakang verba transitifif dan adjektiva
perbandingan. Misalnya:
- Dia menambah kepada mereka dari karunia-Nya
- Fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan
3.6 Partikel antara
Partikel antara merupakan partikel tunggal yang berfungsi untuk:
(1) menyatakan pemilihan atau alternatif: siapakah yang benar antara (di antara)
saya dan dia; berita itu masih belum pasti antara benar dan tidak;
(2) menyatakan jangka waktu atau ukuran jarak: pekerjaan itu akan selesai
antara tanggal 5 sampai 10; tas Amir jatuh antara kantor pos dan sekolah;
(3) dipakai dalam arti kira-kira atau sekitar: jumlah siswa SMA tempat saya bersekolah
antara delapan ratus orang; dia tidak masuk sekolah antara seminggu;
saya kemarin berangkat ke Bandung antara jam tujuh pagi.
Itulah fungsi partikel baku antara di depan nomina dalam bahasa Indonesia.
Dalam pemakaian bahasa Indonesia, ditemukan bentuk-bentuk penyimpangan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 22
atau ketidaktepatan pemakaian partikel antara di belakang verba transitifif dan
pasangan antara (+ nomina) + dengan. Misalnya:
- dia tidak dapat membedakan antara yang hak dan yang batil (takbaku)
- ada hubungan antara X dengan Y (takbaku)
3.7 Partikel di
Partikel di sebagai kata depan atau preposisi berfungsi sebagai beikut:
(1) untuk menyatakan atau mengantar kata keterangan tempat selain manusia atau
binatang, baik tertentu maupun tak tentu, seperti:
- Barang itu sekarang disimpan di suatu tempat.
(2) menyatakan atau mengantar keterangan waktu tak tentu, seperti:
- Amir masuk kelas di saat Pak Guru sedang menerangkan.
Adapun bentuk penyimpangan pemakaian partikel di yang sering kita jumpai adalah
seperti dalam contoh-contoh berikut:
(1) Dipakai untuk menyatakan keterangan tempat yang berupa manusia dan binatang.
Misalnya:
- Kunci kelas ada di Pak Hasan.
Partikel di dalam kedua kalimat di atas seharusnya diganti dengan partikel pada.
(2) Dipakai sebagai pengantar subjek dalam kalimat. Misalnya:
- Di perusahaan swasta itu masih memerlukan tenaga kerja.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 23
Menurut Badudu, J.S. (1985), dalam pemakaiannya ada partikel di yang dipakai
karena pengaruh bahasa Sunda, seperti: di kami, di kita, dan di saya. Ini termasuk ragam
takbaku, sedangkan ragam bakunya adalah: pada kami, pada kita, dan pada saya.
3.8 Partikel pada
Partikel pada digunakan:
(1) sebagai preposisi di depan nomina yang menyatakan waktu dan orang (nomina
orang/pronomina): pada malam nanti, bukan di malam nanti; pada keluarga kami, bukan
di keluarga kami;
(2) di depan kata-kata seperti pikiran, pendapat, dan hemat yang sering bervariasi pemakaiannya
dengan kata menurut: pada hemat saya, masalah itu harus segera dipecahkan;
(3) dalam beberapa ungkapan: pada umumnya penghidupan rakyat Indonesia ialah
bercocok tanam; pada dasarnya kami menerima permohonan Saudara;
Dalam pemakaian bahasa Indonesia, kita jumpai bentuk penyimpangan pemakaian
partikel pada sesudah verba transitif aktif menimpa. Misalnya:
- kemudian kamu meniup padanya
Selain itu partikel pada sering dipakai sebagai kependekan partikel kepada untuk
menunjukkan arah menuju sesuatu.
- para siswa harus patuh pada nasihat gurunya (takbaku)
- para siswa harus patuh kepada nasihat gurunya (baku)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 24
3.9 Partikel untuk:
Ada beberapa makna dan fungsi yang dimiliki partikel untuk, antara lain digunakan
untuk:
(1) menyatakan keterangan tujuan atau maknsud dari suatu perbuatan atau tindakan,
searti dengan partikel guna: orang tua itu bekerja siang malam untuk membiayai sekolah
anaknya;
(2) mengantar objek penyerta (O2), searti dengan partikel demi: dikorbankanlah jiwa
raganya untuk nusa dan bangsa;
(3) mengantar objek berkata depan, yang artinya sama dengan partikel terhadap: untuk
masalah itu, saya belum bisa berkomentar.
(4) menyatakan makna bagi, bagian: ini untukku, yang itu untukmu
Bentuk penyimpangan dalam pemakaian partikel untuk, antara lain:
(1) dipakai di antara dua kata kerja yang letaknya berurutan dan yang keduanya sudah
dapat berhubungan langsung: hadirin dimohon untuk berdiri
(2) dipakai sebagai pengantar subjek dalam kalimat: untuk dia perlu mendapatkan
perhatian khusus.
Subjek kalimat di atas (2) ialah dia. Akan tetapi karena diberi berpengantar
partikel untuk, maka berubah fungsinya menjadi objek berpartikel. Padahal kalimatnya
adalah kalimat yang mengandung verba transitif yang secara struktur tidak memerlukan
objek berpartikel. Dengan demikian kalimat itu tanpa subjek. Untuk menciptakan subjek
dalam kalimat itu sehingga kalimat tadi menjadi struktural, ada dua cara, yaitu:
(1) menghilangkan partikel untuk sehingga kalimat menjadi: dia perlu mendapatkan perhatian
khusus;
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 25
(2) mengubah verba yang menduduki predikat sehingga verba pasif: untuk dia perlu
didapatkan perhatian khusus.
3.10 Partikel bagi:
Partikel bagi dipakai untuk
(1) menyatakan tujuan yang yang semakna dengan partikel untuk dan buat:
- disediakan hadiah bagi pemenang pertama, kedua, dan ketiga
(2) menyatakan perihal yang semakna dengan partikel akan (hal), tentang (hal), dan
menurut (pendapat): bagi saya, hal itu tidak perlu diperdebatkan lagi
Dalam kenyataannya sering ditemukan pemakaian partikel bagi yang tidak tepat
menurut kaidah bahasa Indonesia baku, seperti yang tercantum dalam surat menyurat
atau pengumuman-pengumuman. Misalnya:
- bagi khatib yang berhalangan hadir, mohon memberi tahu kepada DKM
sehari sebelumnya
- bagi mahasiswa yang tidak menyerahkan tugas dianggap tidak mengikuti
tentamen
Pemakaian partikel bagi dalam kedua contoh di atas merupakan suatu penyimpangan
dari kaidah baku bahasa Indonesia karena ia tidak memiliki fungsi yang jelas.
Kedua contoh tadi merupakan klausa yang tidak gramatikal karena karena kehadiran
partikel bagi pada kata yang seharusnya berfungsi sebagai subjek. Dengan kata lain
pemakaian partikel dalam kedua contoh tadi merupakan pema-kaian partikel bagi yang
tidak baku atau keliru. Oleh karena itu, partikel bagi dalam contoh tersebut perlu
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 26
dihilangkan sehingga klausa atau kalimat tadi akan menjadi gramatikal atau baku seperti
berikut.
- khatib yang berhalangan hadir, mohon memberi tahu kepada DKM sehari
sebelumnya
- mahasiswa yang tidak menyerahkan tugas dianggap tidak mengikuti tentamen
3.11 Partikel atas
Ada beberapa fungsi yang diduduki partikel atas, antara lain:
(1) dipakai dalam arti terhadap, tentang dan letaknya selalu di depan nomina
yang berfungsi sebagai objek berkata depan:
- dia jugalah yang harus bertanggung jawab atas kesalahannya
- mereka merasa bersyukur atas keberhasilan yang diperolehnya
(2) dipakai dalam arti berkat atau akibat, yang menyatakan keterangan sebab
akibat atau mengandung makna karena atau disebabkan oleh:
- semua itu berhasil atas usahanya yang gigih
- Perusahaan orang itu dapat berdiri atas prakarsa orang tuanya
(3) dipakai dalam arti dengan:
- dia memberikan sumbangan kepada yayasan itu atas nama keluarganya
- mereka melakukan semua itu atas kemauannya sendiri
(4) dipakai untuk menyatakan suatu pemerian atau rincian atau mengandung arti
dari atau menjadi:
- buku itu terdiri atas beberapa bab
- para peserta perlombaan terbagi atas dua golongan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 27
Itulah fungsi partikel atas dalam pemakaian bahasa Indonesia baku. Apabila partikel
itu dipakai tidak sesuai dengan fungsinya seperti dalam contoh: ia sedang menyaksikan
atas perlombaan itu (takbaku), maka itu merupakan bentuk penyimpangan karena
kata menyaksikan termasuk verba transitif yang memerlukan objek langsung tanpa kata
perangkai atau partikel.
3.12 Partikel karena
Partikel karena berfungsi untuk menyatakan keterangan sebab dalam suatu kalimat.
Misalnya: Karena perbuatan dosa mereka, Allah mengazab mereka.
Dalam pemakaiannya, kita sering menjumpai partikel karena digabungkan dengan
partikel oleh, seperti oleh karena atau oleh karena itu. Ini merupakan pemakaian yang
kurang tepat sebab partikel karena sudah secara jelas menyatakan sebab, yang
pemakaiannya dapat berdiri sendiri. Bentuk penyimpangan lain yang kita jumpai ialah
partikel karena dipakai di depan verba disebabkan atau verba itu dipasangkan dengan
partikel karena, seperti disebabkan karena dalam contoh kalimat: Mereka diazab
disebabkan karena dosanya. Pemakaian seperti ini tidak tepat. Karena itu sebaiknya
partikel itu diganti dengan partikel oleh sehingga contoh kalimat tadi dapat diperbaiki
menjadi: Mereka diazab disebabkan oleh dosanya.
Secara gramatikal kedua belas (12) bentuk partikel dalam bahasa Indonesia di atas
dapat disepadankan bentuk dan maknanya dengan 8 (delapan) bentuk partikel dalam
bahasa Arab yang terdiri dari 7 (tujuh) partikel berupa harf jarr (preposisi), yaitu (1) ‘an,
(2) min, (3) ila, (4) li, (5) ‘ala (6) fi, (7) bi dan 1 (satu) partikel berupa dharaf makan
(keterangan tempat), yaitu baina. Di sini terdapat sedikit perbedaan dalam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 28
pengelompokan istilah partikel bahasa Indonesia dan partikel bahasa Arab. Dalam bahasa
Arab kata yang menunjukkan keterangan tempat tidak dikelompokkan ke dalam istilah
partikel atau harf atau adawat melainkan adverbia atau dharaf. Kedelapan partikel
dalam bahasa Arab itu, masing-masing mengandung makna yang kontras dengan partikel
dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
(1) Partikel ‘an dalam bahasa Arab kontras dengan partikel tentang dan dari dalam
bahasa Indonesia.
(2) Partikel min dalam bahasa Arab kontras dengan partikel dari dalam bahasa Indonesia.
(3) Partikel ila dalam bahasa Arab kontras dengan partikel kepada dan terhadap dalam
bahasa Indonesia.
(4) Partikel li dalam bahasa Arab kontras dengan partikel untuk, bagi dan karena dalam
bahasa Indonesia.
(5) Partikel ‘ala dalam bahasa Arab kontras dengan partikel atas dan kepada dalam
bahasa Indonesia.
(6) Partikel ‘fi dalam bahasa Arab kontras dengan partikel di, pada, dan dalam dalam
bahasa Indonesia.
(7) Partikel ‘bi dalam bahasa Arab kontras dengan partikel dengan dalam bahasa
Indonesia.
(8) Partikel ‘baina dalam bahasa Arab kontras dengan partikel antara dan diantara/di
antara dalam bahasa Indonesia.
Dari hasil pengkontrasan di atas dapat dikemukakan di sini bahwa sejumlah
partikel (12 partikel) yang dipakai dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran, sebagian
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 29
besarnya diduga sebagai hasil penerjemahan leksikal-gramatikal dari sejumlah partikel (8
partikel) bahasa Arab Alquran.
D.Temuan Terdahulu
Sehubungan dengan masalah penelitian tentang pemakaian partikel Bahasa
Indonesia terjemahan Alquran, di sini dikemukakan beberapa hasil penelitian yang
berkaitan dengan masalah ini antara lain sebagai berikut.
1.Hasil penelitian Rochayah dan Misbah (1985) memperlihatkan pemakaian bahasa
Indonesia terjemahan yang terpengaruh oleh bahasa sumbernya sehingga terjadilah
penyimpangan gramatikal yang muncul secara berulang-ulang, bukan karena
ketidaksengajaan, tetapi ia menunjukkan penyimpangan yang berarti dan perlu mendapat
sorotan khusus dalam pemakaian bahasa Indonesia terjemahan.
2. Effendi, S (1993) telah menelaah sejumlah preposisi, di antaranya 26 preposisi tunggal
yang didaftar dengan enam kelas kata, yaitu nomina, pronomina, numeralia, adjektiva,
adverbia, dan verba.
3. Rahmat, A.S. (1999) memfokuskan masalah penelitiannya pada aspek gramatikal dan
aspek takgramatikal, yaitu pengaruh struktur sintaksis bahasa Arab terhadap bahasa
Indonesia terjemahan Alquran.
4. Hasil penelitian Syihabuddin (2000) telah menemukan kenisbian teori, jenis-jenis
teknik yang digunakan dalam mentransposisikan fungsi sintaksis dan kategorinya, jenisjenis
teknik untuk mengekuivalensikan makna kata atau istilah, karakteristik pengalihan
kategori kosa kata tertentu, karakteristik terjemahan yang berkualitas, prinsip hukum
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 30
menerjemahkan nas keagamaan dan karakteristik pengajaran menerjemah. Dalam
penelitian lanjutannya , ia merekomendasikan agar sebaiknya diteliti masalah tentang
karakteristik terjemahan yang memiliki tingkat keterpahaman tinggi, misalnya berkaitan
dengan jenis klausa dan frasa, terjemahan kata atau ungkapan metafora dan pemakaian
preposisi.
Hasil penelitian yang pertama dan atau saran penelitian yang terakhir (penelitian
lanjutan tentang pemakaian preposisi) merupakan sumber masalah yang lebih mendorong
peneliti untuk mengungkap lebih jauh pemakaian partikel bahasa Indonesia dalam
bahasa Indonesia terjemahan karena bahasa terjemahan itu dipakai oleh kedua pakar
bahasa Indonesia dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Misalnya,
pemakaian verba transitif + preposisi (membedakan antara, membicarakan tentang,
menanyakan tentang dan lain-lain), dan pemakain kata penggolong + kata ulang (semua
kata-kata). Hasil penelitian yang kedua dan ketiga belum mendeskripsikan secara khusus
ihwal derajat kebakuan pemakaian partikel bahasa Indonesia dalam terjemahan Alquran.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 31
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan ihwal pamakaian partikel
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. mendeskripsikan frekuensi pemakaian partikel yang mengikuti verba/adjektiva/nomina
/numeralia dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran;
2. mendeskripsikan variasi pemakaian partikel yang mengikuti verba/adjektiva/nomina/
numeralia dalam bahasa Indonesia terjemahan;
3. mendeskripsikan satuan gramatikal yang menyebabkan munculnya pemakaian partikel
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran?
4. mendeskripsikan ihwal pemakaian partikel bahasa Indonesia terjemahan Alquran yang
sesuai dengan kaidah baku bahasa Indobesia dan yang menyimpang dari kaidah baku
bahasa Indonesia atau memerikan ihwal pemakaian baku partikel dan pemakaian takbaku
partikel bahasa Indonesia dalam terjemahan Alquran terbitan Departemen Agama
Republik Indonesia, yang kemudian diterbitkan oleh Departemen Urusan Agama
Islam, Wakaf dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia tahun 1415 H/1995 M;
5. mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan gramatikal
dalam pemakaian partikel bahasa Indonesia dalam terjemahan Alquran;
B. Manfaat Penelitian
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 32
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Bahasa Indonesia terjemahan merupakan salah satu ragam pemakaian bahasa Indonesia
yang tumbuh subur di kalangan penerjemah dalam berbagai bidang kehidupan, baik
sosial, politik, maupun agama termasuk terjemahan kitab suci Alquran. Dalam kegiatan
penerjemahan, seperti penerjemahan bahasa Arab-Alquran ke dalam bahasa Indonesia,
penerjemah sebagai dwibahasawan tidak terlepas dari pengaruh bahasa sumber terhadap
bahasa sasaran dalam bahasa Indonesia terjemahan sehingga hasil terjemahannya pun
sedikit banyak akan dipengaruhi oleh bahasa sumber tersebut. Di samping itu, bahasa
Indonesia terjemahannya akan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan
kemampuan berbahasa Indonesia penerjemah itu sendiri.
Secara teoritis pengaruh transfer bahasa sumber (Arab-Alquran) ke dalam bahasa
sasaran (bahasa Indonesia) dan benar salahnya pemakaian bahasa Indonesia terjemahan
dapat dianggap unsur penting dalam bahasa tersebut. Selain itu ia dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat bagi perencana pengajaran bahasa mengenai karakteristik
universal dalam pemakaian bahasa Indonesia terjemahan dan dapat mengungkap banyak
universalitas bahasa itu sendiri. Adapun secara praktis, hasil penelitian ini akan merupakan
sumbangan dan masukan yang sangat penting bagi guru-guru bahasa dan para
pemakai bahasa, khususnya para penerjemah. Selain itu, hasil penelitian ini dapat
membantu mereka dalam merencanakan bahan ajar, mengubah metode dan prosedur
penerjemahan atau mentransfer bahan, merevisi hasil terjemahan, mereviu hasil
terjemah, dan menyusun bahan pelatihan berbahasa Indonesia bagi guru-guru bahasa dan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 33
calon penerjemah atau penerjemah pemula. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat dalam:
(a) upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pemakaian bahasa Indonesia dalam
terjemahan Alquran,
(b) penyusunan pedoman penerjemahan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang
baik dan benar dan pendeskripsian pemakaian partikel baku dan partikel takbaku
dalam verba/adjektiva/nomina/numeralia bahasa Indonesia,
(c) pengayaan khazanah pengetahuan tentang pemakaian partikel bahasa Indonesia
terjemahan, dan
(d) bahan pengayaan materi kuliah linguistik dan pengajaran bahasa Indonesia.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 34
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-evaluatif dengan model analisis isi.
Dengan metode ini, akan terdeskripsikan ihwal derajat kebakuan pemakaian partikel
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran. Hal itu akan diungkap melalui model
analisis isi dokumen bahasa Indonesia terjemahan Alquran sekitar pemakaian partikel
yang mengikuti verba/adjektiva/nomina/numeralia atau partikel yang terletak di
belakangnya/di depannya dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran sebagai sumber
data dan objek penelitiannya.
B. Sumber Data dan Objek Penelitian
Oleh karena karena penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan, bukan penelitian
lapangan yang berhadapan dengan orang, sumber data penelitian ini adalah dokumen
mushaf Alquran terbitan Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf dan Irsyad Kerajaan
Saudi Arabia tahun 1415 H/1995 M (telah direvisi oleh 13 anggota panitia pentashih)
yang memuat seperangkat partikel bahasa Indonesia terjemahan Alquran. Adapun objek
dan batasan masalahnya adalah sejumlah partikel (12 partikel) tunggal.. Penentuan
jumlah partikel itu diambil secara kuota dan purposif sampling, yaitu sejumlah partikel
(baku dan takbaku) yang berpasangan langsung dengan verba/adjektiva,
nomina/numeralia (pasangan baku dan pasangan takbaku) atau yang ada di belakang/di
depan atau terletak sesudah verba/adjektiva/nomina/numeralia atau yang mengikutinya
secara langsung - tanpa diselingi oleh suatu jenis kata lainnya - yang terdapat dalam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 35
bahasa Indonesia terjemahan Alquran. Partikel yang diidentifikasi dalam penelitian ini
adalah partikel (preposisi) yang berfungsi sebagai perangkai atau penghubung
verba/adjketiva/nomina/numeralia dengan pelengkap/keterangan dan sebagai penggganti
dari objek yang terdapat pada verba transitif. Jenis dan jumlah partikel yang dipakai
diidentifikasi dalam penelitian ini adalah partikel tunggal (partikel monomorfemis) yang
terdiri atas 12 bentuk, yaitu: (1) akan, (2) tentang, (3) ke, (4) dengan, (5) dari, (6)
antara, (7) di (8) pada, (9) atas, (10) bagi, (11) untuk, dan (12) karena. Selanjutnya
pemakaian partikel bahasa Indonesia tersebut dapat dikelompokkan ke dalam pemakaian
yang tepat/baku/gramatikal dan pemakaian yang menyimpang dari kaidah baku bahasa
Indonesia. Pemakaian partikel yang baku atau gramatikal atau berterima adalah
pemakaian yang tepat dilihat dari aspek hubungan sintaktis, yaitu: (1) kolokasi, (2)
urutan, dan (3) kelaziman, sedangkan pemakaian partikel yang tidak baku atau tidak
gramatikal adalah pemakaian yang tidak sesuai dengan tuntutan ketiga aspek tadi.
C. Operasionalisasi Konsep
Sebagaimana telah dikemukan pada bagian terdahulu, masalah penelitian ini adalah
pemakaian partikel yang terfokus pada pemakaian 12 partikel (preposisi) tunggal, yaitu
partikel yang terletak dibelakang/di depan verba, adjektiva, nomina, dan numeralia.
Kedua belas partikel (preposisi) itu, masing-masing secara konseptual dapat dijelaskan
sebagai berikut.
(1) akan, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba atau
partikel yang berfungsi sebagai perangkai verba tak-transitif, adjektiva, atau nomina,
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 36
misalnya: meragukan tentang (takbaku); ragu-ragu akan (baku); timbul keraguan akan
(baku);
(2) tentang, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba
atau nomina, misalnya: memperdebatkan tentang (takbaku); berdebat tentang (baku);
mengadakan perdebatan tentang (baku);
(3) ke, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba,
adjektiva, atau di depan nomina, misalnya: melihat ke (takbaku); menuju ke (baku);
tujuan ke (baku);
(4) dengan, adalah bentuk partikel (preposisi) yang terletak di belakang verba, adjektiva,
atau nomina, misalnya: beriman bersama dengan (takbaku); itu sama dengan (baku); ada
kesamaan dengan (baku);
(5) dari, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba,
adjektiva, nomina, atau numeralia, misalnya: memisahkan dari (takbaku); berpisah dari
(baku); mengadakan perpisahan dari (baku); sepuluh dari orang-orang (takbaku);
sepuluh orang dari (baku);
(6) antara, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba
transitif atau verba taktransitif, atau nomina, seperti membedakan antara (takbaku);
berbeda antara (baku); mengadakan perbedaan antara (baku);
(7) di, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak sesudah nomina yang
menanadai tempat, bukan waktu, misalnya: di bulan Agustus (takbaku); di toko (baku);
(8) pada, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba,
misalnya: menimpa pada (takbaku); berpegang pada (baku);
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 37
(9) atas, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba atau
nomina, misalnya: menyaksiskan atas (takbaku); bersaksi atas (baku); memberikan
kesaksian atas (baku);
(10) bagi, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba, atau
nomina, misalnya: memanfaatkan bagi (takbaku); bermanfaat bagi (baku); banyak
manfaatnya bagi (baku);
(11) untuk, adalah bentuk partikel (preposisi) tunggal yang terletak di belakang verba,
atau nomina, misalnya: menghendaki untuk (takbaku); (baku); mempunyai kehendak
untuk (baku);
(12) karena, adalah bentuk partikel (preposisi tunggal) yang terletak di belakang verba,
misalnya: disebabkan karena (takbaku); disebabkan oleh (baku).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data peneltian adalah (1)
dokumentasi dan (2) format pencatatan data. Dokumentasi digunakan untuk menelaah,
menjaring, dan menghimpun data berupa korpus bahasa Indonesia terjemahan Alquran,
sedangkan format pencatatan digunakan untuk mencatat data berupa sejumlah partikel
yang mengikuti verba/adjektiva/nomina/numeralia atau yang terkait dengan
verba/adjektiva/nomina/numeralia (muta’alliq bil fi’li, bil washf, bil ism, bil ‘adad), baik
sebagai perangkai bagi objek (objek berpartikel) ataupun perangkai bagi keterangan atau
terkait dengan nomina/numeralia dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Pemakaian partikel bahasa Indonesia diidentifikasi melalui (1) verba.adjektiva/nomina/
numeralia berpartikel terjemahan leksikal-gramatikal dari bahasa sumbernya berdasarkan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 38
abjad dengan menggunakan kamus Alquran, yaitu Al-Mu’jam al-Mufahras, (2)
verba/adjektiva/nomina/numeralia berpartikel terjemahan gramatikal dalam bahasa
sasarannya, dan (3) verba/adjektiva/nomina/numeralia berpartikel dalam seluruh
terjemahan Alquran berdasarkan per juz Alquran. Kemudian untuk menditeksi kesahihan
data yang telah diperoleh, dilakukan telaah ulang dan pencatan ulang (3 kali) dan
komparasi dengan dokumen mushaf terjemahan yang berbeda (terbitan tahun 1422
H/2001 M) dengan para penerjemah yang berbeda pula serta komparasi dengan terjemah
Alquran pada program Alquran komputer dan kamus Alquran.
E. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis penelitian dan jenis datanya, kuantifikasi data verbal berupa
sejumlah partikel yang dipakai dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran, data
penelitian ini dianalisis berdasarkan teknik analisis data kuantitatif melalui perhitungan
statistik sederhana berupa: (1) persentase, (proporsi) dan (2) rata-rata, dan (3) rentangan.
Perhitungan persentase (proporsi) digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang
tingkat kekerapan (frekuensi) atau tingkat keseringan pemakaian per partikel bahasa
Indonesia dan derajat kebakuan pemakaiannya; perhitungan rata-rata digunakan untuk
memperoleh gambaran umum tentang pemakaian jenis partikel bahasa Indonesia dalam
bahasa terjemahan Alquran; dan rentangan digunakan untuk melihat tingkat variasi dan
variabilitas jumlah partikel yang dipakai dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Setelah dilakukan perhitungan persentase, derajat kebakuannya dapat
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori dengan mengacu pada kriteria penafsiran yang
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 39
umum digunakan dalam penelitian deskriptif-evaluatif sebagaimana tampak dalam
matriks berikut.
Nomor Rentangan Persentase Derajat Kebakuan
1 90% – 100% Tinggi Sekali
2 76% - 89% Tinggi
3 60% - 75% Sedang
4 40% - 59% Rendah
5 < 39% Rendah Sekali
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 40
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan disajikan deskripsi dan analisis data penelitian tentang
pemakaian sejumlah partikel tunggal (12 buah) bahasa Indonesia terjemahan Alquran,
yang meliputi partikel akan, tentang, ke, dengan, dari, antara, di, pada, atas, bagi,
untuk, dan karena.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan tingkat
kebakuan pemakaian partikel dan menganalisis ihwal penyimpangannya, analisis
sintaktis yang dilakukan akan mengarah kepada gambaran frekuensi dan rerata
pemakaiannya sehingga terungkap ihwal pemakaian partikel baku dan partikel takbaku
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran. Kemudian secara keseluruhan hasil analisis
itu akan dibahas berdasarkan kaidah sintaktis dan pembakuan bahasa pada bagian
berikutnya. Secara berurutan deskripsi data penelitian akan disajikan berupa pasanganpasangan
partikel dengan verba, nomina, adjektiva, atau numeralia dengan menyajikan
terlebih dahulu pemakaian partikel takbaku sebagaimana tampak di bawah ini.
1. Deskripsi Pemakaian Partikel akan (Takbaku) dan Analisis Sintaksisnya
- mendapat akan (57:29)
- berikanlah …. kepada ….akan (17:26); (30:38)
- melihat akan (33:9); (50:6); (3:15); (3:20); (40:44); (17:30); (17:96);
(50:6)
- mendustakan akan (23:33); (7:147)
- menghendaki akan (9:85); (6:125); (5:49)
- mengharapkan akan (25:40)
- mengingat akan (51:49)
- mengingkari akan (30:34)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 41
- memperingatkan akan ((18:2); (39:71)
- mengetahui akan (9:105); (62:7)
- mendengar akan (41:26)
- sembahlah akan (21:25)
- melupakan akan (32:14)
- berkehendak akan (74:37)
Analisis:
Pemakaian partikel (preposisi) akan pada verba-verba transitif di atas merupakan
pemakaian yang tidak tepat atau menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia. Hal ini
karena verba transitif adalah verba yang menuntut kehadiran objek langsung bukan objek
berpartikel/berpreposisi (berkata depan), kecuali jika verba itu adalah verba intranstif
yang tidak memerlukan objek. Verba-verba transitif di atas dapat digolongkan ke dalam
verba yang berimbuhan: (1) meN-, seperti: mendapat, melihat, mengingat, dan
mendengar; (2) meN-kan, seperti: mendustakan, mengharapkan, dan melupakan; (3)
meN-i, seperti: menghendaki, mengingkari, dan mengetahui; (4) memper-kan, seperti
memperingatkan; (5) kan, seperti berikan; dan (6) lah, seperti sembahlah. Kedua verba
transitif yang terakhir ini termasuk ke dalam bentuk verba transitif imperatif (perintah).
Kesemua verba itu termasuk verba transitif aktif/imperatif yang masing-masing dapat
diubah ke dalam bentuk verba transitif pasif. Masing-masing – secara berurutan –
adalah: didapat, dilihat, diingat, didengar, didustakan, diharapkan, diperingatkan,
diperingatkan, diberikan, disembah, dan dilupakan.
Verba-verba tadi memiliki objek yang berupa frasa depan (objek
berpartikel/berkata depan), yaitu frasa yang didahului oleh partikel (kata depan) akan.
Pemakaian partikel akan yang berpasangan dengan verba-verba transitif di atas
merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) atau satuan-satuan gramatikal yang terdiri
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 42
atas (1) min (1x):, (2) maf’’ul bih (7x): (3) bi (10x), (4) ila (1x): 50:6, (5) an
mashdariyah (2x); (6) makna fi’il (1x); (7) idhafat (1x) (8) li (1x).
Frekuensi pemakaian partikel akan yang menyimpang dari kaidah gramatikal atau
pemakaian partikel takbaku dilihat dari aspek sosiolinguistik dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran, itu sebanyak 27x dari 75x yang muncul di dalammnya dengan
proporsi pemakaian( 36%) untuk pemakaian partikel akan takbaku dan (64%) untuk
pemaakaian partikel akan baku. Adapun variasi penyimpangan dalam pemakaiannya
dapat dilihat dari pemakaian verba sebanyak 11 verba transitif aktif (mendapat, melihat,
mendustakan, menghendaki, mengharapkan, mengingat, mengetahui, memperingatkan,
mendengar, dan melupakan), 2 verba transitif suruh (berikan, sembahlah), dan 1 verba
semitransitif (berkehendak) yang mendahuluinya atau berpasangan dengannya.
Di samping itu, pemakaian partikel akan yang tidak baku atau menyimpang dari
kaidah baku bahasa Indonesia, hal ini – menurut pandangan peneliti - kemungkinan besar
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: tidak taat asas pada kaidah baku bahasa
Indonesia atau kurang perhatian terhadap pemakaian kaidah baku bahasa Indonesia. Hal
ini terbukti dengan diperolehnya data tentang pemkaian verba-verba transitif tanpa
diiringi partikel akan, tetapi berhubungan atau berpasangan langsung dengan objek
walaupun dalam bahasa sumbernya ada partikel bi (sifat + bi = adjektiva + partikel bi)
yang melekat pada fi’il (verba)nya.. Misalnya, pemakaian verba mengetahui yang
terdapat dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran:
Bahasa Indonesia Terjemahan Alquran Bahasa Sumber (Alquran)
- Mengatahui orang-orang yang berbuat zalim (QS: 3:63) ‘Aliimum bil mufsidiin
- Mengatahui segala sesuatu (QS 2:282) Bi kulli syain ‘aliim
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 43
- Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS 2: 283) Bimaa ta’maluuna ‘aliim
Bukti lainnya adalah banyaknya partikel akan yang berpasangan dengan verbaverba
intranstif/adjektiva dan sudah dipakai dalam bahasa Indonesia baku secara tepat
dari aspek gramatikal atau sintaktis, yaitu dari aspek kolokasi, urutan, dan kelazimannya
sehingga kategori kata (verba/adjektiva) yang berpasangan dengan partikal akan itu
dapat digolongkan ke dalam verba berpartikel sebagaimana tampak di bawah ini.
yakin akan (3x); takut akan (19x; percaya akan (3x); ingat akan (1x); ingatlah akan
(14x); teringat akan (2x); lupa akan (2x); lalai akan (1x); ingkar akan (2x); khawatir akan
(6x); kafir akan (2x); keinginan akan (1x)
Frekuensi pemakaian partikel akan baku di atas mencapai f = 56x ( 69,14 %), sedangkan
variasi pemakaiannya dapat dilihat dari pemakaian 4 (empat) verba intransitif
(percaya, ingat, lupa, dan ingkar), pemakaian 4 (empat) ajektiva (yakin, takut, lalai, dan
khawatir), dan pemakaian 2 (dua) nomina (kafir dan keinginan) yang mendahuluinya atau
berpasangan dengannya. Adapun munculnya pemakaian partikel akan baku dalam data
terjemahan itu merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) dari 3 (tiga) satuan
gramatikal, yaitu bi harf jarr, maf’ul bih, dan min.
2. Deskripsi Pemakaian Partikel tentang (Takbaku) dan Analisis Sintaksisnya
- memandang besar tentang (25:21)
- menanyakan kepada …. tentang (33:8); (7:187); (18:70); (8:1);
- menanyakan tentang (18:22)
- tanyakanlah kepada …. tentang (7:163)
- menanya-nanyakan tentang (33:20)
- menduga-duga tentang (34:53)
- menceritakan tentang (18:63)
- memberitakan kepada …. tentang (12:45)
- beritakan kepada … tentang (5:60)
- bicarakan dengan …. tentang (11:37); (23:27)
- bicarakanlah tentang (58:9)
- memberitahukan kepada …. tentang (49:16)
- beritahukan kepada …. tentang (18:103)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 44
- membantah tentang (31:20); (22:3); (22:8); (42:18); (3:66); (40:4)
- bantah-membantah tentang (3:65); (3:66)
- membuktikan kepada …. tentang (48:27)
- memperdebatkan tentang ((40:4); (40:56); (2:139)
- mensyari’atkan bagi …. tentang (42:13); (4:11)
- memutuskan di antara …. tentang (39:3); (3:55)
- memutuskan antara …. tentang (39:46); (10:93); (45:17)
- mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang (2:113)
- mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang (2:69)
- mengetahui tentang (53:32); (22:68); (4:45); (18:21); (36:79); (16:125)
(6:53); (6:58); (6:117/2x); (25:59); (60:10); (10:40); (17:54); (50:45);
(53:32)
- terangkan kepada …. tentang (10:59)
- terangkanlah kepada …. tentang (56:58); (56:63); (56:68); (56:71);
- (12:46); (46:4); (12:43); (35:40); (39:38)
- mengerti tentang (11:91); (24:31)
- perselisihkan tentang (78:3)
- diperselisihkan tentang (41:45); (11:110)
- saling tuduh menuduh tentang (2:72)
- memperlihatkan kepada …. tentang (72:26)
- memikirkan tentang (3:191); (30:8)
Analisis:
Pemakaian partikel tentang pada verba-verba transitif di atas merupakan pemakaian
yang tidak tepat atau menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia. Hal ini karena
verba transitif adalah verba yang menuntut kehadiran objek langsung bukan objek
berpartikel/berprposisi (berkata depan), kecuali jika verba itu adalah verba intranstif yang
tidak memerlukan objek. Verba-verba transitif di atas dapat digolongkan ke dalam verba
yang berimbuhan: (1) meN-, seperti: memandang besar, menduga-duga, membantah, dan
mengerti; (2) meN-kan, seperti: menanyakan, menceriterakan, memberitakan,
mensyariatkan, membuktikan, memutuskan, memikirkan, dan memberitahukan; (3) meNi,
seperti: mengetahui dan mengadili; (4) memper-kan, seperti: memperlihatkan dan
memperdebatkan; (5) -kan, seperti: tanyakan, terangkan, beritakan, dan beritahukan; (6)
-kanlah, seperti: tanyakanlah dan bicarakanlah keduanya merupakan bentuk verba
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 45
transitif imperatif; (7) meN+R, seperti: menduga-duga, bantah-membantah, dan saling
tuduh-menuduh; (8) meN-R-kan, seperti: menanya-nanyakan; dan (9) per/diper-kan,
seperti: perselisihkan dan diperselisihkan (keduanya merupakan bentuk verba transitif
pasif) .
Verba-verba di atas memiliki objek yang berupa frasa depan (objek berpartikel/berkata
depan), yaitu frasa yang didahului oleh partikel (kata depan) tentang. Padahal verbaverba
di atas merupakan verba-verba transitif aktif yang langsung – menurut kaidah baku
bahasa Indonesia – dapat berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel (preposisi)
tentang. Kesemua verba tadi dapat diubah menjadi verba pasif dengan pola di + verba/+
kan, di + R, atau di + verba + kan, di + per + verba + kan. Masing-masing adalah sebagai
berikut: dipandang, dibantah, diketahui, diadili, dimengerti, diduga-duga, dibantahbantah,
dituduh-tuduh, ditanyakan, diceritakan, diberitakan, dibicarakan, diberitahukan,
dibuktikan, disyariatkan, diputuskan, dipikirkan, diterangkan, ditanya-tanyakan,
diperdebatkan, diperselisihkan, diperlihatkan.
Dalam kenyataannya verba-verba tersebut masih berpasangan dengan objek
berpartikel (berpreposisi) atau objek berkata depan dengan susunan verba transitif aktif +
partikel + nomina.
Berdasarkan hasil telaahan, pemakaian partikel tentang yang berpasangan dengan
verba-verba transitif di atas merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) atau satuansatuan
gramatikal yang terdiri atas (1) fi (28x); (2) ‘an (6x); (3) bi (23); (4) maf’ul bih =
(8x); (5) min (3x); (6) ‘ala naz’il khafidh (1x); dan (7) ‘ala (2x).
Frekuensi pemakaian partikel tentang yang menyimpang dari kaidah gramatikal
atau pemakaian partikel takbaku dilihat dari aspek sosiolinguistik dalam bahasa Indonesia
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 46
terjemahan Alquran, itu sebanyak 72x dari 225x yang muncul di dalammnya dengan
proporsi penyimpangan atau pemakaian takbaku (32%) dan pemakaian bakunya
sebanyak 153x (68%). Adapun variasi penyimpangan dalam pemakaiannya dapat dilihat
dari pemakaian verba transitif aktif sebanyak 17 (tujuh belas) verba transitif
(memandang, menanyakan/menanya-namyakan, menduga-duga, menceritakan,
memberitahukan, membantah/bantah-membantah, membuktikan, memperdebatkan,
mensyari’atkan, memutuskan, mengadili, mengetahui, mengerti, tuduh-menuduh,
memperlihatkan, dan memikirkan), 1 verba transitif pasif (diperselisihkan), dan 3 verba
transitif suruh (bicarakan, beritahukan, dan terangkan) yang mendahuluinya atau
berpasangan dengannya.
Sekaitan dengan itu, partikel tentang yang sudah dipakai dalam bahasa Indonesia
secara tepat dari aspek gramatikal atau sintaktis, yaitu dari aspek kolokasi, urutan, dan
kelazimannya sehingga kategori kata (verba, adjektiva, nomina, dan numeralia) yang
berpasangan dengannya dapat digolongkan ke dalam verba/ajektiva berpartikel,
sebagaimana tampak di bawah ini.
berbantah tentang (1x); berbantah-bantah tentang (1x); berbantah-bantahan tentang (3x);
berselisih tentang (5x); berselisih paham tentang (1x); berunding tentang (1x); berpecahbelah
tentang (1x); tahu-menahu tentang (1x); bertanya tentang (2x); berlainan pendapat
tentang (1x); ragu-ragu tentang (4x); berbangga-banggaan tentang (1x); bersedih hati
tentang (1x); merasa heran tentang (1x).
Frekuensi pemakaian partikel tentang baku yang berpasangan dengan verba taktransitif
/semitransitif/ajektiva di atas mencapai f = 24x (10,67%). Namun secara
keseluruhan tingkat kebakuan pemakaian partikel tentang dalam deskripsi bahasa
terjemahan itu termasuk ke dalam cukup dengan f = 155x (68,89%). Adapun variasi
pemakaiannya dapat dilihat dari pemakaian 9 (sembilan) verba semitransitif
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 47
(berbantah/berbantah-bantah/berbantahan, berselisih paham, berunding, berpecah-belah,
tahu-menahu, bertanya, berlainan pendapat, bersedih hati, dan merasa heran) dan
pemakaian 2 (dua) ajektiva (ragu-ragu dan berbangga-banggaan) yang mendahuluinya
atau berpasangan dengannya.
Perlu dikemukakan di sini bahwa semua partikel tentang baku dalam bahasa
Indonesia terjemahan itu merupakan hasil dari terjemahan leksikal-gramatikal dari
partikel bahasa sumber (3 bentuk partikel), yaitu fii, ‘an, dan bi yang berpasangan
dengan verba-verba yang tergolong ke dalam verba-verba berpartikel dalam bahasa
sumbernya.
3. Deskripsi Pemaikan Partikel ke (Takbaku)
- mendaki ke langit (6:125)
- memandang ke (37:88)
Analisis:
Pemakaian partikel ke yang berpasangan dengan kedua verba di atas (mendaki
dan memandang) dianggap kurang tepat atau tergolong ke dalam pemakaian partikel takbaku
karena kedua verba tersebut dapat langsung berhubungan dengan nomina sebagai
pelengkap atau sebagai objek. Verba mendaki dan memandang sudah mengandung
makna verba semitransitif dan verba transitif, maisng-masing menurut kamus KBBI
berarti: (1) memanjat, menaiki (misalnya: mendaki gunung) dan (2) melihat dan
memperhatikan (misalnya: jika engkau memandangnya lebih lama, ….), menganggap,
memperlakukan sebagai (misalnya: kami memandangnya sebagai anggota keluarga).
Oleh karena itu, partikel ke yang melekat pada kedua verba tersebut sebaiknya dilesapkan
sehingga data terjemahan itu, lengkapnya menjadi:
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 48
- mendaki langit sebagai terjemahan dari yashsha’adu fis samaa-i (6:125)
- memandang sekali pandang bintang-bintang, urutannya dapat diubah sehingga menjadi:
memandang bintang-bintang sekali pandang (37:88).
Hal itu berdasarkan pemakaian kaidah baku dan contoh-contoh pemakaiannya
dalam bahasa Indonesia baku terjemahan dengan susunan verba memandang + objek
(27x/35 = 77,14%) dan verba mendaki + objek (1x/5 = 20%). Misalnya:
- apakah kamu memandang kami salah = hal tanqimuuna minnaa (QS 5:59); sesungguhnya
kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata = innaa lanaraaka fii
dhalaalin mubiin (QS 7:60)
- Maka mereka tidak bisa mendakinya = famastatha’uu an yadhharuuh (QS 18:97).
Munculnya partikel ke dalam data terjemahan di atas karena terpengaruh oleh partikel
bahasa sumber, yaitu fi sebagai harf jarr (partikel) yang pada umumnya diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi: di, pada, dalam, dan di dalam sesuai dengan konteksnya.
Frekuensi pemakaian partikel ke takbaku hanya mencapai f = 2x (1,15 %) dan
partikel ke baku mencapai f = 172x (98,85%). Ini menunjukkan tingkat kebakuan yang
sangat tinggi dalam pemakaian partikel ke dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Adapun variasi penyimpangan dalam pemakaiannya dapat dilihat dari pemakaian 1 verba
semitransitif (mendaki) dan 1 verba transitif (memandang) yang mendahuluinya atau
berpasangan dengannya. Hal ini menunjukkan penyimpangan yang kurang bervariasi.
Pemakaian partikel ke takbaku ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
yang lebih faktual, yaitu pengaruh bahasa sumber. Hal ini terlihat pada pemakaian
partikel fi yang melekat pada fi’il mudhari’ (yashsha’adu fi) dan fi’il madhi (nadhara
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 49
ilaa). Di sini partikel bahasa sumber fi diterjemahkan ke dalam bahasa partikel bahasa
Indonesia. dalam contoh: yashsha’adu fi = ia sedang mendaki ke langit (QS 6:125);
fanadhara nadhratan finnujuum = lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang
(QS 37:88). Dalam pemakaian bahasa Indonesia baku, verba transitif dengan
partikel/preposisi (fi’il muta’addi bi harf jar) dalam bahasa Arab, tidak diterjemahkan ke
dalam verba yang setara lafalnya, melainkan setara maknanya dengan verba transitif yang
langsung berhu-bungan dengan objeknya.
Itulah pemakaian partikel ke takbaku dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Adapun pemakaian partikel ke baku dapat kita lihat dalam hasil terjemahan
berikut.
lari ke (3x); menghadap ke (2x); berbalik ke (5x); balik ke (1x); masuk ke (12x); naik ke
(2x); berusaha ke (1x); berpindah ke (1x); kembali ke (12x); pergi ke (3x); berlambatlambat
ke (1x); sampai ke (17x); menoleh ke (1x); datang ke (2x); berusaha ke (1x);
berpaling ke (3x); jatuh ke (1x); mundur ke (1x).
Frekuensi pemakaian partikel ke baku yang berpasangan dengan verba intransitif/
semitransitif dalam data bahasa terjemahan ayat-ayat di atas mencapai f = 83x (33,88%).
Namun secara keseluruhan tingkat kebakuan pemakaiannya tergolong sangat tinggi
dengan 243x (88,18%). Adapun variasi pemakaiannya dapat dilihat dari pemakaian 16
(enam belas) verba intransitif/semitransitif (lari, menghadap, balik/berbalik, berpaling,
masuk, naik, berusaha, berpindah, jatuh, mundur, datang, menoleh, berlambat-lambat,
sampai, pergi, dan kembali) yang mendahuluinya atau berpasangan dengannya.
Selanjutnya hampir semua partikel ke baku dalam bahasa Indonesia terjemahan
itu merupakan hasil dari terjemahan leksikal dari partikel bahasa sumber (4 bentuk
partikel), yaitu ilaa, fii, li dan ‘alaa, yang berpasangan dengan verba-verba yang
tergolong ke dalam verba-verba berpartikel dalam bahasa sumbernya.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 50
4. Deskripsi Pemakaian Partikel dengan (Takbaku) dan Analisis Sintaksisnya:
- pisahkanlah antara kami dengan (5:25)
- …. antara dengan (2:102); (4:73); (4:92); (4:95); (5:25); (8:72);
(10:29); (18:78); (18:99); (34:54); (3:30); (54:28); (60:7); (66:3);
- beriman dengan (30:53); (28:52); (32:15); (23:58)
- bersama dengan (11:40); (12:36); (18:72); (40:25); (48:29); (50:21);
(60:4); (66:8); (67:28); (74:45)
- bersama-sama dengan (4:69); (25:7); (18:28); (9:109); (11:12);
(11:94); (13:23); (14:49); (15:60); (25:7); (57:14)
- berpegang dengan (7:170); (43:21)
- memperdebatkan dengan (2:139)
- bicarakan dengan …. tentang (11:37); (23:27)
- berusaha dengan …. dengan (22:51)
Analisis:
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, partikel dengan berfungsi untuk (1)
menyatakan kesetaraan, (2) menyatakan keterangan alat, (3) menyatakan keterangan
kualitatif, (4) menyatakan keterangan cara, (5) menyatakan keselarasan dari dua hal atau
lebih, (6) membentuk ungkapan tetap dan memperjelas hubungan, dan (7) menyatakan
batas waktu tertentu.
Dalam kenyataannya partikel dengan telah dipakai dalam bahasa Indonesia
terjemahan yang menyimpang dari ketentuan di atas. Pemakaiannya dapat (1) bersifat
berlebihan (redundansi) karena tidak mempunyai fungsi tertentu, seperti: bersama
dengan, bersama-sama dengan, berusaha dengan dan (2) pasangan yang kurang tepat
(kolokasinya), seperti: beriman dengan, antara …. dengan …. Hal ini semuanya terlihat
dalam data bahasa Indonesia terjemahan di atas.
Frekuensi pemakaian partikel dengan yang dianggap menyimpang atau tidak baku
itu mencapai f = 46x (3,05%). Adapun variasi penyimpangan dalam pemakaiannya dapat
dilihat dari pemakaian 6 (enam) verba, yaitu 2 (dua) verba transitif (memperdebatkan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 51
dan bicarakan) dan 4 (empat) verba semitransitif (beriman, bersama/bersama-sama,
berpegang, dan berusaha) dan pemakaian 1 (satu) partikel tunggal (antara) yang
mendahuluinya atau berpasangan dengannya.
Adapun munculnya pemakaiannya dengan yang dianggap kurang tepat itu
merupakan hasil terjemahan dari 6 (enam) satuan gramatikal yang terdiri atas (1) wau
athaf = 14x (30,43%), (2) bi harf jar = 6 (13,04%), (3) ma’a dharaf makan = 21x
(45,65%), (4) wau + baina (haraf athaf + dharaf makan) = 1x (2,17%), (5) maf’ul bih =
3x (6,52%), dan fii = 1x (2,17%).
Hal itu dilakukan karena mengikuti kaidah baku dengan pasangan : bersamasama
+ nomina/pronomina dan contoh-contoh pemakaiannya (22x/40 = 55%), antara lain
seperti tampak di bawah ini.
(1) Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati …. = lau kaanuu
‘indanaa maa maatuu …. (QS 3:156).
(2) Hai Iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu
= Ya Iblisu maa laka allaa takuuna ma’asaajidiin (QS 15:32).
(3) maka Kami tenggelamkan dia (Fir’aun) serta orang-orang yang bersama-sama dia
seluruhnya = faaghnaahu waman ma’ahuu jamii’aa (QS 17:103).
Pemakaian partikel dengan yang tidak baku atau yang menyimpang dari kaidah
baku bahasa Indonesia seperti terlihat dalam data bahasa Indonesia terjemahan tertdahulu
– menurut pandangan peneliti – kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain: tidak taat asas pada kaidah baku bahasa Indonesia atau kurang
perhatian terhadap pemakaian kaidah baku bahasa Indonesia atau pengaruh pemakaian
partikel bahasa sumber. Hal ini terbukti dengan diperolehnya banyak bukti pemakaian
partikel dengan yang berpasangan langsung dengan verba intransitif atau adjektiva
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 52
secara tepat dilihat dari hubungan sintaktis (kolokasi) dan atau hubungan gramatikal
(verba/adjektiva berpartikel) seperti tampak di bawah ini:
kikir dengan (1x); bakhil dengan (1x); bergirang hati dengan (1x); berterus terang
dengan (1x); campur dengan (1x); merasa puas dengan (1x); puas dengan (2x); merasa
tenteram dengan (2x); sabar (tahan) dengan (2x); gembira dengan (3x); bergembira
dengan (3x); merasa senang dengan (4x); merasa bangga dengan (4x); bersuka ria
dengan (2x); bersumpah dengan (21x); tenteram dengan (2x); binasa dengan (1x);
berjumpa dengan (5x); bersoal jawab dengan (1x); berbicara dengan (8x); bercampur
dengan (5x); seimbang dengan (6x); kawin dengan (2x); kawinlah dengan (1x); serupa
dengan (15x); sesuai dengan (5x); berkata-kata dengan (3x); semasa dengan (1x);
berperang dengan (1x); sama dengan (23x); bertemu dengan (5x); bercakap-cakap
dengan (3x); berhadapan muka dengan (1x); bercampur baur dengan (1x); berkawan
dengan (1x); setimpal dengan (1x); bergaul dengan (3x); bergaul (bercampur) dengan
(1x); berdebat dengan (1x); berlainan dengan (1x); sebanding dengan (1x);
bergembiralah dengan (1x); berhak dengan (1x); letih dengan (1x); berkasih sayang
dengan (1x); berhubungan dengan (1x); penuh dengan (1x); sampai dengan (2x);
berbantah dengan (2x); ridha dengan (1x); rela dengan (1x); kecewa dengan (1x);
bermusyawaratlah dengan (1x); beragama dengan (1x); (munajat) dengan (1x);
(setimpal) dengan (1x); terikat dengan (1x); bertaut dengan (1x); setara dengan (1x);
sependirian dengan (1x); dekat dengan (2x); berserikat dengan (1x); mantap dengan (1x);
berjihad dengan (1x)
Frekuensi pemakaian partikel dengan yang berpasangan dengan sejumlah verba
intransitif/semitransitif/ajektiva di atas itu mencapai f = 168x (14,14,43%) dari seluruh
frekuensi pemakaian (1164x). Akan tetapi secara keseluruhan tingkat kebakuannya
sangat tinggi dengan f = 1114 (95,70). Adapun variasi pemakaiannya dapat dilihat dari
pemakaian 30 verba taktransitif/semitransitif (campur, sampai, bergirang hati, berterus
terang, bercampur/bercampur baur, merasa puas/tenang/tenteram/senang/bangga,
bergembira/bergembiralah, bersumpah, berjumpa, bersoal jawab, berbicara,
kawin/kawinlah, berperang, bertemu, bercakap-cakap, berhadapan muka, berkawan,
bergaul, berdebat, berlainan, berhak, berkasih sayang, berbantah, beragama, terikat,
bertaut, berserikat, berjihad), 14 (empat belas) ajektiva (kikir, bakhil, puas, sabar,
gembira, tenteram, binasa, seimbang, sama, letih, penuh, kecewa, dekat, dan mantap ),
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 53
dan 8 (delapan) nomina (serupa, semasa, sebanding, setimoal, setara, munajat, dan
sependirian) yang berhubungan dengannya.
Pada umumnya partikel dengan dalam bahasa Indonesia terjemahan merupakan
hasil dari terjemahan leksikal dari partikel bahasa sumber (2 bentuk partikel), yaitu bi
dan ilaa yang berpasangan dengan verba-verba yang tergolong ke dalam verba-verba
berpartikel dalam bahasa sumbernya. Sebagian lagi merupakan hasil terjemahan
gramatikal dari fungsi sintaktis sebagai maf’ul (objek) atau mukammil (pelengkap).
5. Deskripsi Pemakaian Partikel dari (Takbaku) dan Analisis Sintaksisnya
- makanlah olehmu dari rezki yang dianugerahkan Tuhanmu (1x):
(34:15)
- dan mencegah dari (5x) (3:104); (3:110); (3:114); (29:45); (7:71)
- dan Allah melarang dari perbuatan keji (1x): (16:90)
- Kami selamatkan orang-orang melarang dari perbuatan jahat (1x):
(7:165)
- dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya (1x): (35:30)
- agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi
(1x): (2:61)
- dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya (1x):
(3:49)
- Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka bersegera membuat
dosa (1x): (5:62)
- kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (5:71)
- kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan
orang-orang yang kafir (5:80)
- tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik (5:81)
- Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak
menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan (6:119)
- Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan
kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik
membunuh anak-anak mereka (6:137)
- Bahkan kebanyakan dari mereka tidak mengetahui (27:61)
- Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah) (30:42)
- Kami jadikan untuk isi nereka Jahannam kebanyakan dari jin dan
manusia (7:179)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 54
- Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari
Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada
kebanyakan dari manusia (5:68)
- Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami (10:92)
- Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalaim kepada sebahagian yang lain (QS
38:24)
- bahkan kamu mengira bahwa Alah tidak mengetahui kebanyakan dari
apa yang kamu kerjakan (41:22)
- jauhilah kebanyakan dari prasangka (49:12)
- sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami menjelaskan
kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan (5:15)
- dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang
ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuat pahit, pohon Atsal dan sedikit
dari pohon Sidr (34:16)
- dan sebagian darinya kamu makan (23:21)
- Sebagian dari = 49x, misalnya: 2:254; 2:267 (2x); 3:44
- Sebagian besar dari = 4x (25:49; 37:71; 42:30; 42:34)
- Sebahagian dari = 37x, misalnya: 2:101; 2:158; 34:31; 3:23
- Sebahagian besar dari = 2:100; 9:34; 12:106; 27:76
- Sebahagian kecil dari = 4:155
- Segolongan dari = 9x (2:75; 3:69; 4:102; 4:113; 9:117; 23:109; 28:4;
61:14; 73:20)
- Segolongan besar dari = 3x (56:13; 56:39; 56:40)
Segolongan kecil dari = 56:14
- dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka
(52:21)
- lebih sangat dari (4:77)
- (lebih loba) dari (2:96)
- lebih utama bagi …. dari (33:6)
- lebih baik dari (43:32); (43:52); (3:15); (3:157); (8:70); (9:121);
(10:58); (16:96); (16:97); (24:38); (29:7); (43:52); (54:43); (70:41);
(39:35); (93:4); (97:3); (49:11); (3:157); (10:58); (2:263);
- lebih tinggi dari (23:24)
- lebih kuat dari (47:13); (30:9)
- lebih besar …. dari (2:191); (2:219); (4:153); (29:45); (35:44);
(41:15); (43:8); (43:48)
- lebih banyak dari (4:32); (30:9); (16:92)
- lebih dahulu dari (59:10)
- lebih benar …. dari (4:51)
- lebih dekat dari (22:13)
- lebih buruk dari (5:60)
- lebih sedikit darimu (18:39)
- lebih mendapat petunjuk dari (6:157); (35:42); (35:44)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 55
Analisis:
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, partikel dari sebagai kata preposisi
atau kata depan memiliki 7 (tujuh) fungsi, yaitu untuk: (1) menyatakan keterangan
tempat asal sesuatu, (2) menyatakan asal sesuatu dibuat, (3) menyatakan keterangan
sebab, (4) menyatakan bahwa sesuatu merupakan anggota baru suatu kelompok, (5)
dipakai bersama-sama kata tergantung sebagai ungkapan tetap, (6) menyatakan
kekhususan atau pembatasan suatu masalah, dan (7) menyatakan alasan.
Dalamnya kenyataannya, kita dapati pemakaian partikel dari yang tidak mengikuti salah
satu fungsi dari ketujuh fungsi di atas. Partikel dari telah dipakai secara berlebihan
(redundansi) seperti tampak dalam deskripsi data bahasa Indonesia terjemahan di atas. Di
samping itu ia telah dipakai untuk menyatakan perbandingan.
Frekuensi pemakaian partikel dari yang dianggap menyimpang atau tidak baku itu
mencapai f = 147x/1444 (10,18%). Adapun variasi penyimpangan dalam pemakaiannya
dapat dilihat dari pemakaian 5 (empat) verba transitif (makanlah, melarang, menambah,
mengurangi, dan mengeluarkan), 1 (satu) verba komparatif (lebih mendapat), 14 (lima
belas) ajektiva komparatif (lebih sangat, lebih loba, lebih utama, lebih baik, lebih tinggi,
lebih kuat, lebih besar, lebih banyak, lebih dahulu, lebih benar, lebih dekat, lebih buruk,
dan lebih sedikit), 3 (tiga) nomina (kebanyakan dan sebagian/sebahagian/segolongan), 2
(dua) numeralia (banyak dan sedikit), dan 1 (satu) partikel (sejak) yang mendahuluinya
atau berpasangan dengannya.
Berikut ini adalah penjelasan tentang alasan penyimpangannya dan
ketidakbakuannya masing-masing.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 56
Pasangan verba/nomina/partikel + partikel dari tercantum dalam data terjemahan
berikut:
Verba-verba transitif berpartikel: makanlah/mencegah/ melarang/menambah/mengeluarkan
+ dari di atas merupakan pemakaian partikel dari yang dianggap
menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia karena verba-verba tersebut dapat
langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel. Di samping itu verba-verba
tadi dapat diubah ke dalam bentuk pasif menjadi: dimakan/dicegah/dilarang/ditambah/-
dikeluarkan. Oleh karena itu, partikel dari yang melekat pada verba-verba transitif tadi
sebaiknya dilesapkan dengan mengubah urutan letak objeknya - seperti tercantum dalam
terjemahan: dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka (QS 24:38) - atau
partikel dari tetap dipertahankan dengan memunculkan objek yang berhubungan dengan
makna verbanya walaupun diletakkan di antara dua kurung atau dengan mengubah
partikel dari menjadi nomina sebagian yang searti dengan makna dari yang
menunjukkan makna min tab’idhiyah (min yang berarti sebagian). Hal itu untuk
menjaga dan mempertahankan keutuhan tekstualnya yang melesapkan maf’ul bihnya
(objeknya) dan untuk menunjukkan bahwa objek atau sasaran dari verba itu adalah
bersifat umum (siapa saja orangnya). Dengan demikian terjemahannya menjadi sebagai
berikut.
(1) Makanlah olehmu sebagian rezki yang dianugrahkan Tuhanmu = kuluu min rizqi
rabbikum (QS 34:15).
(2) …. menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah (manusia) dari yang munkar =
waya’muruuna bilma’ruufi wayanhauna ‘anil munkar (QS 3:104); (QS 3:110); (QS
3:114)
- Sesungguhnya shalat itu mencegah (manusia) dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
munkar = innaashshalaata tanhaa ‘anil fahsyaa-i wal munkar (QS 29:45).
(3) …. dan Allah melarang (manusia) dari perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan = wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i wal munkari walbaghy (QS 16:90).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 57
- Kami selamatkan orang-orang yang melarang (manusia) dari perbuatan jahat …. =
anjainal ladziina yanhauna ‘anis suu-‘ (QS 7:165).
(4) …. dan menambah kepada mereka sebagian karunia-Nya = wayaziidahum min
fadhlih (QS 35:30)
(5) …. agar Dia mengeluarkan bagi kami apa yang ditumbuhkan bumi = yukhrij lanaa
mimmaa tumbitul ardh (QS 2:61)
(6) dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya dan orang yang berpenyakit
sopak = waubriul akmaha wal abrash (QS 3:49).
(7) Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan Tuhanmu = qad
waqa’a ‘alaikum min rabbikum rijsun wa ghadhab (QS 7:71).
Hai ini berdasarkan pemakaian kaidah baku dan contoh-contohnya dalam bahasa
Indonesia terjemahan baku. Misalnya:
- yang mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub = yaritsunii wayaritsu
min aali ya’quub (QS 19:6)
- Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami ….= wawahabnaa
min rahmatinaa …. (QS 19:53)
- Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk =
wayaziidullaahul ladziinahtadau hudaa (QS 19:76)
Pasangan nomina/numeralia + partikel dari: kebanyakan/banyak dari, itu
tercantum dalam data terjemahan terdahulu.
Kata kebanyakan merupakan bentuk nomina (isim) yang berarti antara lain (1)
banyaknya atau jumlahnya, misalnya: - bukan kebanyakan anggota yang penting, tetapi
kualitasnya (KBBI, 1997:92) dan (2) sebagian besar, misalnya:
- kebanyakan murid-murid di sekolah kami mempunyai sepeda motor (KBBI, 1997:92)
Pasangan kebanyakan dari + nomina dalam contoh 1 – 6 merupakan hasil
terjemahan harfiyah (literal) atau gramatikal-leksikal dari pasangan katsiir min dalam
bahasa sumbernya. Pasangan ini tidak menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia,
tetapi dianggap kurang baku. Pasangan itu termasuk pemakaian manasuka yang boleh
dipertukarkan dengan pasangan kebanyakan + nomina (aktsar + isim) yang terdiri dari 2
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 58
(dua) susunan, yaitu (1) kebanyakan + nomina tunggal = 61x (misalnya: 2:243; 3:110;
dan 5:49) dan (2) kebanyakan + nomina jamak = 3x (misalnya: 4:114; 6:116; dan (27:15).
Akan tetapi pasangan yang terakhir ini lebih menunjukkan pemakaian baku yang pada
umumnya (65x/88 = 73,86%) lebih banyak dipakai dalam bahasa Indonesia terjemahan
Alquran daripada pasangan pertama (23x/88 = 22,14%). Misalnya:
- dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (QS 3:110)
- akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui (QS 16:38)
- dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan (QS 17:70)
Adapun kata banyak merupakan bentuk numeralia (‘adad) yang berarti (1) besar
jumlahnya, misalnya: saudagar itu banyak uangnya dan (2) jumlah bilangan, misalnya:
berapa orang banyaknya?. (KBBI, 1997:92). Kata banyak dapat langsung berhubungan
dengan nomina/pronomina tanpa bantuan partikel dari. Oleh karena itu, pasangan banyak
dari pada contoh nomor 7 termasuk pemakaian partikel takbaku. Jadi, partikel dari yang
melekat pada numeralia tadi sebaiknya dilesapkan sehingga terjemahannya menjadi
sebagai berikut:
(7) Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan
kepadamu banyak isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan = yaa ahlal kitaabi qad jaaakum
rasuulunaa yubayyinu lakum katsiiran mimmaa kuntum tukhfuuna minal kitaab
(QS 5:15)
Pasangan nomina + partikel dari: sebagian/sebahagian dari tercantum dalam
data terjemahan:
(8) dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk
kamu dan sebagian darinya kamu makan = walakum fiihaa manaafi’u katsiiratun
waminhaa ta’kuluun (QS 23:21).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 59
Kata sebagian merupakan bentuk nomina (isim) yang berarti satu bagian
Pasangan sebagian dari + nomina dalam contoh merupakan hasil terjemahan harfiyah
(literal) atau gramatikal-leksikal dari min dalam bahasa sumbernya. Secara gramatikal
pasangan ini tidak menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia. Pasangan itu
termasuk pemakaian manasuka yang boleh dipertukarkan dengan pasangan sebagian +
nomina (tunggal) = 34x (misalnya: 2:36; 2:253; 2:283) dan sebagian + nomina (jamak) =
5x (2:271; 3:7; 3:23; 6:158; 34:31). Pasangan yang pertama ini lebih menunjukkan
tingkat kebakuan yang tinggi (yang pada umumnya lebih banyak dipakai dalam bahasa
Indonesia terjemahan Alquran daripada pasangan kedua (sebagian dari + nomina = 49x;
sebagian + nomina tunggal = 34x; sebagian + nomina jamak = 5x). Akan tetapi pasangan
sebahagian + nomina (45x) menunjukkan derajat kebakuan yang lebih tinggi daripada
pasangan sebahagian dari + nomina (37x).
Misalnya (pasangan sebagian/sebahagian + nomina):
- Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain = tilkarrusulu
fadhdhalnaa ba’dhahum a’laa ba’dh (QS 2:253)
- Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain …. = fain amina ba’-
dhukum ba’dhan, …. (QS 2:283)
- dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka =
wamimmaa razaqnaahum yunfiquun (QS 2:3)
- Lalu Kami berfirman: Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu =
faqulnadhdharibuuhu biba’dhihaa (QS 2:73)
Pasangan adjektiva/adverbia + partikel dari: sedikit dari tercantum dalam data
terjemahan:
(1) dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohonpohon)
yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr = wabaddalnnahum
bijannataihim jannataini dzawaatai ukulin khathin waatslin wasyaiin min sidrin qaliil (QS
34:16)
(2) dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka = wamaa alatnaahum
min ‘amalihim min syain (QS 52:21)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 60
Kata sedikit merupakan bentuk adjektiva (sifat) yang berarti tidak banyak, tidak
seberapa, agak (KBBI, 1997:889) dalam contoh: untungnya sedikit (letaknya di belakang
nomina. Akan tetapi kata sedikit bisa merupakan bentuk numeralia pokok taktentu
apabila terletak di depan nomina, seperti: sedikit air (TBBBI, 1992:197-198). Pasangan
sedikit + dari + nomina dalam contoh di atas merupakan hasil terjemahan harfiyah
(literal) atau gramatikal-leksikal dari min dalam bahasa sumbernya. Secara gramatikal
pasangan ini tidak menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia. Akan tetapi pasangan
secara gramatikal, kata sedikit dapat langsung berhubungan dengan nomina tanpa
bantuan partikel dari. Namun dari segi semantik terdapat perbedaan makna antara sedikit
dari pohon sidr dan sedikit pohon sidr. Pada contoh pertama tedapat nomina yang
dilesapkan, yaitu sedikit …. dari …., sedangkan pada contoh kedua bisa terkandung
makna tidak banyak pohon sidr. Oleh karena itu pemakaian partikel dari berkaitan erat
dengan makna yang dimaksud jika ingin dipakai secara manasuka dilihat dari segi derajat
kebakuannya, bukan dari segi penyimpangnnya dari kaidah baku Bahasa Indonesia..
Lain halnya dengan pemakaian dari sesudah kata sedikitpun. Kata sedikitpun bisa
tergolong adverbia dari verba transitif sebelumnya, yaitu mengurangi yang dapat
langsung berhubungan dengan objeknya tanpa bantuan suatu partikel. Oleh karena itu,
partikel dari yang mengiringi kata sedikitpun sebaiknya dilesapkan sehingga data
terjemahan nomor 2 dapat diubah menjadi:
(2) dan Kami tiada mengurangi sedikitpun pahala amal mereka = wamaa alatnaahum min
‘amalihim min syain (QS 52:21).
Selain itu secara sintaksis urutan katanya (objeknya) dapat ditukar menjadi:
(2) dan Kami tiada mengurangi pahala amal mereka sedikitpun (Adverbia)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 61
Pasangan lebih + adjektiva + dari terdapat dalam data terjemahan Alquran pada
bagian tedahulu (46x).
Kehadiran partikel dari dalam data bahasa Indonesia terjemahan di atas merupakan
pemakaian yang kurang tepat (menyimpang) secara sintaktis. Sebab, dalam tata bahasa
baku bahasa Indonesia, frasa atau kalimat yang mengungkapkan perbandingan harus
dinyatakan dengan partikel daripada, bukan partikel dari. Jadi, pemakaian partikel dari
dalam data bahasa Indonesia terjemahan Alquran di atas, semuanya termasuk pemakaian
partikel dari dalam bahasa Indonesia yang tidak baku, seperti: Dia lebih pintar dari
adiknya (TBBI, 1992:216). Dengan demikian partikel dari dalam data tersebut sebaiknya
diganti dengan partikel daripada untuk menyatakan perbandingan yang dimaksud.
Adapun pemakaian partikel dari pada contoh-contoh terjemahan (9:21), (16:96),
(16:97), (24:38), (29:7), dan 39:35), itu semuanya (frasa lebih baik dari ) tidak
menunjukkan adanya perbandingan komparatif – yang berpola lebih + adjektiva +
daripada sesuai dengan makna yang dimaksud. Frasa itu merupakan hasil terjemahan
dari tarkib idhafi dalam bahasa sumbernya, yaitu: ahsana maa/biahsani maa. Oleh
karena itu, terjemahannya yang tepat adalah terbaik/paling baik dari atau terlebih baik
(Alquran Terj. Mahmud Yunus, 1984). Partikel dari di sini dapat dipertahankan
pemakaiannya dengan makna sebab atau disebabkan oleh (KBBI, 1997:210). Atau
partikel dari itu dapat diganti dengan partikel terhadap atau atas, bukan partikel
daripada karena tidak menyatakan perbandingan komparatif, melainkan perbandingan
superlatif yang tidak menuntut kehadiran partikel daripada.
Pemakaian partikel dari baku dapat didahului oleh sejumlah verba
intransitif/semitransitif/ajektiva seperti tampak di bawah ini.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 62
(berangkat) dari (1x); berpaling dari (39x); menyimpang dari (6x); - bertaubat dari
(1x); ada dari (1x); pindah dari (1x); keluar dari (16x); keluarlah dari (1x); pergi dari
(1x); aman dari (5x); aman tenteram dari (1x); merasa aman dari (5x); tersembunyi
dari (1x); bersembunyi dari (3x); berhentilah dari (2x); terhenti dari (1x); kembali
dari (1x); murtad dari (1x); sesat dari (3x); tersesat dari (6x); (berasal) dari (5x);
lepaslah dari (1x); berlepas dari (8x); terlepas dari (1x); lalai dari (6x); datang dari
(21x); lengah dari (2x); jauh dari (7x); turun dari (2x); turunlah dari (2x); lolos dari
(1x); luput dari (4x); hilang dari (4x); masuk dari (1x); putus asa dari (1x); berputus
asa dari (3x); tehindar dari (1x); berpisahlah dari (1x); lari dari (3x); selesai dari (1x);
lenyaplah dari (8x); bersih dari (3x); jatuh dari (1x); timbul dari (1x); terlambat
dari(1x)
Frekuensi pemakaian partikel dari baku yang berpasangan dengan sejumlah verba
taktransitif/semitransitif/ajektiva dalam data bahasa terjemahan ayat-ayat Alquran di atas
mencapai f = 183x (10,87%). Namun secara keseluruhan tingkat kebakuannya tergolong
tinggi (84,28%). Adapun variasi pemakaiannya terlihat dari pemakaian 25 (dua puluh
lima) verba taktransitif/semitransitif (ada, pindah, hilang, keluar, pergi, lari, kembali,
murtad, lolos, luput, masuk, jatuh, timbul, putus asa/berputus asa, lepas/lepaslah,
turun/turunlah, berasal, tersembunyi/bersembunyi, berhenti/terhenti, tersesat, dan
berpaling, berangkat, menyimpang, bertaubat, dan terlambat) dan 7 (tujuh) ajektiva
(selamat, bersih, lengah, sesat, lalai, aman, dan lenyap). Selanjutnya diketahui bahwa
hampir semua partikel dari dalam bahasa Indonesia terjemahan merupakan hasil dari
terjemahan harfiyah (literal) atau terjemahan harfiyah (literal) dari 3 (tiga) bentuk satuan
gramatikal, yaitu min, ‘alaa dan ‘an, yang berpasangan dengan verba-verba yang
tergolong ke dalam verba-verba berpartikel dalam bahasa sumbernya. Partikel lainnya
merupakan hasil terjemahan gramatikal yang berupa maf’ul bih (objek) dalam bahasa
sumbernya, seperti terhadap apa yang luput dari kamu yang bahasa sumbernya berbunyi:
‘alaa maa faatakum (QS 57:23).
Adapun munculnya pemakaian partikel takbaku dari dalam deskripsi data di atas
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 63
merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) dari satuan gramatikal yang terdiri atas: (1)
min = 62x (56,36%); (2) ‘an = 8x (7,27%); (3) idhafat ila isim/dharaf (mudhaf ilaih) =
12x (10,91%); (4) bi: 52:19, (5) makna isim tafdhil = 3x (3%); (6) ‘ala = 2x (1,82%);
(7) maf’ul bih = 1x (0,97%); (8) makna sifat = 1x (0,97%); (9) mustatsna bi illa = 10x
(9,09%) (10) hadzfuljarr = 1x (0,97%) yaitu ayat (36:35); (11) min duni = 5x (4,55%).
Selanjutnya frekuensi pemakaian partikel dari yang menyimpang dari kaidah gramatikal
atau pemakaian partikel takbaku dilihat dari aspek sosiolinguistik dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran, itu sebanyak (147x) dari (1444x) yang muncul di dalamnya dengan
proporsi penyimpangan atau takbaku (10,18) dalam pemakaian partikel dari dan
(89,82%) dalam pemakaian baku partikel dari. Demikian pula dengan nomina sepasang/-
kebanyakan/adverbia banyak/-sedikit/enggan dapat berpasangan langsung dengan nomina
tanpa diikuti partikel dari. Khususnya, susunan nomina kebanyakan + nomina; (65/88 =
73,86%), partikel selain + nomina (178/231 = 77,06%).
Di samping itu, ada pemakaian partikel dari yang tidak berfungsi sebagai
terjemahan dari partikel bahasa sumbernya, yaitu min. Partikel min dalam bahasa
Arab/Alquran memiliki berbagai makna/fungsi, antara lain li tab’idh (untuk menyatakan
sebagian). Oleh karena itu, agar struktur bahasa Indonesia terjemahannya jelas, partikel
min dalam bahasa sumber harus diterjemahan dengan sebagian (sebagai nomina) yang
dapat menduduki fungsi komplemen (objek), bukan dengan dari (sebagai partikel).
Kemudian urutan letak objeknya dapat diubah dan dapat langsung berhubungan dengan
predikatnya (verbanya). Jadi, pemakaian partikel dari dalam data bahasa Indonesia
terjemahan Alquran (34:15), (35:30), dan (2:61) sebaikanya dihilangkan sehingga data
terjemahan yang baku menjadi tampak sebagai berikut.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 64
- makanlah olehmu sebagian rezki yang dianugerahkan Tuhanmu (34:15)
- menambah karunia-Nya kepada mereka (35:30)
- mengeluarkan bagi kami apa yang ditumbuhkan bumi (2:61)
Adapun pemakaian partikel dari sesudah verba transitif (mencegah dan melarang)
dalam data bahasa Indonesia terjemahan Alquran di atas, itu merupakan terjemahan
gramatikal dari kalimat yanhauna ‘anil munkar yang maf’ulnya (objeknya) dilesapkan
untuk menunjukkan keumuman (siapa saja orangnya sebagai objeknya atau sasarannya)
dapat terkena cegahan atau larangan. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia terjemahan
objek itu dapat dimunculkan walaupun terletak dalam dua kurung agar struktur
gramatikanya menjadi jelas. Jadi, data terjemahan yang memakai partikel dari itu dapat
diubah dengan mencantumkan objek yang terletak dalam dua kurung seperti tampak di
bawah ini.
- mencegah (orang) dari (3:104); (3:110); (3:114); (29:45); (7:71)
- melarang (orang) dari (16:90); (7:165)
Selain itu, ada pemakaian partikel dari dalam data bahasa Indonesia terjemahan:
(52:19); (9:121); (16:96); (16:97); (24:38); (29:7); (39:35; dan (24:11) yang merupakan
pemakaian yang kurang tepat dilihat dari kolokasinya karena hal itu dapat menimbulkan
makna yang berbeda dengan makna yang dimaksud. Partikel dari dalam data tersebut
merupakan terjemahan dari partikel bi dalam bahasa sumbernya. Memang benar salah
satu fungsi partikel dari dapat menyatakan keterangan sebab sehingga partikel dari itu
juga dapat bermakna sebab yang berdekatan maknanya dengan data terjemahan yang
dimaksud. Akan tetapi agar data bahasa Indonesia terjemahan mudah dipahami oleh para
pembaca umum dan tidak mengandung makna ganda, sebaiknya pemakaian partikel dari
dalam data di atas diganti dengan salah satu partikel, seperti terhadap, atas, atau sebab
sesuai dengan makna partikel dalam bahasa sumbernya (dapat bermakna ilaa =
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 65
kepada/terhadap);‘alaa = atas; sababiyyah = sebab). Oleh karena itu, pemakaian partikel
dari dapat diganti dengan partikel terhadap/atas sebagaimana tampak sebagai berikut.
- sebagai balasan terhadap/atas apa yang telah kamu kerjakan (52:19)
- membalas mereka dengan upah yang terbaik terhadap/atas apa yang
telah mereka kerjakan (9:121); (16:96); (16:97); (24:38); (29:7);
(39:35)
- mendapat balasan terhadap/atas dosa yang dikerjakannya (24:11)
Pasangan nomina segolongan, sebagian, sebahagian, dan kebanyakan + partikel
dari di atas merupakan pasangan manasuka karena berdasarkan kaidah yang menyatakan
bahwa salah satu fungssi partikel dari adalah untuk menyatakan makna sebagian yang
dapat dinyatakan secara eksplisit atau secara implisit. Partikel dari dalam data di atas
merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) dari bahasa sumber min yang mengandung
makna min tab’idhiyah. Jika partikel min itu tidak diterjemahkan, maka min itu dapat
berarti min bayaniyah (keterangan penjelas).
6. Deskripsi Pemakaian Partikel antara (Takbaku):
- membedakan antara (2:53)
- membedakan (antara) (77:4)
- memperbedakan antara (4:150)
- membeda-bedakan antara (2:285)
- pisahkan antara (21:30)
- pisahkanlah antara …. dengan (5:25)
- memecah antara (20:94)
- memecah belah antara (9:107)
- memisahkan antara (60:3); (86:13)
- mengumpulkan antara (24:43); (34:26); (42:15)
- menceraikan antara …. dengan (2:102)
- mendamaikan antara (2:182)
- damaikanlah antara (49:9); (49:10); (11:1)
- membatasi antara (8:24)
- memutuskan antara ….. terhadap/tentang (10:93); 45:17); (39:46)
- mengadili antara …. dengan (4:105)
- dihalangi antara …. dengan (34:54)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 66
Analisis:
Pemakaian partikel (preposisi) antara pada verba-verba transitif di atas merupakan
pemakaian yang kurang tepat atau menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia. Hal
ini karena verba transitif adalah verba yang menuntut kehadiran objek langsung bukan
objek berpartikel/berprposisi (berkata depan), kecuali jika verba itu adalah verba
intranstif/semitransitif yang tidak memerlukan objek. Verba-verba transitif di atas dapat
digolongkan ke dalam verba yang berimbuhan: (1) meN-, seperti: memecah, memecah
belah; (2) meN-kan, seperti: membedakan, memisahkan, mengumpulkan, menceraikan,
mendamaikan, mence-moohkan, dan memutuskan (3) meN-i, seperti: membatasi dan
mengadili; (4) memper-kan, seperti: memperbedakan; (5) -kan, seperti: pisahkan, (6) -
kanlah, seperti: pisahkanlah dan damaikanlah (verba berimbuhan nomor 5 dan 6,
keduanya merupakan bentuk verba transitif imperatif); (7) meN-R-kan, seperti:
membeda-bedakan; dan (8) di-i, seperti dihalangi (verba ini termasuk bentuk verba
transitif pasif). Verba-verba di atas memiliki objek yang berupa frasa depan (objek
berpartikel/berkata depan), yaitu frasa yang didahului oleh partikel (kata depan) antara.
Frekuensi pemakaian partikel antara yang menyimpang dari kaidah gramatikal
atau pemakaian partikel takbaku dilihat dari aspek sosiolinguistik dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran, itu sebanyak 24x dari 85x yang muncul di dalammnya dengan
proporsi penyimpangan atau takbaku (28,24%) dalam pemakaian takbaku partikel antara
dan (71,76%) dalam pemaiakan baku partikel antara. Adapun variasi penyimpangan
dalam pemakaiannya dapat dilihat dari pemakaian 9 (sembilan) verba transitif aktif/suruh
(membedakan/memperbedakan/membeda-bedakan, memecah/memcah belah, memisahkan,
mengumpulkan, menceraikan, mendamaikan/damaikanlah, membatasi,
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 67
memutuskan, dan mengadili), dan 1 (satu) verba transitif pasif (dihalangi) yang mendahuluinya
atau berpasangan dengannya.
Pemakaian partikel antara yang berpasangan dengan verba-verba transitif di atas
merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) atau satuan-satuan gramatikal yang terdiri
atas (1) makna isim (4x), (2) baina (21x), (3) maf’ul bih (1x), dan (4) makna fi’il (1x).
Adapun pemakaian partikel antara baku yang berhubungan verba transitif yang
berobjek langsung itu terlihat dalam contoh-contoh bahasa Indonesia terjemahan berikut.
- mengerjakan sa’i antara keduanya (QS 2:158)
- awan yang dikendalikan antara langit dan bumi (QS 2:164)
- berilah keputusan antara kami dan kaum kami (QS 7:89)
- berilah keputusan antara kami (QS 38:22)
- diberikanlah keputusan antara mereka (QS 10:47)
- sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka (QS 42:38)
- membuat dinding antara kami dan mereka (QS 18:94)
- memberi keputusan antara kita (QS 34:26)
- menyelesaikan perkara antara mereka (QS 27:78)
- menetapkan keputusan antara hamba-hamba-Nya (QS 40:48)
- mendengar soal jawab antara kamu berdua (QS 58:1)
- adakanlah suatu keputusan antaraku dan mereka (QS 26:118)
- yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki (QS 60:12)
- adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin (QS 37:158)
- segala hubungan antara mereka terputus sama sekali (QS 2:166)
- untuk pertemuan antara kami dan kamu (QS 20:58)
- itulah (perjanjian) antara aku dan kamu (QS 28:28)
- orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan (QS 41:34)
Frekuensi pemakaian partikel antara baku dalam data terjemahan di atas
mencapai f = 18x (21,18%) dari seluruh frekuensi yang muncul (85x), sedangkan variasi
pemakaiannya dapat terlihat dari pemakaian 10 (sepuluh) verba transitif (mengerjakan,
dikendalikan, memberi/berilah/diberikanlah, diputuskan, membuat, menyelesaikan,
menetapkan, mendengar, dan adakan/adakanlah/ada-adakan) dan 4 (empat) nomina
(hubungan, pertemuan, perjanjian, dan orang) yang mendahuluinya atau berkaitan
dengannya. Akan tetapi secara keseluruhan tingkat kebakuannya termasuk ke dalam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 68
kategori cukup dengan f = 54x (63,53%). Adapun munculnya pemakaian partikel antara
itu merupakan hasil terjemahan harfiyah (literal) dari 3 (tiga) satuan gramatikal, yaitu
baina/baina wa baina sebagai dharaf makan, bi sebagai harf jarr, dan idhafat dalam
bahasa sumbernya.
Selain itu pemakaian partikel antara baku dapat berhubungan dengan verba
intransitif/semitransitif/ajektiva seperti tampak di bawah ini.
- ada persengketaan antara keduanya (QS 4:35)
- yang ada antara keduanya (QS 5:18); (QS 25:59); (QS 38:27); (QS 44:38); (QS 46:3);
(QS 50:38)
- yang ada antara aku dan kamu (QS 6:58)
- menjadi penghalang antara keduanya (QS 11:43)
- menjadi saksi antara aku dan kamu (QS 6:19); (QS 13:43); (QS 17:96)
- tidak ada perselisihan antara kami dan kamu (QS 3:64)
- ragu-ragu antara yang demikian (QS 4:143)
- yang bersih antara tahi dan darah (QS 16:66)
- dan antara kami dan kamu ada dinding (QS 41:5)
- telah nyata antara kami dan kamu permusuhan (QS 60:4)
- bermegah-megah antara kamu (QS 57:20)
Frekuensi pemakaian antara baku yang berhubungan dengan verba
intrsnsitif/semitransitif/ajektiva di atas mencapai f = 18x (21,18%), sedangkan variasi
pemakaiannya terlihat dari pemakaian 3 (tiga) verba (intransitif (ada, menjadi, dan
bermegah-megah) dan 3 (tiga) ajektiva (ragu-ragu, bersih, dan nyata) yang berkaitan
dengannya. Adapun munculnya pemakaian partikel antara baku itu, semuanya merupakan
hasil terjemahan harfiyah (literal) dari 1 (satu) bentuk satuan gramatikal, yaitu
baina/baina wa baina sebagai dharaf makan (keterangan tempat) dalam bahasa
sumbernya. Jadi, pemakaian partikel antara baku dalam data terjemahan, semuanya telah
mencapai 36x plus = 54x (63,53%) dari keseluruhan frekuensi pemakaian partikel antara
(f = 85x). Ini menunjukkan tingkat kebakuan dalam kategori cukup.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 69
7. Deskripsi Pemakaian Partikel di (Takbaku)
- menjelajah di (1x)(50:36)
- di hari kiamat (25x): 2:212; 3:25; 3:180; 3:194; 4:87; 4:141; 4:159
7:172; 10:93; 11:60; 11:98; 11:99; 16:27; 16:92; 16:124; 20:100
20:101; 20:105; 22:9; 23:16; 23:111; 25:22; 29:25; 35:14; 43:38
- di hari akhirat (1x): 3:176
- di hari tua (1x): 14:39
- di hari Furqan (1x): 8:41
- di hari ini (2x): 6:93; 23:111
- di hari itu (16x): 4:42; 10:45 11:66; 16:63; 17:71; 18:99; 22:56; 24:25;
24:37; 25:22; 26:90; 30:4; 30:14; 43:39; 52:11; 76:10;
- di hari-hari yang bukan Sabtu : 7:163
- di hari yang ma’lum (1x): (26:38)
- di hari yang tertentu (1x) 26:155
- di hari raya (1x): 20:59
- di pagi hari (5x): 6:52; 68:17; 68:21; 68:25; 91:1
- di malam hari (16x): 3:113; 4:81; 6:60; 7:4; 7:97; 13:10; 20:77; 20:130;
23:67; 26:52; 27:49; 46:40; 50:40; 52:49; 73:2; 76:26
- di malam dan siang hari (1x): 41:38
- di waktu lapang (1x):; 3:134;
- di waktu berdiri; di waktu duduk; di waktu berbaring 4:103;
- di waktu berlayar (1x): 11:41
- di waktu fajar (1x): 52:49;
- di waktu haid: (2:222)
- di waktu itu (15x): (3:106; 6:22; (7:37); 8:16; 10:45; (19:9); (20:102);
(23:77); 26:20; 34:40; 34:52; 40:85; 55:39; 64:9; 73:6
- di waktu pagi: (9x): (7:205; 13:15; 15:83; 19:11; 33:42; 37:137; 48:9;
68:22; 100:3)
- di waktu petang (2x): 3:41; 38:18
- di waktu malam (9x): 10:24; 10:50; 20:130; 21:42; 30:23; 34:33;
37:138; 5117; 73:6
- di waktu-waktu malam (1x): 39:9
- di waktu sahur (1x): 3:17
- di waktu subuh (3x): 11:81; 15:66; 30:17
- di waktu zuhur (1x): 30:18
- di waktu sore (1x): 34:12
- di waktu senja (1x): 84:16
- di waktu tertentu (1x): 56:50
- di siang hari (4x): 10:45; 10:50; 13:10; 20:130
- di sore hari (11:99; 12:16)
- di petang hari (30:17)
- di masa (6x): (2:66); (3:33); (3:155); (6:86); (7:144); (12:49)
- di setiap shalat (7:29)
- di perut ikan (37:144)
- di saat (25:42)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 70
Analisis:
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa salah satu fungsi partikel
(preposisi) di adalah untuk menyatakan keterangan tempat dan keterangan waktu tak
tentu. Dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran partikel di telah dipakai untuk
menyatakan keterangan waktu tertentu, seperti: di hari, di pagi, di malam hari, di waktu,
di hari-hari, di siang hari, di sore hari, di petang hari, dan di waktu malam, di masa, di
setiap shalat, di perut ikan, di saat, dan di akhir-akhir malam. Pemakaian partikel di
dalam data tersebut termasuk ke dalam pemakaian partikel takbaku karena tidak sesuai
dengan fungsinya. Frekuensi penyimpangan dalam pemakaiannya mencapai f = 166x
(27,85%) dari keseluruhan frekuensi yang muncul (f =596x), sedangkan variasi
penyimpangannya terlihat dari pemakaian partikel di yang diikuti oleh nomina yang
menyatakan keterangan waktu (1) hari (52x), (2) pagi hari (5x), (3) malam hari (12x),
waktu (40x), hari-hari (1x), siang hari (4x), sore hari (2x), petang hari (1x), waktu malam
(2x), masa (1x) waktu subuh (1x), waktu zuhur (1x). Keterangan-keterangan waktu
seperti tadi seharusnya didahului oleh partikel pada sehingga pemakaiannya terolong ke
dalam pemakaian partikel baku (seperti pada hari = 225x; pada waktu = 12x; pada
malam = 6x). Selanjutnya munculnya partikel di ini, masing-masing merupakan hasil
terjemahan harfiyah (literal) dari dharaf makan dan (nomina untuk menyatakan
keterangan tempat) dan dharaf zaman (nomina untuk menyatakan keterangan waktu)
harf jarr (preposisi), dharaf + makna fi’il dalam bahasa Arab/Alquran, yaitu: yauma,
yauman, aana-a, bayatan, idz, dan baina.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 71
Contoh pemakaian partikel di takbaku yang berpasangan dengan verba transitif
tercantum dalam data terjemahan:
- maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri =
fanaqqabuu fil bilaad (QS 50:36).
Kata menjelajah dalam contoh di atas termasuk verba transitif yang langsung
dapat berhubungan dengan objeknya tanpa bantuan partikel di. Misalnya, beberapa tahun
lamanya ia menjelajah Benua Asia (KBBI, 1997:407). Secara morfologis verba itu
semakna dengan menjelajahi, yaitu sama-sama termasuk verba transitif, seperti: ia telah
menjelajahi seluruh kota itu (KBBI, 1997, 407). Oleh karena itu, partikel di yang melekat
pada verba menjelajah sebaiknya dilesapkan sehingga terjemahannya menjadi sebagai
berikut.
. maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah beberapa negeri =
fanaqqabuu fil bilaad (QS 50:36).
Adapun contoh-contoh pemakaian partikel di takbaku yang diikuti sejumlah
nomina tercantum dalam data terjemahan:
(1) Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat =
walladziinat taqau fauqahum yaumal qiyaamah (QS 2:212)
(2) Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan
di petang hari = walaa tathrudilladziina yad’uuna rabbahum bil ghadaati wal ‘asyiyy (QS
6:52)
(3) …. maka datanglah siksaan Kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada
di malam hari = fajaa-a ba’sunaa bayaatan (QS 7:4)
(4) …. atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari = au hum qaa-iluun (QS 7:4)
(5) Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan
seseorang lain sedikitpun = wattaquu yauman laa tajzii nafsun ‘an nafsin syaian (QS
2:123)
(6) …. dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka =
wayauma laa yasbituun laa ta’tiihim (QS 7:163)
(7) …. seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat saja di siang
hari …. = kaanlam yalbatsuu illaa saa’atan minannahaar …. (QS 10:45)
(8) Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis =
wajaauu abaahum ‘isyaa-an yabkuun (QS 12:16)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 72
(9) Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari …. =
fasubhaanallaahi hiina tumsuun (QS 30:17)
(10) Jika datang kepada kamu sekalian siksaan-Nya di waktu malam …. = in ataakum
‘adzaabuhuu bayaatan (QS 10:50)
(11) Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu =
faja’alnaahaa nakaalan lima baina yadaihaa (QS 2:66)
(12) …. dan waktu kamu berada di waktu subuh = wahiina tushbihuun (QS 30:17)
(13) …. dan di waktu kamu berada di waktu zuhur = wahiina tudhhiruun (QS 30:18)
Pemakaian partikel di yang berpasangan dengan nomina yang menunjukkan
keterangan waktu di atas sebaiknya diganti dengan partikel pada yang menyatakan
keterangan waktu dan partikel di pada data di perut ikan diganti dengan partikel dalam,
seperti: Niscaya ia tinggal dalam perut ikan itu (QS 37:44, terj. Mahmud Yunus, 1984);
di saat diganti dengan pada saat, seperti: pada saat ini dia tinggal di Bandung; pada saat
ini juga kita harus berangkat (KBBI, 1997:857). Dengan demikian cuplikan-cuplikan
data terjemahan tadi dapat diubah menjadi sebagai berikut.
- menjelajah (1x)(50:36)
- pada hari kiamat (25x): 2:212; 3:25; 3:180; 3:194; 4:87; 4:141; 4:159
7:172; 10:93; 11:60; 11:98; 11:99; 16:27; 16:92; 16:124; 20:100
20:101; 20:105; 22:9; 23:16; 23:111; 25:22; 29:25; 35:14; 43:38
- pada hari akhirat (1x): 3:176
- pada hari tua (1x): 14:39
- pada hari Furqan (1x): 8:41
- pada hari ini (2x): 6:93; 23:111
- pada hari itu (16x): 4:42; 10:45 11:66; 16:63; 17:71; 18:99; 22:56;
24:25;
24:37; 25:22; 26:90; 30:4; 30:14; 43:39; 52:11; 76:10;
- pada hari-hari yang bukan Sabtu : 7:163
- pada hari yang ma’lum (1x): (26:38)
- pada hari yang tertentu (1x) 26:155
- pada hari raya (1x): 20:59
- pada pagi hari (5x): 6:52; 68:17; 68:21; 68:25; 91:1
- pada malam hari (16x): 3:113; 4:81; 6:60; 7:4; 7:97; 13:10; 20:77;
20:130;
23:67; 26:52; 27:49; 46:40; 50:40; 52:49; 73:2; 76:26
- pada malam dan siang hari (1x): 41:38
- pada waktu lapang (1x):; 3:134;
- pada waktu berdiri; di waktu duduk; di waktu berbaring 4:103;
- pada waktu berlayar (1x): 11:41
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 73
- pada waktu fajar (1x): 52:49;
- pada waktu haid: (2:222)
- pada waktu itu (15x): (3:106; 6:22; (7:37); 8:16; 10:45; (19:9); (20:102);
(23:77); 26:20; 34:40; 34:52; 40:85; 55:39; 64:9; 73:6
- pada waktu pagi: (9x): (7:205; 13:15; 15:83; 19:11; 33:42; 37:137; 48:9;
68:22; 100:3))
- pada waktu petang (2x): 3:41; 38:18
- pada waktu malam (9x): 10:24; 10:50; 20:130; 21:42; 30:23; 34:33;
37:138; 5117; 73:6
- pada waktu-waktu malam (1x): 39:9
- padawaktu sahur (1x): 3:17
- pada waktu subuh (3x): 11:81; 15:66; 30:17
- pada waktu zuhur (1x): 30:18
- pada waktu sore (1x): 34:12
- pada waktu senja (1x): 84:16
- pada waktu tertentu (1x): 56:50
- pada siang hari (4x): 10:45; 10:50; 13:10; 20:130
- pada sore hari (11:99; 12:16)
- padapetang hari (30:17)
- pada masa (6x): (2:66); (3:33); (3:155); (6:86); (7:144); (12:49)
- pada setiap shalat (7:29)
- pada perut ikan (37:144)
- pada saat (25:42)
Adapun pemakaian partikel di baku yang berhubungan dengan nomina yang
menyatakan tempat (jalan) tampak dalam sejumlah terjemahan ayat Alquran (f = 119x)
sebagai berikut.
di jalan (40x); di sisi (79x) di tengah (1x); di + nomina (tempat) = (370x):
di tepi jurang (1x); di rumah (5x); di Bakkah (Mekah (1x); di leher (5x); di (perbatasan
negerimu); di telinga kami (3x); di kedua telinga (1x); di darat (3x); di daratan (5x); di
laut (9x); di lautan (9x); di permukaan laut (1x); di bumi (146x); di dunia (77); di akhirat
(44x); di langit (86x); di permukaan bumi (1); di pesawangan (1x); di punggung (1x); di
perut besar (1x); di surga (87); di daerah (1x); di kota (8x); di kota-kota (1x); di medan
perang (1x); di medan peperangan (1x); di kubur (1x); di tempat (16x); di Mesir (1x); di
muka (1x); di belakang (2x); di (padang Mahsyar) (2x); di tepi jurang (1x); di lembah
(5x); di tiap-tiap lembah (1x); di lembah-lembah (1x); di negeri-negeri (1x); di suatu
tempat (1x); di tempat (8x); di tempat-tempat (6x); di pohon-pohon (1x); di bukit-bukit
(1x); di angkasa (1x); di gunung-gunung (1x); di kampung (1x) di (gua) (1x); di batu
(1x); di padang pasir (1x); di suatu tanah tinggi (1x) di masjid-masjid (24:36); di pasarpasar(
2x); di neraka (3x); di sumber air (1x); di ibu kota (1x); di mulut (1x); di dusundusun
(1x); di Madinah (1x); di kerongkongan (3x); di ufuk (2x); di segenap ufuk (1x); di
Al-Ahqaf (1x); di beberapa negeri (1x); di mata air mata air (1x); di akhir-akhir malam;
di Sidratul Muntaha (1x); di padang pasir (1x); di segala penjuru (1x); di penjuru-penjuru
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 74
langit (1x); di dada (1x); di udara (1x); di belalai (1x); di negeri (13x); di negeri-negeri
(4x); di Masjidil Haram (2x); di Baitul Maqdis (1x); di mihrab (2x); di tangan (14x); di
dataran (1x)
Dari hasil telaah diketahui bahwa munculnya partikel di baku merupakan hasil
terjemahan harfiyah (literal) dari 2 (dua) bentuk satuan gramatikal, yaitu fii sebagai harf
jarr (preposisi) dengan f (frekuensi) = 40x (71,43%), ‘inda sebagai dharaf makan
(ketrangan tempat) dengan f = 79x (71,17%), dan 1 (satu) makna semantik isim fa’il
(qaailuuna = beristirahat di tengah hari) dengan f = 1x. Adapun tingkat variasi terlihat
dari pemakaian 3 (tiga) nomina, yaitu jalan, sisi, dan tengah – yang menyatakan
keterangan tempat - yang berpasangan dengannya.
Pemakaian partikel di baku dapat juga berpasangan dengan sejumlah verba
taktransitif/semitransitif (berpartikel) yang terletak di belakangnya seperti tampak di
bawah ini.
- ada di (17x); berada di (11x); gugur di (3x); berlayar di (5x); terdapat di (2x); sampai di
- sampai di (5x); berjihad di (6x); berjihadlah di (1x) berperang di (11x); berpranglah di
(1x) berjalan di (7x); berjalanlah di ((2x) berjalan-jalan di; terletak di (3x); tersembunyi
di (4x); berkhidmat di (1x); terkemuka di (1x); bersiap siaga di (1x); tertindas di (2x)
- berputar-putar kebingungan di (1x); melekat di (1x); tinggal di (11x); tinggallah di
(2x); mengguntur di (1x); terbang di (1x); merajalela di (1x); makan di (2x); duduk di
(1x); bergelimpangan di (4x); diamlah di (1x); berdiam di (6x); kalah di (1x); tetap di
(3x); tetaplah di (2x); menetap di (1x); terapung-apung di (1x); menjadi sia-sia di (1x);
berdiri di (1x); mengalirlah di (1x); bermukim di (1x); berhijrah di (1x); berkuasa di
(1x); mengembara di (1x); tiba di (1x); terpendam di (1x); gaib di (2x); terhenti di (1x)
- tunggulah di (28:29); (kekal) di (1x); menyumbat di (1x)
- bertempat di (1x)
Frekuensi pemakaian partikel di baku di atas mencapai f = 140x (22,84%).
Namun secara keseluruhan tingkat kebakuannya tergolong tinggi (72,88%). Adapun
variasi pemakaiannya terlihat dari pemakaian 40 (tiga puluh tujuh) verba
taktransitif/semi-transitif (ada, gugur, berlayar, terdapat, sampai, berjihad/lah,
berperang/lah, berjalan/lah/berjalan-jalan, terletak, tersembunyi, berkhidmat, bersiap
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 75
siaga, tertndas, berputar-putar, melekat, tinggal/lah, mengguntur, terbang, merajalela,
makan, bergelimpangan, duduk, diamlah/berdiam, kalah, tetap/lah/menetap, terapungapung,
menjadi sia-sia, berdiri, mengalirlah, bermukim, berhijrah, berkuasa,
mengembara, tiba, terpendam, terhenti, tunggulah, menyumbat, dan bermukim) dan 3
(tiga) ajektiva (gaib, kekal, dan terkemuka, ) yang berhubungannya.
Dari hasil telaah diketahui bahwa munculnya partikel di baku merupakan hasil
terjemahan harfiyah (literal) dari 2 (dua) bentuk satuan gramatikal, yaitu fii sebagai harf
jarr (preposisi) dengan f (frekuensi) = 40x (71,43%), ‘inda sebagai dharaf makan
(ketrangan tempat) dengan f = 79x (71,17%), dan 1 (satu) makna semantik isim fa’il
(qaailuuna = beristirahat di tengah hari) dengan f = 1x. Adapun tingkat variasi terlihat
dari pemakaian 3 (tiga) nomina, yaitu jalan, sisi, dan tengah – yang menyatakan
keterangan tempat - yang berpasangan dengannya.
8. Deskripsi Pemakaian Partikel pada (Takbaku)
- meniup pada (5:110)
- menimpa pada (57:22)
- memperlihatkan pada (2:73)
- perselisihkan pada (32:25)
- berbuat baik pada (17:23)
- benci pada (43:78)
- pada hati (9:77)
- berselisih pada (3:55); (16:124); (22:69); (2:113); (39:3) = 5x/22 = 22,73%
- pada sisi (32x): 2:54, 2:110, 2:112, 3:15, 6:59, 6:129, 7:87, 8:22; 9:36; 12:54;
(12:102), 15:21, 23:53, 23:62, 24:13, 24:15, 27:47, 30:39, (33:5); (35:39); 38:25;
38:40, 38:47, 38:52, 39:34, 42:36, 46:23, 50:4, 50:35, 52:41, 67:26; 73:12.
- pada jalan (16x): 4:84; 4:89; 8:60; 8:72; 8:74; 9:34; 9:38; 9:81; 9:111; 9:120;
10:89; 11:112; 2:67; 22:67; 22:78; 24:22; 41:6; 47:4; 47:38; 49:15; 57:10
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 76
Analisis:
Pemakaian partikel pada dalam data terjemahan di atas dianggap kurang tepat
secara sintaktis atau tidak baku menurut tata bahasa baku bahasa Indonesia.
Ketidakbakuannya terlihat dari pemakaian partikel pada yang berpasangan dengan 4
(empat) verba transitif (meniup, menimpa, memperlihatkan dan perselisihkan) yang dapat
langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel pada. Bahkan pada data:
perselisihkan pada yang lengkapnya: tentang apa yang selalu mereka perselisihkan
padanya (QS 32:25), sebaiknya partikel pada dilesapkan karena frasa berpreposisi
dengan kalimat yang berstruktur kalimat pasif (apa yang selalu mereka perselisihkan).
Yang lainnya ialah pemakaian partikel pada yang berpasangan dengan verba transitif
(memperlihatkan), verba semitransitif (berbuat baik dan berselisih), dan ajektiva (benci),
semuanya dianggap kurang tepat dilihat dari kolokasinya karena yang tepatnya adalah
partikel kepada dan tentang, bukan partikel pada. Misalnya, berbuat baik pada (QS
17:23), sebaiknya diubah menjadi berbuat baik kepada (baku); benci pada (QS 43:78)
sebaiknya diubah menjadi benci kepada (baku).
Di samping itu, partikel pada yang pasangan dengan nomina hati, sisi, dan jalan
masih dianggap kurang tepat dilihat dari kolokasinya karena yang tepatnya ialah
pemakaian partikel dalam dan di yang keduanya menyatakan tempat. Oleh karena itu,
partikel yang berpasangan nomina hati (pada hati) sebaiknya diganti menjadi dalam hati,
seperti: perasaan cinta itu sudah lama terpendam dalam hati (KBBI, 197:746); pada sisi
dan pada jalan sebaiknya diganti dengan di sisi dan di jalan, seperti:
dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah (QS
2:217); dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah (QS 9:41).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 77
Frekuensi pemakaian partikel pada yang dianggap menyimpang itu mencapai f =
60, sedangkan variasi penyimpangannya terlihat dari pemakaian 4 (empat) verba transitif
(meniup, menimpa, memperlihatkan, dan perselisihkan), 2 (dua) verba semitransitif
(berbuat dan berselisih), 1 (satu) ajektiva (benci), dan 3 (tiga) nomina (hati, sisi, dan
jalan) yang berhubungan dengannya.
Pemakaian partikel pada yang berhubungan langsung dengan verba transitif:
meniup pada, menimpa pada, memperlihatkan pada, dan perselisihkan pada, itu masingmasing
terdalam data terjemahan di bawah ini:
(1) kemudian kamu meniup padanya = fatanfukhu fiih (QS 5:110)
(2) dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya = wayuriikum aayaatih (QS
2:73)
(3) …. tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya = fiimaa kaanuu fiihi
yakhtalifuun (QS 32:25)
Verba transitif berpartikel: meniup pada termasuk pemakaian partikel yang tidak
gramatikal dan tidak baku karena verba itu dapat langsung berhubungan dengan objek
(dapat dipasifkan menjadi bentuk pasif: ditiup). Partikel pada pada verba transitif tadi
sebaiknya dilesapkan jika ingin digolongkan ke dalam pemakaian partikel baku, yaitu:
meniup + objek (N). Misalnya: dukun itu diminta meniup anak yang kerasukan (KBBI,
1997:1064). Oleh karena itu terjemahan tadi dapat diubah menjadi sebagai berikut:
(1) kemudian kamu meniupnya = fatanfukhu fiih (QS 5:110). Susunan yang baku seperti
ini tampak dalam terjemahan: kemudian aku meniupnya = faanfukhu fiih (QS 3:49).
Verba transitif berpartikel: menimpa pada termasuk pemakaian partikel yang
tidak gramatikal dan tidak baku karena verba itu dapat langsung berhubungan dengan
objek (dapat dipasifkan menjadi bentuk pasif: ditimpa). Partikel pada pada verba transitif
tadi sebaiknya dilesapkan jika ingin digolongkan ke dalam pemakaian partikel baku,
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 78
yaitu: menimpa + objek (N). Misalnya: bandela itu jatuh menimpa dua orang kelasi yang
sedang bekerja di geladak (KBBI, 1997:1057). Oleh karena itu terjemahan tadi dapat
diubah menjadi sebagai berikut:
Tiada suatu bencanapun yang menimpa bumi dan (tidak pula) dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab = maa ashaaba min mushiibatin fil ardhi walaa fii anfusikum illa
fii kitaab …. (57:22).
Adapun pemakaian partikel pada pada data terjemahan nomor (3) sebaiknya
diganti dengan partikel kepada karena tidak sesuai dengan makna pada yang dimaksud
dalam konteks itu. Partikel pada adalah partikel yang dipakai untuk menunjukkan posisi
di atas atau di dalam hubungan dengan; searti dengan di, seperti: pada dasarnya; ada
padanya; pada keesokan harinya. Arti lain partikel pada adalah menurut, seperti: pada
sangkanya (KBBI, 1997:701). Oleh karena itu, terjemahan di atas sebaiknya diubah
menjadi sebagai berikut:
(2) dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya = wayuriikum aayaatih
(QS 2:73)
Selanjutnya pemakaian partikel pada pada data terjemahan nomor (3) sebaiknya
dilesapkan karena tidak mempunyai fungsi gramatikal dan kurang tepat.
Ketidakgramatilannya adalah karena partikel itu berpasangan langsung dengan verba
transitif dalam kalimat pasif. Oleh karena itu, pemakaiannya dengan melesapkan partikel
pada yang melekat pada verba itu dan melesapkan partikel tentang yang mendahului
nomina (sebagai objek dari verba transitif sebelumnya).
(3) …. apa yang selalu mereka perselisihkan = fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuun (QS
32:25).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 79
Selain itu, partikel pada yang berpasangan dengan nomina yang menunjukkan
tempat atau arah telah dipakai tidak sesuai dengan fungsinya sebagaimana yang
tercantum dalam data terjemahan di atas (48x), yaitu antara lain:
(1) Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu = dzaalikum
khairun lakum ‘inda baariikum (QS 2:54)
(2) Maka berperanglah kamu pada jalan Allah = faqaatil fii sabiilillaah (QS 4:84)
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa salah satu fungsi partikel (preposisi)
pada adalah untuk menyatakan keterangan waktu dan orang. Dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran partikel pada telah dipakai untuk menyatakan keterangan tempat,
seperti sisi dan jalan dalam data bahasa Indonesia terjemahan: pada sisi (32x) dan pada
jalan (16x). Pemakaian partikel pada dalam data tersebut termasuk ke dalam pemakaian
partikel takbaku karena tidak sesuai dengan fungsinya. Kedua keterangan tempat tadi
seharusnya didahului oleh partikel di sehingga pemakaiannya terolong ke dalam
pemakaian partikel baku (seperti di sisi = 79x; di jalan = 40). Adapun contoh-contoh
pemakaian partikel di + nomina (yang menunujukkan keterangan tempat), antara lain
sebagaimana tampak di bawah ini:
(1) dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah =
waikhraaju ahlihii minhu akbar ‘indallah (QS 2:217)
(2) Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu = waqaatiluu fii
sabiilillaahil ladziina yuqaatiluunakum (QS 2:190).
Pada umumnya partikel frasa preposisional di + nomina: di sisi dan pada sisi
adalah hasil terjemahan harfiyah (literal) atau leksikal-gramatikal dari dharaf makan
dalam bahasa Arab, yakni ‘inda. Dharaf ini sering dipertukarakan hasil terjemahannya ke
dalam bahasa Indonesia dengan di sisi (baku) atau pada sisi (takbaku). Adapun frasa
preposisional (ibarat bi harf jar) fi sabiili …., hasil terjemahannya sering dipertukarkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan di jalan (baku) atau pada jalan (takbaku). Baku tidaknya
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 80
pemakaian kedua partikel yang dipertukarkan dilihat hubungan sintaktisnya sebagai mana
tercantum dalam kaidah yang berlaku dan disepakati oleh para pakar tata bahasa
Indonesia. Penjelasannya – sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu –
adalah bahwa partikel di dipakai untuk menandai arah tempat, seperti di jalan. Adapun
partikel pada dipakai untuk menandai arah waktu atau orang, seperti pada bulan; pada
keluarga.
Kemudian verba transitif berpartikel: berselisih pada tercantum dalam data
terjemahan:
(1) Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa-apa yang
mereka berselisih padanya = Fallaahu yahkumu bainahum yaumal qiyaamati fiimaa
kaanuu fiihi yakhtalifuun (QS 2:113).
(2) lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih
padanya = Faahkumu bainakum fiimaa kuntum fiihi takhtalifuun (QS 3:55).
(3) Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang
berselisih padanya = Innamaa ju’ilas sabtu ‘alalladzinnakh talafuu fiih (QS 16:124).
(4) Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu
selalu berselisih padanya = Allaahu yahkumu bainakum yaumal qiyaamati fiimaa
kuntum fiihi takhtalifuun (QS 22:69).
(5) Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
bersesilih padanya = Innallaha yahkumu bainahum fiimaa hum fiihi yakhtalifuun (QS
39:3)
Partikel pada yang melekat pada verba taktransitif: berselisih dalam susunan
berselisih pada, kurang lazim atau tidak begitu umum atau tidak lazim dipakai dalam
bahasa Indonesia baku. Oleh karena itu, sebaiknya partikel itu diganti dengan tentang
sehingga menjadi sebagaimana yang tercantum dalam terjemahan lainnya (7x/22 =
31,82%), yaitu: (2:176); (2:213); (4:157); (18:21); (27:76); (42:10; dan (43:63).
Demikian juga partikel pada yang melekat pada verba/adjketiva berbuat baik,
dan benci, itu tercantum dalam data terjemahan Alquran sebagai berikut:
(1) dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya = wabil
waalidaini ihsaanan (QS 17:23).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 81
(2) tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu = Walaakinna aktsarakum
lilhaqqi kaarihuun (QS 43:78)
Sebaiknya partikel pada yang melekat pada verba berbuat baik dan adjektiva
benci diganti dengan partikel kepada sebagai pemakaian partikel baku sehinga
terjemahannya menjadi sebagai berikut:
(1) dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya =
wabil waalidaini ihsaanan (QS 17:23).
(2) tetapi kebanyakan di antara kamu benci kepada kebenaran itu = Walaakinna
aktsarakum lilhaqqi kaarihuun (QS 43:78).
Adapun pemakaian partikel pada baku dapat berhubungan dengan sejumlah
verba taktransitif/semitransitif seperti tampak di bawah ini.
- berpegang teguh pada (4:146); (22:78)
- beristirahat pada (10:67); (27:86); (28:72); (28:73); (40:61)
- sampai pada (3:152); (37:102)
- berbekas pada (4:63)
- terjadi pada (4:141)
- ada pada (13:11); (23:53); (27:47); (33:21); (40:83); (60:4); (68:47);
- (72:28)
- berada pada (30:18)
- bertambah pada (30:39)
- beredar pada (36:40)
- berpegang pada (47:14)
- bertelekan pada (55:76)
- menghembus pada (113:4)
Frekuensi pemakaian partikel pada yang berpasangan dengan sejumlah verba
intransitif/semitransitif mencapai f = 38x, sedangkan tingkat variasinya terlihat dari
pemakaian 10 (sepuluh) verba intransitif (berpegang, beristirahat, sampai, berbekas,
terjadi, ada/berada. bertambah, beredar, bertelekan, dan menghembus) yang berpasangan
dengannya.
Sebagian kecil (38x = 6,687%) pemakaian partikel pada (dari seluruh frekeunsi
pemakaian = 569x) yang berpasangan dengan verba-verba tadi telah tergolong ke dalam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 82
pemakaian partikel baku (standar) dan termasuk pasangan verba berpartikel. Akan tetapi
secara keseluruhan hal itu menunjukkan tingkat kebakuannya yang sangat tinggi.
Hampir semua partikel pada dalam bahasa Indonesia terjemahan merupakan hasil dari
terjemahan harfiyah (literal) dari 5 (lima) bentuk satuan gramatikal, yaitu, fi, ‘alaa,
ladaa, ‘inda, dan bi yang berpasangan dengan verba-verba yang tergolong ke dalam
verba-verba berpartikel dalam bahasa sumbernya.
9. Deskripsi Pemakaian Partikel untuk (Takbaku):
- menghendaki untuk (2:108); (14:10); (8:7)
- menghendaki dengan …. untuk (9:55)
- menolak untuk datang (24:48)
- melarang kami untuk (11:62)
- menunda untuk murtad (33:14)
- ingini untuk menggaulinya (QS 33:51)
- aku hanya diperintah untuk menyembah Allah (13:36)
- diperintah oleh fikiran-fikiran mereka untuk mengucapkan tuduhantuduhan
ini (52:32)
- aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan …. (27:91)
- berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami (34:5)
- berusaha untuk merobohkannya (2:114)
- bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan (23:61)
- kuasa untuk mengembalikannya (86:8)
- kuasa untuk memperlihatkan kepadamu apa …. (23:95)
- berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu (6:65)
- berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya (3:108)
- berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu (2:117)
- enggan untuk memikul amanat itu (33:72)
- sanggup untuk melepaskannya (35:2)
Analisis:
Pemakaian partikel (preposisi) untuk pada verba-verba transitif/taktransitif/
adverbial di atas merupakan pemakaian yang tidak tepat atau menyimpang dari
kaidah baku bahasa Indonesia. Hal ini karena verba transitif adalah verba yang menuntut
kehadiran objek langsung bukan objek berpartikel/berprposisi (berkata depan), kecuali
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 83
jika verba itu adalah verba taktranstif yang tidak memerlukan objek, tetapi perlu
kehadiran pelengkap. Verba-verba transitif di atas dapat digolongkan ke dalam verba
yang berimbuhan: (1) meN-, seperti: menolak, melarang, dan menunda; (2) meN-i,
seperti: menghendaki (3) di/di-kan, seperti: diperintah/diperintahkan; dan (5) berakhiran
i, seperti: ingini. Semua verba transitif di atas memiliki objek yang berupa frasa depan
(objek berpartikel/berkata depan), yaitu frasa yang didahului oleh partikel (kata depan) .
Objek atau pelengkap yang didahului oleh partikel (preposisi) untuk itu harus dihindari
sebab menurut kaidah bahasa Indonesia baku, objek dari verba transitif tidak boleh
berpartikel (berupa frasa depan). Oleh karena itu, pemakaian partikel untuk pada verbaverba
transitif tadi sebaiknya dihilangkan atau verba-verba transitif itu diganti dengan
bentuk lain sehingga terlihat adanya objek langsung dan partikel tadi dapat berfungsi
sebagai keterangan tujuan, bukan sebagai perangkai verba. Demikian juga dengan verba
taktransitif/semitransitif (sanggup, kuasa/berkuasa, berusaha, bersegera, dan
berkehendak) yang sudah dapat berpasangan langsung dengan pelengkapnya, ia tidak
memerlukan partikel untuk. Selain itu partikel untuk yang melekat pada adverbia
(enggan), juga sebaiknya dilesapkan karena adverbia itu dapat langsung berhubungan
dengan verba yang ada di depannya.
Selanjutnya dari deskripsi data di atas tampak bahwa frekuensi pemakaian
partikel untuk yang diangap menyimpang atau tidak baku itu mencapai f = 21x (8,24%)
dari seluruh frekuensi yang muncul (255x). Adapun variasi penyimpangannya terlihat
dari pemakaian 6 (enam) verba transitif (menghendaki, menolak, melarang, menunda,
ingini, dan diperintah/diperintahkan), 5 (lima) verba taktransitif (sanggup,
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 84
kuasa/berkuasa, berusaha, bersegera, dan berkehendak, dan 1 (satu) adverbial (enggan)
yang berhubungan dengannya.
Secara rinci setiap verba transitif/taktransitif/adverbia yang berpasangan dengan
partikel untuk di atas dapat dijelaskan alasan penyimpangannya atau ketidakbakuannya
sebagai berikut.
Verba transitif berpartikel: menghendaki untuk tercantum dalam data terjemahan:
(1) Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu …. = am turiiduuna
an tasaluu rasuulakum …. (QS 2:108)
(2) …. dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya
…. = wayuriidallahu an yuhiqqal haqqa bikalimaatih …. (QS 8:7)
(3) Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang
selalu disembah nenek moyang kami = turiiduuna an tashudduunaa ‘ammaa kaana
ya’budu aabaaunaa …. (QS 14:10)
(4) Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu
untuk menyiksa mereka dlam kehidupan di dunia …. = innamaa yuriidullaahu
liyu’adzdzibahum bihaa fil hayaatid dunyaa (QS 9:55)
Pemakaian partikel untuk yang berpasangan dengan verba transitif: menghendaki
untuk dianggap menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia karena verba transitif itu
dapat langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel untuk, yaitu dengan
susunan verba transitif + objek (nomina/verba). Selain itu, dapat diadakan perubahan
morfologi dari verba transitif menghendaki menjadi adverbia hendak. Oleh karena itu,
partikel untuk yang melekat pada verba menghendaki sebaiknya dilesapkan sehingga
terjemahannya menjadi dua ragam sebagai berikut.
Ragam 1
(1) Apakah kamu menghendaki meminta kepada Rasul kamu …. = am turiiduuna an
tasaluu rasuulakum …. (QS 2:108)
(2) …. dan Allah menghendaki membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya …. =
wayuriidallahu an yuhiqqal haqqa bikalimaatih …. (QS 8:7)
(3) Kamu menghendaki menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu
disembah nenek moyang kami = turiiduuna an tashudduunaa ‘ammaa kaana ya’budu
aabaaunaa …. (QS 14:10)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 85
(4) Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu
menyiksa mereka dlam kehidupan di dunia …. = innamaa yuriidullaahu
liyu’adzdzibahum bihaa fil hayaatid dunyaa (QS 9:55)
Ragam 2
(1) Apakah kamu hendak meminta kepada Rasul kamu …. = am turiiduuna an tasaluu
rasuulakum …. (QS 2:108)
(2) …. dan Allah hendak membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya …. =
wayuriidallahu an yuhiqqal haqqa bikalimaatih …. (QS 8:7)
(3) Kamu hendak menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu
disembah nenek moyang kami = turiiduuna an tashudduunaa ‘ammaa kaana ya’budu
aabaaunaa …. (QS 14:10)
(4) Sesungguhnya Allah hendak - dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu -
menyiksa mereka dlam kehidupan di dunia …. = innamaa yuriidullaahu
liyu’adzdzibahum bihaa fil hayaatid dunyaa (QS 9:55)
Hal ini berdasarkan pemakaian kaidah baku dan contoh-contoh pemakaian verba
transitif + objek yang terdapat dalam bahasa terjemahan Alquran (36x = 36/114 =
31,58%). Misalnya:
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu …. = wa idzaa aradnaa an nuhlika qaryatan
amarnaa mutrafiihaa …. (QS 17:16).
Verba transitif berpartikel: menolak/menunda/inginin/melarang untuk tercantum
dalam data terjemahan:
(1) …. tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang = idzaa fariiqun minhum
mu’ridhuun (QS 24:48)
(2) …. dan mereka tiada akan menunda untuk murtad itu …. = wamaa talabbatsu bihaa
…. (QS 33:14)
(3) apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak
kami = atanhaanaa an na’buda maa ya’budu aabaa-unaa (QS 11:62)
(4) Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang
telah kau cerai …. = wamanibtaghaita mimman ‘azalta …. (QS 33:51)
Pemakaian partikel untuk yang berpasangan dengan verba-verba transitif:
menolak/menunda/ingini/melarang untuk dianggap menyimpang dari kaidah baku bahasa
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 86
Indonesia karena verba transitif itu dapat langsung berhubungan dengan objek tanpa
bantuan partikel untuk, yaitu dengan susunan: verba transitif + objek.. Objek tersebut
dapat diubah menjadi subjek dalam kalimat pasif sehingga susunannya menjadi: subjek +
ditolak, ditunda, dilarang, dan diingini. Oleh karena itu, partikel untuk yang melekat
pada 3 (tiga) verba: menolak, menunda, dan /ingini tadi sebaiknya dilesapkan dan diganti
dengan partikel dari bagi verba melarang sehingga terjemahannya menjadi sebagai
berikut.
(1) …. tiba-tiba sebagian dari mereka menolak datang = idzaa fariiqun minhum
mu’ridhuun (QS 24:48)
(2) …. dan mereka tiada akan menunda murtad itu …. = wamaa talabbatsu bihaa …. (QS
33:14)
(3) Dan siapa-siapa yang kamu ingini menggaulinya kembali dari perempuan yang telah
kau cerai …. = wamanibtaghaita mimman ‘azalta …. (QS 33:51)
(4) apakah kamu melarang kami dari menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak
kami = atanhaanaa an na’buda maa ya’budu aabaa-unaa (QS 11:62)
Hal ini berdasarkan pemakaian kaidah baku dan contoh-contoh pemakaian verba
transitif + objek yang terdapat dalam bahasa terjemahan Alquran (menolak + objek = 17x
= 17/20 = 85%); melarang + objek + verba, misalnya:
- Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan bohong = lau laa yanhaahumur rabbaaniyyuuna ‘an qaulihimul
itsm (QS 5:63)
Verba transitif pasif berpartikel: diperintah/diperintahkan untuk tercantum dalam
data terjemahan:
(1) Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah = innamaa umirtu an
a’baudallaahh …. (QS 13:36)
(2) Apakah mereka diperintah oleh fikiran-fikiran mereka untuk mengucapkan tuduhantuduhan
ini (QS 52:32)
(3) Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) …. = innamaa
umirtu an a’buda rabba haadzihi baldah …. (QS 27:91)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 87
Pemakaian partikel untuk yang berhubungan dengan verba diperintah/diperintahkan
sebaiknya dilesapkan karena verba itu dapat berhubungan langsung dengan verba
berikutnya sebagai pelengkap atau objek 2 (O2) bukan sebagai frasa verbal sebagaimana
tercantum dalam terjemahan di bawah ini.
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah (QS 5:44).
Verba taktransitif/semitransitif/taktransitif berpartikel: berkehendak/berusaha/
kuasa/bersegera/sanggup untuk tercantum dalam terjemahan:
(1) dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya = wamallaahu
yuriidu dhulman lil a’aalamiin (QS 3:108)
(2) dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu …. = waidzaa qadhaa amran
…. (QS 2:117)
(3) …. dan berusaha untuk merobohkannya? = wa sa’aa fii kharaabihaa (QS 2:114)
- Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami …. = walladziina
sa’au fii aayaatinaa …. (QS 34:5)
(4) …. :”Diala yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu…. =
huwal qaadiru ‘alaa an yab’atsa ‘alaikum a’dzaaban min fauqikum (QS 6:65)
(5) Dan sungguh Kami benar-benar kuasa untuk memperlihatkan kepadamu apa yang
Kami ancamkan kepada mereka = wainnaa ‘alaa an nuriyaka maa na’iduhum laqaadiruun
(QS 23:95)
- Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati)
= innahuu ‘alaa raj’ihii laqaadir (QS 86:8)
(6) mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan …. = ulaaika yusaari’uuna
fil khairaat …. (QS 23:61)
(7) …. maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya = falaa mursila lah
(QS 35:2)
Dalam kalimat baku bahasa Indonesia, partikel untuk tidak dipakai di antara dua
verba/adjektiva yang letaknya berurutan dan keduanya sudah dapat berhubungan
langsung. Misalnya:
(1) ia berusaha menyembunyikan tangisnya; mereka berusaha mencapai hasil yang memuaskan
(KBBI, 1997:1112)
(2) mereka bersegera menyiapkan perlengkapannya, lalu bertolak (KBBI, 1997:890);
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 88
(3) ia tiada kuasa mencegah perbuatannya (KBBI, 1997:533);
(4) saya sanggup menunaikan tugas itu; pekerja itu sanggup mengangkat peti seberat itu
(KBBI, 1997:876);
(5) ia berkehendak menjadi guru; anak itu berkehendak menjadi juara kelas (KBBI, 1997:
347)
Berdasarkan pemakaian kaidah baku bahasa Indonesia dan contoh-contoh di atas,
partikel untuk yang melekat pada verba-verba taktransitif tadi sebaiknya dilesapkan
sehingga perubahannya akan tampak sebagai berikut.
(1) dan tiadalah Allah berkehendak menganiaya hamba-hamba-Nya = wamallaahu
yuriidu dhulman lil a’aalamiin (QS 3:108)
(2) dan bila Dia berkehendak (menciptakan) sesuatu …. = waidzaa qadhaa amran …. (QS
2:117)
(2) …. dan berusaha merobohkannya? = wa sa’aa fii kharaabihaa (QS 2:114)
- Dan orang-orang yang berusaha (menentang) ayat-ayat Kami …. = walladziina sa’au
fii aayaatinaa …. (QS 34:5)
(3) …. :”Diala yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu…. = huwal
qaadiru ‘alaa an yab’atsa ‘alaikum a’dzaaban min fauqikum (QS 6:65)
(4) Dan sungguh Kami benar-benar kuasa memperlihatkan kepadamu apa yang Kami
ancamkan kepada mereka = wainnaa ‘alaa an nuriyaka maa na’iduhum laqaadiruun (QS
23:95)
- Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa mengembalikannya (hidup sesudah mati) =
innahuu ‘alaa raj’ihii laqaadir (QS 86:8)
(6) mereka itu bersegera mendapat kebaikan-kebaikan …. = ulaaika yusaari’uuna fil
khairaat …. (QS 23:61)
(7) …. maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya = falaa mursila lah (QS
35:2)
Adverbia berpartikel: enggan untuk tercantum dalam data terjemahan:
- …. maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu …. = Faabaina an yahmilnahaa
(QS 33:72)
Pemakaian partikel untuk yang berpasangan dengan adverbia: enggan untuk
merupakan pemakaian partikel yang dianggap menyimpang dari kaidah baku bahasa
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 89
Indonesia karena partikel itu tidak mempunyai fungsi sintaksis. Kata enggan sebagai
adverbia dapat langsung berhubungan dengan verba. Misalnya:
(1) ia enggan mengikuti nasihat pamannya (KBBI, 1997:265)
(2) anak itu enggan pergi ke sekolah (KBBI, 1997:265)
Oleh karena itu, partikel untuk yang melekat pada adverbia enggan sebaiknya
dilesapkan sehingga terjemahannya menjadi sebagai berikut:
- …. maka semuanya enggan memikul amanat itu …. = Faabaina an yahmilnahaa (QS
33:72).
Adapun pemakaian partikel untuk baku yang berhubungan dengan verba
taktransitif/ajektiva terlihat dalam contoh-contoh di bawah ini.
- berwasiat untuk ibu-bapa (QS 2:180)
- berwasiat untuk isteri-isterinya (QS 2:240)
- ber’azam (bertetap hati) untuk talak (QS 2:227)
- bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan (QS 2:282)
- berdiri untuk shalat (QS 4:142)
- berdiri untuk Tuhan mereka (QS 25:64)
- menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa (QS 5:46)
- (berkorban untuk)berhala (QS 5:90)
- cukuplah untuk kami apa yang dapati bapak-bapak kami mengerjakannya (QS 5:104)
- khusus untuk pria kami (QS 6:139)
- telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil
(QS 7:137)
- terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya
(QS 7:154)
- terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman (QS 45:3)
- terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang meyakini (QS 45:4)
- salah satu dari dua golongan (yang kamu hadapi) adalah untuk kamu (QS 8:7)
- bersyukur untuk dirinya sendiri (QS 31:12)
- bershalawat untuk Nabi (QS 33:56)
- bershalawatlah untuk Nabi (QS 33:56)
- Untuk kemenangan serupa hal ini hendaklah berusaha orang-orang yang berkerja
(QS 37:61)
- dan untuk yang demikian itu hendaknya orang-orang berlomba-lomba (QS 83:26)
- untuk orang-orang zalim ada bahagian (siksa) (QS 51:59)
- untuk orang-orang zalim ada azab selain itu (QS 52:47)
- bertemulah air-air itu untuk satu urusan (QS 54:12)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 90
Frekuensi pemakaian partikel untuk baku yang berhubungan sejumlah verba
taktransitif/ajektiva mencapai f = 23x (9,70%). Namun secara keseluruhan tingkat
kebakuannya tergolong sangat tinggi (91,56). Adapun variasi pemakaiannya terlihat dari
pemakaian 14 (empat belas) verba taktransitif (berwasiat, ber’azam, bermua’amalah,
berdiri, menjadi, berkorban, terdapat, ada/adalah, bersyukur, bershalawat, berusaha,
berlomba-lomba, dan bertemu), dan 3 (tiga) ajektiva (cukup, khusus, dan sempurna) yang
berkaitan dengannya.
Selain itu pemakaian partikel untuk baku dapat didahului oleh nomina/ajektiva
dengan susunan: nomina/ajektiva + untuk + nomina (23x), antara lain , misalnya:
- kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah (QS 2:94)
- dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah (QS 2:193)
- maka pahalanya itu untuk kamu sendiri (QS 2:272)
- dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa (QS 4:77)
- Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka (QS 5:33)
10. Deskripsi Pemakaian Partikel bagi (Takbaku)
- mengampuni bagi (5:18)
- menyembuhkan bagi (16:69)
- mengganti bagi …. dengan (18:81)
- menyempitkan bagi (29:62); (34:36); (34:39)
- Kuperkenankan bagi (40:60)
- mengizinkan bagi (53:26)
Verba-verba transitif berpartikel: mengizinkan/mengganti/perkenankan/menyem-
Pitkan/mengampuni/menyembuhkan tercantum dalam terjemahan Alquran:
(1) Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya …. = yaghfiru liman yasyaa’ (QS
5:18)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 91
(2) …. di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia …. = fiihi syifaa’un
linnaas (QS 16:69)
(3) Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak
lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu …. = Faaradnaa an yubdilahumaa
rabbuhumaa khairan minhu zakaah (QS 18:81)
(4) …. dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya = wayaqdiru lah (QS 29:62)
- …. dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya) = wayaqdir (QS 34:36)
- …. dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya) = wayaqdir lah (QS 34:36)
(5) Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagi-mu = waqaala rabbukumud’uunii astajib lakum (QS 40:60)
(6) …. kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai
(Nya)
Pemakaian partikel bagi yang berpasangan dengan verba transitif: mengampuni/
menyembuhkan /mengganti /menyempitkan/perkenankan/mengizinkan + bagi dianggap
menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia karena verba-verba transitif itu dapat
langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel bagi, yaitu dengan susunan
verba transitif + objek (nomina/verba). Oleh karena itu, partikel bagi yang melekat pada
verba-verba transitif tadi sebaiknya dilesapkan (untuk nomor 1 dan nomor 6). Akan
tetapi partikel bagi pada verba itu dapat dipertahankan dengan mengubah bentuk
verbanya dan menambah objek sesudahnya (untuk nomor 2 -5 ). Misalnya:
- menyembuhkan menjadi memberi kesembuhan
- mengganti menjadi memberi ganti
- menyempitkan menjadi memberi kesempitan atau menyempitkan rejekinya
Selain itu bentuk verba yang berfungsi sebagai klausa adjektiva: yang menyembuhkan
dapat diubah menjadi nomina menjadi penyembuh (dengan awalan pe yang menyatakan
alat) sehingga terjemahannya menjadi 2 (dua) ragam sebagai berikut.
Ragam 1 (nomor 2 – 5 ), gramatikal (baku) tetapi mengalami perubahan makna:
(1) Dia mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya …. = yaghfiru liman yasyaa’ (QS 5:18)
(2) …. di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia …. = fiihi syifaa’un
linnaas (QS 16:69)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 92
(3) Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti mereka dengan anak lain
yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu …. = Faaradnaa an yubdilahumaa
rabbuhumaa khairan minhu zakaah (QS 18:81)
(4) …. dan Dia (pula) yang menyempitkannya = wayaqdiru lah (QS 29:62)
- …. dan menyempitkan ( siapa yang dikehendaki-Nya) = wayaqdir (QS 34:36)
- …. dan menyempitkan (siapa yang dikehendaki-Nya) = wayaqdir lah (QS 34:36)
(5) Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankanmu =
waqaala rabbukumud’uunii astajib lakum (QS 40:60)
(6) …. kecuali sesudah Allah mengizinkan orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)
Ragam 2 (nomor 2 – 5 ), gramatikal (baku) dan tidak mengalami perubahan
makna:
(1) Dia mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya …. = yaghfiru liman yasyaa’ (QS 5:18)
(2) …. di dalamnya terdapat obat yang memberi kesembuhan bagi manusia …. = fiihi
syifaa’un linnaas (QS 16:69) atau:
di dalamnya terdapat obat penyembuh bagi manusia …. = fiihi syifaa’un linnaas (QS
16:69)
(3) Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka memberi ganti bagi mereka dengan
anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu …. = Faaradnaa an yubdilahumaa
rabbuhumaa khairan minhu zakaah (QS 18:81)
(4) …. dan Dia (pula) yang menyempitkan rejekinya = wayaqdiru lah (QS 29:62)
- …. dan menyempitkan rejeki ( bagi siapa yang dikehendaki-Nya) = wayaqdir (QS
34:36)
- …. dan menyempitkan rejeki (bagi siapa yang dikehendaki-Nya) = wayaqdir lah (QS
34:36)
(5) Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan do’a
mu = waqaala rabbukumud’uunii astajib lakum (QS 40:60)
(6) …. kecuali sesudah Allah mengizinkan orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya)
Berikut ini pemakaian partikel bagi (baku)
- pasti bagi (7:30); (16:36)
- tersembunyi bagi (3:5); (14:38); (40:16)
- menjadi sempit bagi (9:118)
- berguna bagi (26:207); (32:29); (39:50); (45:10); (45:40; (46:26);
(52:46); (54:5); (56:73); (74:48)
- bermanfaat bagi (5:119); (10:101); (12:21); (51:55); (92:11)
- amat berat bagi (42:13)
- terasa berat bagi (10:71)
- terasa amat berat bagi (6:35)
- jelas bagi (7:100)
- sukar bagi (14:20)
- buruk bagi (24:11)
- pantas bagi (24:16)
- wajar bagi (3:79)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 93
- cukup bagi (3:124)
- nyata bagi (3:142); (4:144); (6:28); (12:5); (17:53)
Analisis:
Frekuensi pemakaian partikel bagi baku yang berpasangan dengan sejumlah verba
intransitif/semitransitif/ajektiva mencapai f = 34x (4,26%). Akan tetapi secara
keseluruhan tingkat kebakuannya tergolong sangat tinggi (791x = 98,99%). Adapun
tingkat variasinya terlihat dari pemakaian 3 (tiga) verba semitranstif (tersembunyi,
berguna, dan bermanfaat) dan 8 (delapan) ajektiva (pasti, berat, sempit, jelas, nyata,
sukar, buruk, wajar, dan wajar) yang berhubungan dengannya dan tergolong ke dalam
pemakaian verba/ajektiva berpartikel.
Pada umumnya partikel bagi dalam bahasa Indonesia terjemahan merupakan
hasil dari terjemahan leksikal dari partikel bahasa sumber (3 bentuk partikel), yaitu li,
‘alaa, dan ‘an yang berpasangan dengan verba-verba yang tergolong ke dalam verbaverba
berpartikel dalam bahasa sumbernya. Sebagian lagi merupakan hasil terjemahan
gramatikal dari fungsi sintaktis sebagai maf’ul (objek) atau mukammil (pelengkap).
11. Deskripsi Pemakaian Partikel atas (Takbaku)
- menyaksikan atas (5:117)
- menimpa atas (37:31)
Frekuensi pemakaian partikel atas yang dianggap menyimpang dari kaidah baku
bahasa Indonesia hanya memiliki f = 2x sehingga variasi penyimpangan dalam
pemakaiannya pun kurang bervariasi. Partikel itu hanya berhubungan dengan 2 (verba)
transitif (menyaksikan dan menimpa).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 94
Verba transitif berpartikel + partikel atas tercantum dalam data terjemahan:
(1) Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu = wa anta ‘alaa kulli syain
syahiid (QS 5:117)
(2) Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa atas kita = fahaqqa ‘alainaa qaulu
rabbinaa (QS 37:31)
Pemakaian partikel atas yang berpasangan dengan verba transitif: menyaksikan/menimpa
+ atas dianggap menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia karena kedua verba
transitif itu dapat langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel atas, yaitu
dengan susunan verba transitif + objek (nomina/verba). Kedua verba transitif itu dapat
diubah ke dalam bentuk pasif menjadi: disaksikan/ditimpa. Adapun munculnya partikel
atas pada kedua verba itu adalah sebagai terjemahan harfiyah (literal) dari partikel bahasa
sumber, yaitu ‘alaa (sebagai harf jarr). Akan tetapi dalam bahasa Indonesia baku,
pasangan verba transitif dan partikel itu menjadi tidak baku. Oleh karena itu, partikel atas
yang melekat pada kedua verba transitif tadi sebaiknya dilesapkan sehingga
terjemahannya menjadi sebagai berikut.
(1) Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan segala sesuatu = wa anta ‘alaa kulli syain
syahiid (QS 5:117)
(2) Maka pastilah putusan (azab) Tuhan kita menimpa kita = fahaqqa ‘alainaa qaulu
rabbinaa (QS 37:31)
Hal ini berdasarkan pemakaian kaidah baku dan contoh-contoh pemakaiannya dalam
bahasa Indonesia baku seperti tampak di bawah ini.
- kita dapat menyaksikan kebolehannya nanti di arena pertandingan
- mereka datang kemari untuk menyaksikan usaha peningkatan dalam bidang pertanian
- ia benar-benar menyaksikan peristiwa (kejadian) itu (KBBI, 1997: 864)
- bandela itu jatuh menimpa dua orang kelasi yang sedang bekerja di geladak
- musibah kedua telah menimpa hidup saya
- angin menimpanya serta melecut tangan dan mukanya dengan sambaran dingin air hujan
(KBBI, 1997:1057).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 95
Adapun pemakaian partikel atas baku dapat berhubungan dengan verba
inteansitif/semitransitif seperti tampak dalam contoh-contoh di bawah ini.
- wajib atas (7:105)
- sabar atas (18:68); (20:130); (73:10)
- bersabarlah atas (38:17)
- berkuasa atas (90:5); (18:21)
- menyungkur atas (17:107); (17:109)
- jatuh atas (27:82); (27:85)
- berlalulah atas (28:45)
- berlaku atas (33:62)
- menyesal atas (49:6)
- sesat atas (34:50)
- tetap/lah atas (41:25); (28:63)
- datang atas (76:1)
Analisis:
Frekuensi makaian partikel atas baku yang berpasangan dengan sejumlah verba in
transitif/semitransitif/ajektiva mencapai f = 18x, sedangkan tingkat variasinya terlihat
dari pemakaian 9 (sembilan) intransitif/semitransitif (wajib, bersabar, berkuasa,
menyungkur, jatuh, berlalu, berlaku, tetap, dan datang) dan 2 (dua) ajektiva (sabar dan
sesat) yang berhubungan dengannya dan tergolong ke dalam pemakaian verba berpartikel
baku.
Semua partikel atas baku dalam bahasa Indonesia terjemahan merupakan hasil
dari terjemahan harfiyah (literal) dari 3 (tiga) bentuk satuan gramatikal, yaitu ‘alaa, fii
dan li, yang berpasangan dengan verba-verba/adjektiva yang tergolong ke dalam verbaverba/
ajektiva berpartikel dalam bahasa sumbernya.
12. Deskripsi Pemakaian Partikel karena (Takbaku):
a. disebabkan karena (16:107); (30:41); (40:75); (5:82)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 96
Analisis:
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, partikel karena berfungsi untuk
menyatakan keterangan sebab dalam suatu kalimat. Dalam kenyataannya kita dapati
partikel karena dipakai seiring dengan verba transitif pasif yang langsung sudah
mengandung keterangan sebab, seperti terlihat dalam data bahasa Indonesia terjemahan
Alquran di atas. Pemakaian yang demikian merupakan pemakaian yang berlebihan
(hiperkorek). Oleh karena itu penggabungan verba disebabkan dengan karena menjadi
disebabkan karena perlu dihindari dalam pemakaian bahasa Indonesia baku.
Verba transitif pasif disebabkan diikuti nomina (7x); diikuti verba (1x = 59:21);
klausa verbal (27x); diikuti klausa adjektival (30x); diikuti frasa (26x), dan diikuti
partikel oleh (2x = 5:81; 42:30) yang berfungsi untuk mengantar objek pelaku, yang
predikatnya tidak dapat berhubungan langsung. Susunan itu semuanya termasuk
pemakaian baku. Adapun pemakaian yang tidak baku atau menyimpang dari kaidah baku
bahasa Indonesia adalah seperti tampak dalam data terjemehan di bawah ini.
(1) Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani)
terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib …. = Dzaalika bianna minhum qissiisiina wa
ruhbanan …..(QS 5:82)
(2) Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di
dunia lebih dari akhirat …. = Dzaalika biannahumus tahabbul hayaatad dunya ‘alal
aakhirah …. (QS 16:107)
(3) Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia = Dhaharal fasaadu fil barri wal bahri bimaa kasabat aidinnaas (QS 30:41)
(4) Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak
benar …. = Dzaalikum bimaa kuntum tafrahuuna fil ardhi bi ghairil haqq …. (QS 40: 75)
Jadi, ungkapan disebabkan karena sebaiknya diganti dengan disebabkan oleh
atau verba disebabkan itu dilesapkan menjadi karena. Keempat ungkapan itu
merupakan hasil terjemahan harfiyah (leksikal-gramatikal) dari kata ba sababiyah dalam
bahasa Arab; ia menyatakan keterangan sebab yang tercantum dalam 2 (dua) macam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 97
susunan frasa, yaitu (1) bi anna (harf jar + harf taukid) dan (2) bima (harf jar + ma
maushul). Dengan demikian dalam data bahasa Indonesia terjemahan Alquran nomor (1)
dan nomor (2), partikel karena dapat dipertahankan pemakaiannya dengan melesapkan
verba pasif: disebabkan supaya tidak termasuk ke dalam gejala pemakaian yang
berlebihan (redudansi). Adapun dalam data bahasa Indonesia terjemahan Alquran nomor
(3) dan nomor (4), partikel karena sebaiknya diganti dengan partikel oleh sehingga
susunannya menjadi disebabkan oleh – karena verba itu secara implisit sudah
mengandung makna karena - sebagaimana yang tercantum dalam terjemahan lainnya
(8:51) dan (42:30) dalam contoh: Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri = Dzaalika bimaa qaddamat aidinnaas (QS 8:51) dan: Dan apa saja musibah yang
menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri = wamaa ashaabakum
min mushiibatin fabimaa kasabat aidiikum (QS 42:30). Susunan lainnya ialah dengan
melesapkan partikel karena yang melekat pada verba pasif: disebabkan sehingga
susunannya menjadi disebabkan + frasa (26x susunan baku), misalnya: karena itu Allah
mereka disebabkan dosa-dosa mereka = Faakhadzahumullahu bi dznuubihim (QS 3:11)
dan: Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu = Fadzuuqul ‘adzaaba
bimaa kuntum takfuruun (QS 3:106). Dengan demikian pemakaian ungkapan disebabkan
karena dalam data tadi sebaiknya diubah sebagaimana tampak di bawah ini.
(1) Yang demikian itu karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib …. = Dzaalika bianna minhum qissiisiina wa ruhbanan
…..(QS 5:82)
(2) Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih
dari akhirat …. = Dzaalika biannahumus tahabbul hayaatad dunya ‘alal aakhirah …. (QS
16:107)
(3) Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia =
Dhaharal fasaadu fil barri wal bahri bimaa kasabat aidinnaas (QS 30:41)
(4) Yang demikian itu disebabkan kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar ….
= Dzaalikum bimaa kuntum tafrahuuna fil ardhi bi ghairil haqq …. (QS 40: 75)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 98
Adapun pemakaian partikel karena (baku) dapat berhubungan dengan verba
taktransitif/ajektiva, antara lain seperti tampak di bawah ini.
- merasa sempit karena kedatangan mereka (11:77)
b. merasa susah karena (kedatangan) mereka (29:33)
c. terkejut karena (kedatangan) mereka (38:22)
d. tenteram hatimu karenanya (3:126);
e. tenteram karenanya (8:10)
f. bernasib malang karena kamu (36:18)
g. bergembira karenanya (3:120); (10:22)
h. bergembira ria karena rahmat itu (42:48)
i. matilah kamu karena kemarahanmu itu (3:119)
j. terpaksa karena kelaparan (5:3)
k. adalah karena (usaha) kami (7:131)
l. bercucuran air mata karena kesedihan (9:92)
m. menjadi putih karena kesedihan (12:84)
n. pecah karena ucapan itu (19:90)
o. sangat bakhil karena cintanya kepada harta (100:8)
Frekuensi pemakaian partikel karena baku yang berhubungan dengan sejumlah
verba/ajektiva itu mencapai f = 16x (14,68%). Namun secara keseluruhan tingkat
kebakuannya tergolong tinggi (96,33%). Adapun variasi pemakaiannya terlihat dari
pemakaian 10 (sepuluh) verba taktransitif/semitransitif ( pecah, merasa sempit/susah,
terkejut, bernasib, bergembira, matilah, terpaksa, adalah, bercucuran, dan menjadi putih)
dan 2 (tiga) ajektiva (tenteram dan bakhil) yang berkaitan dengannya.
Selanjutnya dari deskripsi data terjemahan tampak bahwa munculnya semua
partikel karena dalam bahasa Indonesia terjemahan merupakan hasil dari terjemahan
harfiyah (literal) dari 2 (dua) bentuk satuan gramatikal dalam bahasa sumber, yaitu bi
dan min. Kemudian hasil terjemahannya itu diikuti oleh nomina-nomina atau frasa yang
berhubungan dengannya.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 99
Itulah gambaran pemakaian partikel dalam bahasa Indonesia terjemahan ayat-ayat
Alquran yang dianggap mengalami penyimpangan dari kaidah baku bahasa bahasa
Indonesia. Namun demikian penyimpangan itu masih termasuk penyimpangan yang
wajar dalam pemakaian bahasa karena frekuensi pemakaiannya tidak menunjukkan angka
yang berarti. Kecuali pemakaian beberapa partikel, seperti: partikel tentang dengan
frekuensi pemakaian 239x dan penyimpangannya 70x (31,11%) dan partikel antara
dengan penyimpangannya 27x (31,76%).
Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan rangkuman deskripsi dan hasil
interpretasi mengenai frekuensi dan persentase pemakaian partikel dalam bahasa
Indonesia terjemahan Alquran – berikut frekuensi pemakaian keseluruhan partikel - yang
dianggap menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia atau yang tergolong ke dalam
pemakaian partikel takbaku sebagaimana tampak dalam tabel berikut.
Tabel 1: Bentuk dan Kategori Partikel dalam Bahasa Indonesia
Terjemahan Alquran
No.
Bentuk Partikel dan Prekuensinya Kategori Partikel dan Proporsinya
Bentuk Partikel Frekuensi Baku Takbaku
1. akan 76 51(67,11%) 25 (32,89%)
2. tentang 225 153 (68%) 72 (32%)
3. antara 85 58 (68,24%) 27 (31,76%)
4. di 615 477 (77,56%) 138 (22,44%)
5. pada 532 450 (84,49%) 82 (15,41%)
6. dari 1444 1238 (85,73%) 206 (14,27%)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 100
7 untuk 255 234 (91,76%) 21 (8,24%)
8 dengan 1164 1113 (95,62%) 51 (4,38%)
9. karena 109 105(96,33%%) 4 (3,67%)
10. bagi 799 791 (98,99%) 8 (1,01%)
11. ke 247 245 (99,19%) 2 (0,81%)
12. atas 272 270 (99,90%) 2 (0,74%)
Tabel 2: Bentuk Partikel BI Terjemahan Alquran, Satuan Gramatikal BS,
dan Derajat Kebakuannya
No.
Bentuk Partikel BI Terjemahan
dan Satuan Gramatikal BS
Derajat Kebakuan
Bentuk Partikel
BI Terjemah
Satuan
Gramatikal BS
Frek (Prop) Tafsir
1. atas 3 270 (99,26%) Sangat Tinggi
2. ke 12 245 (99,19%) Sangat Tinggi
3. bagi 5 791 (98,99%) Sangat Tinggi
4. karena 4 105(96,33%%) Sangat Tinggi
5 dengan 7 1113 (95,62%) Sangat Tinggi
6 untuk 23 234 (91,76%) Sangat Tinggi
7. dari 20 1238 (85,73%) Tinggi
8. pada 5 450 (84,49%) Tinggi
9. di 11 477 (77,56%) Tinggi
10. antara 6 58 (68,24%) Sedang
11. tentang 7 153 (68%) Sedang
12. akan 8 51(67,11%) Sedang
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 101
Tabel 3: Bentuk, Frekuensi, dan Variasi Pemakaian Partikel
dalam Bahasa Indonesia Terjemahan Alquran
No. Bentuk Partikel Frekuensi Variasi
1. dengan 168 51
2. di 140 43
3. dari 131 12
4. ke 83 16
5. pada 46 17
6. akan 44 9
7. bagi 34 15
8. untuk 23 17
9. atas 17 12
10. karena 16 12
11. antara 8 4
12. tentang 8 5
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 1, ada 7 (tujuh) partikel tunggal yang
pemakaiannya dianggap menyimpang signifikan (berarti) secara statistik
(penyimpangannya lebih dari 5%) dari kaidah baku bahasa Indonesia, yaitu: akan,
tentang, antara, di, pada, dari, dan untuk. Pemakaian ketujuh partikel ini
memperlihatkan penyimpangan yang berarti atau penyimpangan yang tidak wajar yang
perlu direvisi dan diperbaiki dari segi kaidah baku sintaktis. Berikut ini pembahasan
argumen penyimpangan dan ketidakbakuan tentang pemakaian ketujuh partikel tersebut.
Pemakaian partikel akan telah mengalami penyimpangan dengan frekuensi
penyimpangan sebanyak 25x/76 (32,89%). Bentuk penyimpangannya terletak pada
hampir semua partikel akan (24x) yang dipakai secara berpasangan dengan verba-verba
transitif, seperti: mendapat akan (1x), berikanlah akan (2x), melihat akan (8x),
mendustakan akan (2x), menghendaki akan (3x), mengharapkan akan (1x), mengingat
akan (1x), mengingkari akan (1x), memperingatkan akan (2x), mengetahui akan (2x),
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 102
mendengar akan (1x), sembahlah akan (1x), melupakan akan (1x). Padahal verba-verba
transitif tersebut dapat langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel akan.
Frekuensi penyimpangan atau ketiakbakuan dalam pemakaian partikel akan ini perlu
mendapat perhatian dari para pemakai bahasa Inonesia baku karena hal ini juga masih
terdapat dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran karya Adlany, N, dkk (2001)
sebanyak 15x/76 (19,74%). Padahal mereka telah mengacu pada beberapa rujukan Tafsir
Bahasa Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (1978 dan 1980).
Demikian pula partikel tentang telah dipakai secara kurang tepat atau
menyimpang dari pemakaian kaidah baku dengan frekuensi penyimpangan sebanyak
70x/225 (31,11%). Hal ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran
karya Adlany, N. (2001) sebanyak 48x/225 (21,33%). Frekuensi penyimpangan ini
termasuk salah satu frekuensi kata gramatikal menurut Muhajir dkk (1996).
Penyimpangan dalam pemakaian partikel tentang yang berpasangan dengan verba aktif
transitif ini ditegaskan oleh pakar dan penyuluh bahasa Indonesia bahwa kata kerja
transitif tidak perlu diikuti oleh kata depan sebagai pengantar objek. Antara predikat dan
objek tidak perlu disisipkan kata depan, seperti atas, tentang, .... (Arifin, E.Z dan Farid H
1993: 110).
Selanjutnya, partikel antara telah mengalami penyimpangan gramatikal yang
berarti sebanyak 27x/85x (31,76%). Hal ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran karya Adlany, N. (2001) sebanyak 21x/85 (24,71%). Ketidaktepatan
(ketidakbakuan) pemakaian partikel antara adalah berpasangan dengan kata (partikel)
dengan, seperti dalam contoh: Antara kemauan konsumen dengan kemauan pedagang
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 103
terdapat perbedaan dalam penentuan kenaikan harga (Sugono, D, 1997:196). Dia
menamakannya penggunaan kata berpasangan tidak tepat dengan istilah konjungsi
korelatif. Pasangan kata (partikel) yang baku menurut Sugono, D. (1997): itu adalah
antara …. dan. Pasangan antara .... dan sering tidak seharusnya. Pasangan yang sering
digunakan adalah antara .... dengan (Arifin, E.Z dan Hadi F, 1993: 90).
Demikian juga partikel di telah mengalami pemakaiannya yang tidak baku yang
berarti sebanyak 138x/615x (22,44%). Hal ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran karya Adlany, N. (2001) sebanyak 125x/596 (20,33%)..
Ketidakbakuan pemakaian partikel di adalah karena ia dipakai untuk menunjukkan
keterangan waktu, padahal seharusnya partikel yang tepat atau yang baku adalah partikel
pada dalam konteks itu. Berbeda dengan partikel (kata depan yang dipakai oleh Ramli,
1993) di yang dipakai dalam kelompok kata: orang di Aceh, partikel di di sini tidak
diperlukan kehadirannya. Sebenarnya partikel di pada kelompok kata itu tidak diperlukan
(Ramli, 1993:160) sehinga kelompok kata itu menjadi orang Aceh.
Demikian juga dengan partikel pada yang sering dipertukarkan pemakaiannya
dengan partikel di dan partikel kepada serta dipakai untuk merangkai objek dengan
verba transitif sehingga terjadi penyimpangan atau ketidakbakuan dalam pemakaian
partikel pada sebanyak 78x/532x (14,66%). Penyimpangan seperti ini masih terdapat
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran oleh Adlany, N, dkk (2001) sebanyak 35x
(6,58%). Hal ini menunjukkan kurangnya perhatian dan pengetahuan dari para pemakai
bahasa Indonesia tentang perbedaan antara partikel di dan partikel pada dalam pemakaian
bahasa Indonesia baku. Kedua partikel itu sering dipertukarkan pemakaiannya Akan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 104
tetapi tingkat kebakuan pemakaian partikel pada (84,49%) lebih tinggi daripada partikel
di (77,56%).
Sebagaimana telah dikemukakan pada tabel 1 bahwa partikel tunggal dari telah
dipakai dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran sebanyak 1444x dan yang dianggap
menyimpang dari kaidah baku sebanyak 206x/1444 (14,27%). Penyimpangan gramatikal
dalam pemakaian partikel dari ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia terjemahan
Alquran oleh Adlany, N, dkk (2001) yang mengacu pada Alquran dan terjemahnya
(Depag, 1995), yaitu sebanyak 67x/1506 (4,45%). Bentuk penyimpangan ini pada
umumnya terlihat dari pemakaian partikel dari dengan kolokasi yang keliru, misalnya
pasangan lebih (adjektiva) dari (51x), sedangkan kolokasi yang tepat adalah pasangan
lebih (adjektiva) + daripada (Untung Yuwono, 2001:72). Pasangan itu menunjukkan
adanya perbandingan. Jadi, partikel yang tepat atau baku yang dipakai adalah partikel
daripada, bukan partikel dari. Penyimpangan atau ketidakbakuan lainnya terlihat dari
pemakaian partikel dari yang dipakai sesudah nomina sebagian, kebanyakan, seperti
pasangan sebagian dari (nomina/pronomina) dan kebanyakan dari (nomina/pronomina).
Nomina sebagian dan kebanyakan dapat langsung berhubungan dengan nomina lain
tanpa bantuan partikel dari.
Berkaitan dengan hal itu, terdapat 103x yang pemakaiannya bervariasi dan
bersifat manasuka, yaitu dapat dipakai dalam merangkai nomina dengan partikel dari
untuk membentuk frasa nominal atau dilesapkan dalam konteks frasa nominal lainnya
dengan tidak berpengaruh terhadap makna frasanya. Misalnya, sebahagian dari mereka
(QS 3:23) atau sebahagian mereka (9:71). Akan tetapi menurut Sugono, D (1997:195)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 105
pemakaian sebagian dari dianggap sebagai pemakaian kata yang tidak tepat seperti dalam
contoh: Sebagian dari kekayaan penguasa itu diserahkan kepada yayasan yatim piatu.
Selanjutnya penyimpangan pemakaian partikel dari terlihat dalam contoh:
menambah kepada mereka dari karunia-Nya (QS 35:30); mengeluarkan bagi kami dari
apa yang ditumbuhkan bumi. Pemakaian partikel dari dalam kedua contoh itu tidak memiliki
fungsi sintaktis, yang seharusnya dilesapkan sehingga objeknya menjadi jelas dari
kedua verba transitif: menambah dan mengeluarkan. Dengan kata lain pemakaian
partikel dari dalam kedua contoh tadi bersifat redundansi atau mubadzir (Kusno B.S.,
1990:83).
Partikel dari dalam bahasa Indonesia bukan hanya sepadan dengan partikel min
dalam bahasa sumber (Arab/Alquran), melainkan muncul dari sejumlah satuan gramatikal
(20 satuan gramatikal) sesuai dengan konteks pemakaiannya masing-masing dalam frasa,
klausa atau kalimatnya. Bahkan sebalikanya, partikel min dalam bahasa sumber tidak
hanya sepadan dengan partikel dari saja dalam bahasa Indonesia, melainkan mengandung
banyak makna, antara lain min memiliki padanan makna dengan tentang, sebab, karena,
di antara, ada, yaitu, sebagian, seperti, termasuk, dan salah satu (Mufid, N dan Kaserun
AS R, 2007). Sehubungan dengan itu, Khalisin (2004) telah menemukan variasi bentuk
terjemahan (15 bentuk) dari 133 preposisi min, o (zero), dari, di antara, daripada,
sebagian, pun, termasuk, sekali-kali, dari sebagian, di, sejak, kepada, salah seorang dari,
sebagai ganti dari, sedikit pun, selain daripada, dan yaitu. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan yang berarti antara makna partikel min dalam bahasa Arab/Alquran dan
partikel dari dalam bahasa Indonesia. Karakteristik perbedaan inilah yang dapat
menimbulkan hasil terjemahan partikel min ke dalam partikel dari takbaku dalam bahasa
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 106
Indonesia atau memungkinkan terjadinya gejala penyimpangan dan ketidakbakuan dalam
pemakaian partikel dari dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Dari paparan di atas tampak bahwa perbedaan karakteristik partikel dari (bahasa
Indonesia) dan partikel min (bahasa sumber) dapat menyebabkan sebagian hasil
terjemahannya menjadi tidak baku atau menyimpang dari kaidah baku bahasa Indonesia.
Hal ini karena penerjemah sering terpengaruh oleh pemakaian partikel bahasa sumber
(min) dan terkadang lupa akan pemakaian baku partikel dari dalam bahasa sasarannya.
Partikel dari ini merupakan partikel yang terbanyak frekuensi (f = 1444x) pemakaiannya
dan terbanyaknya frekuensi penyimpangannya atau ketidakbakuannya dengan proporsi
penyimpangan yang berarti (14,27%). Namun derajat kebakuannya masih tergolong
tinggi (85,73%).
Bentuk penyimpangan atau ketidakbakuan dalam pemakaian partikel untuk
sebanyak 21x (8,24%), itu terdapat dalam data terdahulu, yaitu dipakainya partikel untuk
merangkai pelengkap (verba) yang berhubungan dengan verba-verba
intransitif/semitransitif/transitif aktif/pasif dan adverbia (bersegera, berusaha,
kuasa/berkuasa, sanggup, berkehendak, ingini, diperintah/ diperintahkan, dan enggan)
atau dipakainya partikel untuk di antara dua verba yang letaknya berurutan dan kedua
verba itu sudah dapat berhubungan langsung tanpa bantuan partikel untuk. Hal itu
didukung oleh pemakaian contoh-contoh di bawah ini.
Mereka bersegera menyiapkan perlengkapannya, lalu bertolak (KBBI, 1997:890).
Ia berusaha menyembunyikan tangisnya; mereka berusaha mencapai hasil yang
memuaskan (KBBI, 1997:1112).
Ia tiada kuasa mencegah perbuatan anaknya (KBBI, 1997:533).
Saya sanggup menunaikan tugas itu; pekerja itu sanggup mengangkat peti seberat
itu (KBBI, 1997:876).
Ia berkehendak menjadi guru; anak itu berkehendak menjadi juara kelas (KBBI,
1997:347).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 107
Dia terlalu mengingini sepatu itu, padahal agak sempit dipakainya (KBBI,
1997:379).
Tiadak seorang pun berani memerintah dia; Pangeran Diponegoro telah
memerintahkan penghentian tembak-menembak (KBBI, 1997:756).
Ia enggan mengikuti nasihat pamannya; anak itu enggan pergi ke sekolah (KBBI,
1997:265).
Pemakaian partikel untuk yang takbaku ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia
terjemahan Alquran oleh Nazri Adlany (2001) sebanyak 5x (1,96%). Namun pemakaian
seperti ini dapat digolongkan ke dalam penyimpangan yang kurang berarti karena
proporsi penyimpangannya yang sangat kecil, yaitu kurang dari 5%.
Sekaitan dengan itu, Kusno B.S. (1990:103) telah menunjukkan bentuk
penyimpangan dalam pemakaian partikel untuk dalam contoh-contoh berikut.
Hadirin dimohon untuk berdiri sejenak
Ketua OSIS ditugasi untuk menyusun program kerja.
Para peserta EBTA diharap untuk mengisi daftar hadir.
Ketiga contoh kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak baku. Oleh karena itu
agar ketiga kalimat menjadi baku, partikel untuk perlu dilesapkan sehingga susunan
kalimat itu menjadi sebagai berikut.
Hadirin dimohon berdiri sejenak
Ketua OSIS ditugasi menyusun program kerja.
Para peserta EBTA diharap mengisi daftar hadir.
Dari paparan di atas tampak bahwa 7 (tujuh) partikel (58,33%), yaitu partikel
akan, tentang, antara, di, pada, dari, dan untuk, kadar penyimpangannya melebihi 5%.
Namun demikian rata-rata derajat kebakuan pemakaiannya masih tergolong tinggi
(84,78%). Hal ini berdasarkan hasil perhitungan rata-rata derajat kebakuan (jumlah
keseluruhan = 1271,63/15).
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 108
Selanjutnya pemakaian 5 (lima) partikel tunggal (41,67%) yang terdapat pada
tabel 1 menunjukkan penyimpangan atau ketidakbakuan yang kurang berarti dilihat dari
segi proporsinya. Namun demikian dari kelima partikel itu, ada partikel dengan yang
mencapai pemakaiannya sebanyak 50x. penyimpangan (4,30%) dari frekuensi pemakaian
sebanyak f = 1164. Oleh karena itu, kelima partikel itu, yaitu: dengan, karena, bagi, ke,
dan atas, masing-masing perlu juga dibahas argumen penyimpangannya atau
ketidakbakuannya sebagai berikut
Pemakaian partikel dengan dalam tabel 1 menunjukkan penyimpangan atau
ketidakbakuan sebanyak f = 50 (4,30%). Penyimpangannya terletak pada ketidaksesuaian
partikel dengan dengan pasangan verba yang mendahuluinya, seperti beriman dengan
dan berpegang dengan dan pasangan antara …. dengan. Pasangan yang bakunya adalah
beriman kepada dan berpegang pada, seperti pada contoh: berpegang pada aturanaturan
yang telah ada (KBBI, 1997:741) dan pasangan baku: antara …. dan.
Penyimpangan atau ketidakbakuan pemakaian partikel dengan juga terletak pada
pemakaiannya yang tidak mempunyai fungsi sintaksis atau pemakaian yang berlebihan,
seperti: bersama/bersama-sama dengan, memperebatkan dengan, bicarakan dengan, dan
berusaha dengan. Menurut Santoso, K.B. (1990) pemakaian seperti bersifat redundansi
karena tidak mempunyai fungsi tertentu, seperti pada contoh: Besama dengan surat ini
saya mengirimkan foto. Adapun pemakaian pasangan yang bakunya adalah: bersama +
nomina, berdebat dengan = memperdebatkan, berbicara dengan =
membicarakan/bicarakan, dan berusaha + verba. Oleh karena itu partikel dengan yang
melekat pada verba-verba itu sebaiknya dilesapkan, seperti pada contoh-contoh berikut:
Bersama surat ini kami sampaikan seberkas laporan tahun 1979(KBBI, 1997:868)
Kita sudah membicarakan perkara itu selama …. (KBBI, 1997:130)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 109
Ia berusaha menyembunyikan tangisnya (KBBI, 1997:1112)
Penyimpangan dalam pemakaian partikel dengan ini masih terdapat dalam bahasa
Indonesia terjemahan Alquran karya Adlany, N, dkk (2001) sebanyak f = 13. Hal ini
menunjukkan masih kurangnya perhatian pemakai/penerjemah terhadap fungsi partikel
tersebut dalam bahasa Indonesia baku.
Adapun pemakaian partikel karena yang mengiringi verba pasif: disebabkan
sehingga menjadi disebabkan karena, itu merupakan pemakaian yang rancu atau tidak
baku, sedangkan yang bakunya adalah disebabkan oleh (Yuwono, U, 2201:68).
Ungkapan disebabkan karena diangggap tidak baku karena ungkapan itu mengandung
dua ungkapan yang sekaligus ingin diekspresikan oleh pemakai bahasa, yaitu disebabkan
oleh dan karena. Ungkapan disebabkan oleh termasuk ungkapan idiomatik yang unsurunsurnya
tidak boleh diceraikan atau ditinggalkan. Ungkapan tersebut mengandung arti
karena. Jadi, pemakaian kedua bentuk itu dapat dipertukarkan, yakni disebabkan oleh
atau karena untuk menyatakan anak kalimat yang mengandung makna sebab (Arifin,
E.Z. dan Farid H, 1993: 84).
Pemakaian partikel bagi dalam tabel 1 menunjukkan penyimpangan atau
ketidakbakuan sebanyak f = 8 (1,01%). Penyimpangannya terletak pada partikel bagi
yang berpasangan dengan verba-verba transitif: mengampuni bagi, menyembuhkan bagi,
mengganti bagi, menyempitkan bagi, Kuperkenankan bagi, mengizinkan bagi. Padahal
verba-verba tersebut dapat langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel
bagi. Penyimpangan atau ketidakbakuan pemakaian partikel bagi di sini bersifat
redundansi karena tidak mempunyai fungsi tertentu. Penyimpangan dalam pemakaian
partikel bagi ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran karya
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 110
Adlany, N, dkk (2001) sebanyak f = 7 (0,88%). Hal ini menunjukkan masih kurangnya
perhatian pemakai/penerjemah terhadap fungsi partikel tersebut dalam bahasa Indonesia
baku.
Walaupun kadar penyimpangan partikel bagi ini dianggap kurang berarti secara
statistik, partikel bagi yang melekat pada verba-verba itu sebaiknya dilesapkan. Hal ini
berdasar pada contoh-contoh berikut:
mengampuni kesalahan (KBBI, 1997:35)
ia menjadi tekenal karena dapat menyembuhkan orang sakit secara gaib (KBBI,
1997:905)
Ia sudah harus mengganti kartu penduduknya (KBBI, 1997: 292)
Ibu tidak memperkenankan kami berdansa (KBBI, 1997:476)
Orang tuanya telah mengizinkannya untuk segera menikah (KBBI, 1997:391)
Kita menyaksikan kebolehannya nanti di arena pertandingan (KBBI, 1997:864)
Demikian juga partikel ke dan atas telah dipakai secara tidak tepat pada verba
transitif yang dapat berhubungan langsung dengan objek; masing-masing sebanyak f = 2
(0,81% dan 0,74%). Penyimpangan ini terdapat pada pasangan verba berpartikel:
mendaki ke, memandang ke, menyaksikan atas, dan menimpa atas. Meskipun proporsi
penyimpangan ini sangat minim atau kurang berarti secara statistik, pemakaian kedua
partikel itu perlu mendapat perhatian dari kalangan pemakai/penerjemah. Penyimpangan
pemakaian partikel ke dan atas ini masih terdapat dalam bahasa Indonesia terjemahan
Alquran karya Adlany, N, dkk (2001). Ini menunjukkan bahwa pemakai/penerjemah
kurang memperhatikan pemakaian baku kedua partikel tadi.
Dalam pemakaian bahasa Indonesia baku, partikel ke dan atas yang berhubungan
dengan verba transitif sebaiknya dilepsapkan sehingga verba-verba itu langsung
berhubungan dengan objek. Hal ini didukung oleh contoh yang tertera di bawah ini:
Mendaki bukit (KBBI, 1997:205)
Jika engkau memandangnya lebih lama, makin jelas kecantikannya (KBBI, 1997:723)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 111
Sekaitan dengan itu, Santoso, K.B. (1990) telah menunjukkan gejala
penyimpangan atau ketidakbakuan dalam pemakaian partikel ke dan atas, seperti tampak
di bawah ini:
(1) Adik membuang kulit pisang ke tempat sampah
(2) Kain itu terbuat atas serat-serat jerami yang telah diproses
Partikel ke pada kalimat (1) di atas sebaiknya diganti dengan partikel di yang
lebih menunjukkan lokatif dan partikel atas pada kalimat (2) sebaiknya diganti dengan
partikel dari sehingga kalimat tersebut menjadi kalimat baku sebagai berikut
(1) Adik membuang kulit pisang di tempat sampah
(2) Kain itu terbuat dari serat-serat jerami yang telah diproses
Selanjutnya pemakaian partikel ke dan atas baku terlihat dalam contoh-contoh di
bawah ini:
Mendaki bukit (KBBI, 1997:205)
Jika engkau memandangnya lebih lama, makin jelas kecantikannya (KBBI, 1997:723)
Selanjutnya pemakaian sejumlah partikel dalam tabel 2 memperlihatkan bahwa
partikel untuk muncul dari satuan gramatikal yang terbanyak dan paling bervariasi (23
bentuk) dalam bahasa sumbernya, sedangkan partikel atas muncul dari satuan gramatikal
yang paling sedikit (3 bentuk). Dengan demikian rentangan variasi gramatikal bahasa
sumbernya adalah 20 bentuk dan rata-rata variasinya adalah 10 bentuk. Hal ini
menunjukkan keanekaragaman gramatikal bagi setiap partikel bahasa Indonesia
terjemahan. Hal inilah yang menunjukkan adanya perbedaan karakteristik antara satuan
gramatikal atau partikel bahasa sumber (Arab/Alquran) dan satuan gramatikal atau
partikel bahasa sasaran (Indonesia). Di samping itu, perbedaan tersebut merupakan salah
satu kemungkinan atau faktor penyebab yang dapat menimbulkan adanya ragam
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 112
pemakaian partikel baku dan partikel takbaku. Adapun partikel yang paling tinggi derajat
kebakuannya adalah partikel atas (99,26%), sedangkan yang paling rendah derajat
kebakuannya adalah partikel akan (67,11%). Dari tabel itu juga diketahui pula bahwa 9
(sembilan) partikel, yaitu: atas, ke, bagi, karena, dengan, untuk, dari, pada, dan di
memiliki derajat kebakuan tinggi dan 3 (tiga) partikel, yaitu antara, tentang, dan akan
memiliki derajat kebakuan sedang. Namun rata-rata derajat kebakuan pemakaian
keduabelas partikel itu tergolong tinggi (86,08%). Hal ini menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia terjemahan Alquran sangat mementingkan pemakaian bahasa baku sesuai
dengan keberadaannya sebagai dokumen resmi dan bahasa tasyri’ (perundang-undangan)
dalam khazanah kepustakaan Islam.
Deskripsi data pada tabel 3 menunjukkan bahwa partikel dengan memiliki frekuensi
terbanyak (168x) dan paling bervariasi karena dapat berpasangan dengan 51
verba/adjketiva sehingga tergolong ke dalam pemakaian verba/adjektiva berpatikel.
Adapun yang paling sedikit frekuensi pemakaiannya adalah partikel antara dan tentang
dengan variasi pemakaian masing-masing 4 dan 5 verba/adjektiva. Pasangan
verba/adjektiva berpartikel ini merupakan pasangan baku sehingga dapat dipakai dalam
penulisan resmi, seperti dalam penulisan buku, artikel, jurnal, atau laporan. Hal ini
mengisyaratkan kepada kita bahwa bahasa Indonesia terjemahan Alquran sangat mementingkan
pemakaian pasangan verba/adjektiva berpartikel dengan rentangan variasi 47
verba/adjektiva, yaitu merentang dari 4 sampai 51 verba/adjektiva baku. Oleh karena itu,
pasangan baku ini dapat dimanfaatkan dalam pemakaian bahasa Indonesia baku untuk
kepentingan penulisan dan komunikasi resmi.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 113
Dari semua uraian sebelumnya dapat dikemukakan di sini bahwa penyimpangan
dalam pemakaiaan sejumlah partikel itu bisa terjadi karena beberapa faktor, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Marsaban (1962) dan Zaharan (tt), antara lain: (1) faktor
interlingual atau pengaruh bahasa daerah atau bahasa ibu, (2) faktor intralingual, yaitu
kekurangtahuan pemakai bahasa akan tatabahasa Indonesia, (3) pengaruh bahasa asing
(Arab/Alquran); misalnya: afalam yandhuruu ilassamaa diterjemahkan ke dalam: maka
apakah mereka tidak melihat akan langit (QS 50:6). Sehubungan dengan ini,
Harjapamekas (1991) dalam Vismaia S.D. dan Ahmadslammet H. (2007: 180)
mengemukakan bahwa masyarakat yang membuat kesalahan bahasa Indonesia umumnya
tidak atau belum mengetahui bahasa yang benar. Kemudian Corder (1971) dalam
Sobarna, C (2008: 4) menyatakan antara lain bahwa penyimpangan struktur berkaitan
dengan silap, salah, dan selip. Silap terjadi karena pemakai bahasa belum menguasai
sepenuhnya kaidah bahasa kedua; salah terjadi karena penutur bahasa tidak mampu
menentukan pilihan penggunaan ungkapan yang tepat sesuai dengan situasi; dan selip
terjadi karena kurangnya konsetrasi. Selanjutnya Umar, A (1991) dalam penelitiannya –
antara lain - menyimpulkan bahwa kesalahan pemakaian kata tugas, seperti dari, pada,
untuk, dan kepada, itu disebabkan oleh kekurangpahaman tentang fungsinya masingmasing.
Di samping itu penyimpangan dan atau ketidakbakuan pemakaian partikel dalam
bahasa Indonesia terjemahan Alquran bisa terjadi karena faktor lupa atau
ketidaksengajaan, tidak taat asas, dan pengaruh terjemah harfiyah. Misalnya,
yatafakkaruuna fii diterjemahkan memikirkan tentang; dan yujaadiluuna fi
diterjemahkan membantah tentang. Hal ini terbukti dengan banyaknya pemakaian verba
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 114
transitif dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran – seperti membantah - yang
langsung berhubungan dengan objek tanpa bantuan partikel. Adapun penyimpangan
dalam pemakaian partikel pada dalam bahasa Indonesia, yang disebabkan oleh faktor
lupa tampak dalam contoh berikut:
Tipe yang menekankan pada sentralisme sesungguhnya mengingkari sifat majemuk dari
masyarakat Indonesia (Abubakar, T, 2003:137). Dalam kalimat tersebut tidak tampak
objek langsung yang mengiringi verba transitif aktif: menekankan melainkan verba itu
berpatikel pada: menekankan pada. Secara leksikal, menekankan berarti mengucapkan
(kata, suku kata) dengan suara yang agak keras; meletakkan aksen pada: pembicara
bahasa Indonesia biasa menekankan suku kata yang terakhir (KBBI, 1997:1022). Jadi,
pemakaian kedua verba transitif berprtikel: menekankan pada merupakan pemakaian
yang tidak baku.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 115
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut.
1. Partikel yang paling tinggi frekuensi pemakaiannya adalah partikel dari (1444x)
dengan derajat kebakuan tinggi (85,73%). Adapun partikel yang paling rendah
frekuensi pemakaiannya adalah partikel akan (76x) dengan derajat kebakuan
sedang (67,11%).
2. Partikel yang paling tinggi derajat kebakuan dalam pemakaiannya adalah partikel
atas (99,26%) dengan frekuensi pemakaian 270x.
3. Secara umum derajat kebakuan pemakaian partikel dalam bahasa Indonesia
terjemahan tergolong tinggi (86,08%) dengan rata-rata frekuensi pemakaian baku
= 432,08x.
4. Secara khusus, verba/adjektiva berpartikel, yaitu pasangan verba/adjektiva +
partikel yang paling tinggi frekuensi pemakaiannya adalah pasangan
verba/adjektiva + dengan (168x) dengan variasi pemakaiannya (50
verba/adjektiva). Adapun yang paling rendah frekuensi dan variasi pemakaiannya
adalah pasangan verba/adjektiva + antara (frekuensi 8x dengan 4
verba/adjektiva) dan pasangan verba/adjektiva + tentang. (frekuensi 8x dengan 5
verba/adjektiva). Selain itu partikel yang paling bervariasi satuan gramatikalnya
dalam bahasa sumbernya adalah partikel untuk (23 satuan gramatikal) dan partikel
dari (2 satuan gramatikal), sedangkan partikel yang kurang bervariasi satuan
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 116
gramatikalnya dalam bahasa sumbernya adalah partikel antara (3 satuan
gramatikal).
Semua partikel (12 bentuk) yang dipakai dalam bahasa Indonesia terjemahan
Alquran, pemakaiannya dapat dikelompokkan ke dalam (1) pemakaian partikel
baku (standar) dan (2) pemakaian partikel takbaku (takstandar) dengan rentangan
penyimpangan atau ketidakbakuan pemakaian antara 0,74% - 32,89% (f = 2 – 25)
Pemakaian partikel yang paling banyak mengalami penyimpangan atau
ketidakbakuan yang berarti, itu adalah penyimpangan yang melebihi 5%. Ini
perlu mendapat perhatian dari kalangan pemakai bahasa baku bahasa Indonesia
dalam situasi resmi. Partikel ini terdiri atas 7 (tujuh) partikel, yaitu (1) partikel
akan (32,89%), (2) partikel antara (31,76%), (3) partikel tentang (31,11%), (4)
partikel di (28,02%), partikel pada (15,41%), (6) partikel dari (10,04%), dan (7)
partikel untuk (8,24%). Adapun penyimpangan yang wajar (kurang berarti
secara statistik) atau penyimpangan minim, yakni penyimpangan yang kurang dari
5% (yang meliputi partikel dengan, karena, bagi ke, dan atas). Penyimpangan
yang wajar dan tidak wajar itu tampak dalam bentuk (1) penambahan partikel
yang tidak berfungsi atau mubazir atau berlebihan (redundansi), (2)
ketidaksesuaian hubungan antara verba/adjektiva dan partikel atau ketidaklaziman
antara keduanya, dan (3) saling pertukaran antara satu partikel dan partikel
lainnya dalam pemakaiannya, seperti di dan pada.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gejala penyimpangan dan
atau ketidakbakuan dalam pemakaian partikel (preposisi) bahasa Indonesia terjemahan
Alquran, sebagiannya adalah karena (1) tidak taat asas pada kaidah/tidak konsisten (2)
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 117
pengaruh terjemah harfiyah struktur bahasa asli (sumber), (3) pengaruh dialek melayu
(bahasa Indonesia lama) atau pengaruh latar belakang pemakai bahasa/tim penerjemah,
(4) lupa/kurang perhatian/kurang konsentrasi terhadap pemakaian kaidah baku bahasa
Indonesia, (5) kurang mempertimbangkan makna gramatikal dalam pemakaian partikel
bahasa sasaran (bahasa Indonesia), (6) kurang memperhatikan perbedaan karakteristik
antara partikel bahasa Arab/Alquran dan partikel bahasa Indonesia dalam pemakaiannya,
dan (7) kurang tepat dalam penerjemahan suatu unsur yang berkaitan dengan pemilihan
kata dan pemakaian pasangan baku.
B. Saran
1. Bahasa Indonesia terjemahan Alquran masih perlu direvisi dan ditingkatkan derajat
kebakuannya, terutama yang berkaitan dengan pemakaian 3 (tiga) partikel tunggal
bahasa Indonesia terjemahan Alquran, yaitu partikel akan, tentang, dan antara.
2. Perlu diadakan pelatihan pemakaian bahasa Indonesia baku, terutama bagi para penerjemah
pemula.
3. Perlu diadakan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan pemakaian partikel bahasa
Indonesia terjemahan Alquran pada tataran sintaksis atau tataran semantik, antara
lain komparasi pemakaian bahasa Indonesia terjemahan, pemakaian kaidah EYD
dalam bahasa Indonesia terjemahan, pemakaian konjungsi, derajat kebakuan pema -
kaian kosa kata dan gramatika bahasa Indonesia terjemahan Alquran.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 118
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E.Z. dan Farid H. (1993). Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Akademika Pressindo.
Badudu, J.S. (1996). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar I. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Damaianti, V.S. dan Ahmadslamet H. (2007). Bahasa Indonesia menuju Lingua Franka.
Prosiding. Bandung: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
SPS UPI.
Dep. Agama RI (1989). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: CV. Toha Putra Semarang.
______ (2000). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: CV. Penerbit Diponegoro
Bandung.
DEPDIKBUD. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Effendi, S. & Buha A. (1993). Preposisi dan Frase Berpreposisi. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Hastuti, S. (1989). Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: PT
Mitra Gama Widya.
Husain, A.R. (1993). Bahasa Indonesia Baru: Suatu Panduan Berbahasa Indonesia
dengan baik dan Benar. Gorontalo: CV. Aneka.
Kholisin. (2004). Preposisi Min dalam Alquran dan Terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Jurnal Bahasa Arab dan Pengajarannya. Vo. 2. No. 1 Juni 2004.
Lapoliwa, H. (1992). Frase Preposisi dalam Bahasa Indonesia.Jakarta:P3B Depdikbud.
Mufid, N dan Kaserun AS R. (2007). Menerjemah Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progessif.
Oka, I.G. N. (1974). Problematika Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia.
Surabaya: Usaha Nasional.
Puspandari, D. (2008). Perubahan Morfologis pada Proses Sintaktis Aplikatif Bahasa
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 119
Indonesia. Jurnal Vol. 8. No. 1, April 2008. Bandung: FPBS UPI.
Rahmat, A.S. (1999). Pengaruh Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam
Terjemahan.Tesis. PPS. IKIP.
Ramlan, N. (1997). Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar Yogyakarta: ANDI
Offset.
Rochayah & Misbah J (1995). Sosiolinguistik (Terj.). Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Rokhman, F. (2009). “Pergeseran Bahasa Indonesia di Era Global dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran” Makalah pada Seminar Internasional, Bandung..
Rusyana, Y. (1989). Perihal Kedwibahasaan. Jakarta: Dikti PPLPPTK.
Santoso, K.B. (1990). Problematika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugono, D. & Titik I. (1994). Verba dan Komplementasinya. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
______(1998). Struktur Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: Kongres Bahasa Indonesia
VII Depdikbud.
Suryawinata, Z. (1989). Terjemahan: Pengantar dan Praktek. Jakarta: Dikti Depdikbud.
Syamsuddin AR dan Vismaia S.D. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.
Bandung: Rosda UPI.
Syihabuddin. (2000). Prosedur Penerjemahan Nash Keagamaan dan Keterpahamannya.
Disertasi. PPS UPI Bandung.
______(2003). Studi tentang Kualitas Terjemahan dan Implikasinya terhadap
Pengajaran Menerjemah. JurnalVol. 3, No. 4, April 2003. Bandung: FPBS UPI.
Umar, A. (1991). Pemakaian Bahasa Indonesia Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra FPBS IKIP Medan. Tesis. PPS IKIP Bandung.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2009). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:
UPI.
Yulianeta, dkk (Ed.). (2009). Bahasa dan Sastra & Sastra Indonesia di Tengah Arus
Global. Bandung: Jurdiksastrasia FPBS-UPI.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 120
LAPORAN PENELITIAN
DERAJAT KEBAKUAN PEMAKAIAN PARTIKEL
DALAM BAHASA INDONESIA TERJEMAHAN
Oleh:
Drs. Wagino Hamid Hamdani, M.Pd.
Drs. H. Sugiarto Hs, M.Pd.
Dr. Maman Abdurrahman, M.Ag.
Dibiayai oleh DIPA UPI sesuai dengan Surat Perjanjian
Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing, Hibah Bersaing Lanjutan,
Fundamental, Fundamental Lanjutan, Hibah Pekerti, Hibah Pekerti
Lanjutan, Hibah Pasca, Hibah Pasca Lanjutan, dengan SK Rektor UPI
Nomor: 2784/H.40/PL/2009
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2009
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 121
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
1. Judul Penelitian : Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel
dalam Bahasa Indonesia Terjemahan
2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap : Drs. Wagino Hamid Hamdani, M.Pd.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP : 195506241980101 1001
d. Pangkat/Golongan : Pembina Tk 1/IV-b
e. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
f. Fakultas/Jurusan : FPBS/Pendidikan Bahasa Arab
g. Perguruan Tinggi : UPI
h. Pusat Penelitian : LPPM UPI
3. Nama Anggota Peneliti : 1) Drs. H. Sugiarto Hs, M.Pd.
2) Dr. Maman Abdurrahman, M.Ag.
4. Lokasi Penelitian : Bandung
6. Masa Penelitian : 8 (Delapan) Bulan
7. Biaya yang Diperlukan : Rp. 35.000.000,00,-
(Tiga puluh lima juta rupiah)
Bandung, 25 November 2009
Mengetahui,
Dekan FPBS UPI Ketua Peneliti,
Prof.Dr.H. Sri Nenden Lengkanawati, M.Pd. Drs.Wagino Hamid Hamdani,M.Pd.
NIP: 195111241985032 001 NIP: 195506241980101 001
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 122
Prof. Dr. H. Sumarto, MSIE
NIP: 195507051981031005
ABSTRAK PENELITIAN
DERAJAT KEBAKUAN PEMAKAIAN PARTIKEL
DALAM BAHASA INDONESIA TERJEMAHAN
Oleh: Wagino Hamid Hamdani, dkk
Masalah penelitian ini bersumber dari hasil telaah kepustakaan yang
menunjukkan bahwasanya hingga saat ini belum terungkap ihwal derajat kebakuan
pemakaian partikel dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran. Penelitian ini bertujuan
mendeskripsikan ihwal frekuensi, variasi, dan derajat kebakuan pemakaian partikel.
Konsep pemakaian partikel dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Moeliono
(1976:104-108) dalam S Effendi dan Buha A (1993). Kata partikel di sini sepadan
dengan kata harf atau adawat dalam bahasa Arab. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif-evaluatif dengan model analisis isi. Sumber
penelitiannya berupa dokumen mushaf Alquran terbitan Depag RI bekerja sama dengan
Departemen Urusan Agama Islam, wakaf dan Irsyad Kerajaan Arab Saudi tahun 1415
H/1995. Adapun objek masalahnya terfokus pada pemakaian 12 partikel tunggal. Data
penelitian dihimpun melalui teknik dokumentasi dengan format pencatatan data dan
dianalisis secara kualitatif melalui langkah-langkah: deskripsi, interpretasi, koreksi,
remidi, dan konklusi dan secara kuantitatif dengan perhitungan persentase, rentangan,
dan rata-rata. Dari hasil analisis itu diperoleh gambaran tentang: 1) partikel dari
memiliki frekuensi pemakaian yang terbanyak (1444x), sedangkan yang paling sedikit
adalah partikel akan (76x), 2) rata-rata derajat kebakuan pemakaian partikel BI tergolong
tinggi (86,08%), 3) partikel atas paling tinggi derajat kebakuannya (99,26%); partikel
dengan paling bervariasi pemakaiannya (50 verba/adjektiva); partikel untuk dan dari
paling bervariasi satuan gramatikalnya dalam bahasa sumber (23 dan 20 bentuk), dan 4)
ada 7 (tujuh) partikel tunggal yang mengalami ketidakbakuan yang berarti, yaitu: akan
(32,89%), antara (31,76%), dan tentang (32%), di (22,44%), pada (15,41%), dari
(14,27%), dan untuk (8,24%).
Ketidakbakuannya tampak dalam bentuk (1) penambahan partikel yang tidak berfungsi,
(2) ketidaksesuaian dan ketidaklaziman pemakaian partikel (3) saling pertukaran antara
satu partikel dan partikel lainnya dalam pemakaiannya.. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya gejala ketidakbakuan antara lain: (1) tidak taat asas pada kaidah
baku (2) pengaruh terjemah harfiyah dan atau tafsiriyah, (3) pengaruh pemakaian bahasa
Indonesia lama, (4) kurang mempertimbangkan makna gramatikal partikel bahasa
Indonesia, (5) kurang tepat dalam penerjemahan suatu unsur bahasa.
Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, peneliti menyarankan perlunya revisi ulang
terjemahan Alquran terbitan Depag dan Kerajaan Arab Saudi ke dalam bahasa Indonesia,
terutama terjemahan yang berkaitan dengan pemakaian partikel bahasa Indonesia. Selain
itu masih perlu diadakan penelitian lanjutan yang menyangkut masalah pemakaian EYD,
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 123
derajat kebakuan pemakaian konjungsi, kosakata, dan gramatika serta komparasi bahasa
Indonesia terjemahan Alquran.
(FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UPI, DIPA Nomor: 2784/H.40/
PL/2009, Tanggal 7 Mei 2009)
Abstract
STANDARDIZATION DEGREE OF THE USE OF THE PARTICLES IN
TRANSLATED INDONESIAN LANGUAGE
By: Wagino Hamid Hamdani, at al
This research is based on the literature study of that the current studies on the
use of particles have not revealed the standardization degree of the use of the particles in
translated Indonesian language in Holy Koran. The purpose of the study is to describe the
distribution, variation, and standardization degree of the use of the particles. The concept
of the use of the particle in this research refers to Moeliono’opinion in S. Effendi and
Budha A (1993). The particle in this research is corresponded with the word harf or
adawat in Arabic. The method which was used in this research was a descriptiveevaluative
method by means of content analysis model. The data source of its study is in
form of a document of Holy Koran mushaf published by The Saudi Islamic Affairs
Departement 1415 H/1995. The problematic object is focused on the use of 12 singural
or simple particles. The data were gathered by means of a documentation technique and
data recording form and was analysed qualitatively through description, interpretation,
correction, remedy, and conclution besides a quantitative analysis by calculating
percentages, ranges, and averages. From the result of the analysis, it was discovered that
1) particle of dari has the most used frequencies (1444x), and the least is particle of akan
(76x), 2) the average of standardization degree of the use of the particle in Indonesian is
rated highly (86.08%), 3) particle of atas is the highest standardization degree (99.26%);
particle of dengan is the highly varied (50 verbs or adjectives); particles untuk and dari
are highly varied as grammatical units in the source language (23 and 20 forms), and 4)
7 (seven) simple particles experience significant deviation, namely: akan (32.89%),
antara (31.76%), tentang (32%), di (22.44%), pada (15.41%), dari (14.27%), and untuk
(8.24%).
Its deviation appears in the forms of addition of the particle which does not have a
function; disagreement and disgenerality of the use of the particle; interexchange between
one particle and another in its use. The factors which caused the phenomenon of the
deviation, are: disloyalty to the standardized norm, the effect of the literal and
interpretated translation, the effect of the usage of The Classic Indonesian language,
disconsidering the grammatical meaning of the particle in Indonesian language, and
minus translation of a lingual unsure.
Based on the result of this study, it is necessary to make a revision of the translation of
Holy Koran published by The Saudi Islamic Affairs Departement into Indonesian
language, especially translation concerning the use of Indonesian particles. In adition it is
nessesary to conduct an advanced study in terms of the use of the Indonesian
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 124
Standardized Spelling (ISS), standardization degree of the use of conjunction,
vocabulary, and grammar and comparization between one Indonesian translation and
another in translated Indonesian language of Holy Koran.
(FACULTY OF LANGUAGE AND ART EDUCATION , DIPA Number: 784/H.40/
PL/2009, Date: 7th May, 2009)
KATA PENGANTAR
Pemakaian bahasa Indonesia pada umumnya berkaitan dengan pemakaian empat
kategori kata, yaitu: (1) verba, (2) adjektiva, (3) nomina, dan (4) partikel. Penelitian
derajat kebakuan pemakaian kategori kata yang terakhir (partikel) dalam bahasa
Indonesia terjemahan Alquran telah dilakukan untuk memperkaya khazanah penelitian
tentang pemakaian struktur bahasa Indonesia pada umumnya dan derajat pemakaian
partikel bahasa Indonesia terjemahan Alquran pada khususnya.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan Penjanjian Pelaksanaan Pekerjaan
Penelitian Fundamental 2009 antara Ketua Lembaga Peneli tian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia dengan Ketua Tim Pelaksana Penelitian
Fundamental Nomor: 66/H.40.8/PL/2009 yang didanai oleh Proyek DP2M Dikti
Depdiknas Tahun Anggaran 2009.
Hasil penelitian ini menggambarkan ihwal derajat kebakuan pemakaian partikel
dalam bahasa Indonesia terjemahan Alquran, rata-rata derajat kebakuannya tergolong
tinggi (86,08%). Adapun partikel yang masih perlu ditingkatkan dan dikembangkan
derajat kebakuannya adalah partikel-partikel yang memperoleh proporsi ketidakbakuan
yang berarti, yaitu partikel akan (32,89%), antara (31,76%), tentang (32%), di (22,44%),
pada (15,41%), dari (14,27%), dan untuk (8,24%).
Dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan dan kekurangan dalam jumlah
dan jenis partikel yang telah terdeskripsikan derajat kebakuannya, yaitu derajat kebakuan
pemakaian preposisi. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan
tentang derajat kebakuan pemakaian konjungsi, EYD, kosakata, dan gramatika dalam
bahasa Indonesia terjemahan Alquran. Selain itu saran dan kritik dari para pembaca yang
budiman sangat kami nantikan.
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 125
Akhirnya, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya naskah laporan penelitian ini.
Bandung, November 2009
Ketua Tim Peneliti,
Drs. Wagino Hamid H, M.Pd.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
RINGKASAN (ABSTRAK) ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Asumsi Penelitian 5
D. Metode Penelitian 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahasa Baku
1. Pengertian dan Ciri-ciri Bahasa Indonesia Baku 7
2. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Analisis Bahasa Baku 8
3. Analisis Sintaksis Bahasa Indonesia Baku 9
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Bahasa 11
B. Bahasa Terjemahan
1. Makna Terjemahan 12
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 126
2. Ragam Terjemahan 13
3. Tujuan dan Manfaat Penerjemahan 13
4. Langkah-langkah Menerjemahkan 14
5. Alat Ukur untuk Mengevaluasi Hasil Terjemahan 15
C. Partikel Bahasa Indonesia
1. Pengertian Partikel 16
2. Jenis Partikel (Preposisi) 16
3. Makna dan Fungsi Partikel 17
D. Temuan Terdahulu 29
BAB III : TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian 31
B. Manfaat Penelitian 32
BAB IV : METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian 34
B. Sumber Data dan Objek Penelitian 34
C. Operasionalisasi Konsep 35
D. Instrumen Penelitian 37
E. Teknik Analisis Data 48
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Pemakaian Partikel akan dan Analisis Sintaktisnya 40
2. Deskripsi Pemakaian Partikel tentang dan Analisis Sintaktisnya 43
3. Deskripsi Pemakaian Partikel ke dan Analisis Sintaktisnya 47
4. Deskripsi Pemakaian Partikel dengan dan Analisis Sintaktisnya 50
5. Deskripsi Pemakaian Partikel dari dan Analisis Sintaktisnya 53
6. Deskripsi Pemakaian Partikel antara dan Analisis Sintaktisnya 65
7. Deskripsi Pemakaian Partikel di dan Analisis Sintaktisnya 69
8. Deskripsi Pemakaian Partikel pada dan Analisis Sintaktisnya 75
9. Deskripsi Pemakaian Partikel untuk dan Analisis Sintaktisnya 82
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 127
10. Deskripsi Pemakaian Partikel bagi dan Analisis Sintaktisnya 90
11. Deskripsi Pemakaian Partikel atas dan Analisis Sintaktisnya 93
12. Deskripsi Pemakaian Partikel karena dan Analisis Sintaktisnya 95
B. Pembahasan 101
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 115
B. Saran 117
DAFTAR PUSTAKA 118
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Bentuk dan Kategori Partikel dalam Bahasa Indonesia Terjemahan Alquran
Halaman 99
Tabel 2: Bentuk Partikel BI Terjemahan Alquran, Satuan Gramatikal BS, dan Derajat
Kebakuannya, halaman 100
Tabel 3: Bentuk, Frekuensi, dan Variasi Pemakaian Partikel dalam Bahasa Indonesia
Terjemahan Alquran, halaman 101
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 128
Derajat Kebakuan Pemakaian Partikel BI 129